cpu-data.info

Deretan Regulasi TI di Bawah Kepemimpinan Jokowi

Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Sabtu (21/9/2024).
Lihat Foto

 

- Pada era digital yang terus berkembang, regulasi teknologi informasi (TI) menjadi kunci dalam memastikan pemanfaatan teknologi yang aman dan berkelanjutan.

Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama dua periode, mulai dari 2014 hingga 2024, banyak regulasi di ranah TI yang ditelurkan, guna menguatkan ekosistem teknologi dalam negeri.

Beberapa regulasi yang disahkan maupun direvisi selama satu dekade terakhir, mencakup sektor-sektor vital, seperti perlindungan data, keamanan siber, dan digitalisasi ekonomi.

Kebijakan ini tidak hanya berperan dalam melindungi masyarakat, tetapi juga menciptakan peluang besar bagi pertumbuhan startup, fintech, dan e-commerce di Indonesia. Berikut ulasannya.

Baca juga: Jokowi Prihatin Indonesia Hanya Punya 2 dari 320 Supplier Produk Apple

Revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dirancang untuk mengatur aktivitas di ruang digital, seperti komunikasi dan transaksi elektronik, guna melindungi pengguna dari kejahatan siber.

Di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, UU ITE mengalami dua kali revisi. Revisi pertama  yang disahkan pada 27 Oktober 2016, memperbaiki beberapa pasal penting.

Pasal 27 ayat (1) dan (3). Pasal ini melarang tindakan mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat informasi elektronik yang berisi penghinaan atau pencemaran nama baik dapat diakses publik.

Termasuk penurunan ancaman hukuman untuk kasus pencemaran nama baik, dari 6 tahun menjadi 4 tahun penjara, dan pengurangan denda dari Rp 1 miliar menjadi Rp 750 juta.

Revisi ini memberikan penjelasan lebih jelas agar tidak terjadi multitafsir, dan menegaskan bahwa pelanggaran dalam pasal ini merupakan delik aduan, yang berarti proses hukum hanya bisa dimulai jika ada laporan dari pihak yang dirugikan, bukan delik umum.

Selanjutnya di Pasal 28 ayat (2) yang mengatur tentang larangan menyebarkan berita bohong atau informasi yang dapat memicu permusuhan atau konflik antar individu atau kelompok.

Kemudian Pasal 31 ayat (3) yang mengatur tentang aturan penyadapan informasi elektronik, yang sebelumnya kurang jelas, dan memberikan panduan lebih tegas terkait ketentuan penyadapan agar tidak disalahgunakan.

Selain itu, konsep Right to Be Forgotten diperkenalkan, yang memungkinkan individu meminta penghapusan konten digital yang sudah tidak relevan atau merugikan.

Meskipun hal memberi kontrol lebih terhadap jejak digital, kritik muncul karena penerapannya terbatas pada mesin pencari, bukan pada keseluruhan internet.

Baca juga: Cara Menghapus Jejak Digital di Hasil Pencarian Google dan Mengenal Right to be Forgotten

Revisi kedua UU ITE mencakup beberapa perubahan dan penambahan pasal untuk memperkuat regulasi di dunia digital dan memberikan kepastian hukum yang lebih baik.

Salah satu perubahan penting adalah pengaturan identitas digital dalam sertifikasi elektronik (Pasal 13(a)), yang bertujuan memperkuat keabsahan identitas di dunia maya.

Revisi ini juga menambahkan perlindungan untuk anak-anak dalam sistem elektronik (Pasal 16(a) dan 16(b)), serta mengatur kontrak elektronik internasional (Pasal 18(a)) guna memfasilitasi transaksi lintas negara.

Peran pemerintah dalam menciptakan ekosistem digital yang adil, aman, dan inovatif ditekankan dalam Pasal 40(a).

Secara keseluruhan, 14 pasal yang ada direvisi dan 5 pasal baru ditambahkan, termasuk pengaturan terkait alat bukti elektronik (Pasal 5), sertifikasi elektronik (Pasal 13), transaksi elektronik (Pasal 17), serta larangan-larangan baru yang mencakup Pasal 27, 28, dan 29.

Selain itu, ada penyesuaian dalam kewenangan penyidik pegawai negeri sipil (Pasal 43) dan ketentuan pidana baru (Pasal 45, 45(a), dan 45(b)).

Revisi ini bertujuan untuk meningkatkan kepastian hukum di dunia digital dan melindungi hak-hak individu, dengan fokus pada perlindungan privasi dan keamanan digital.

Pemerintah berupaya menyeimbangkan kebebasan berekspresi dengan perlindungan hak asasi dan ketertiban umum dalam ruang demokratis digital.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat