cpu-data.info

The Fed Naikkan Suku Bunga, Apa Dampaknya Bagi Startup Indonesia?

Ilustrasi Startup
Lihat Foto

- Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) resmi mengumumkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 0,75 persen pada Rabu (15/6/2022) waktu setempat.

Ini menjadi kenaikan suku bunga paling agresif yang dilakukan The Fed sejak 1994, atau dalam 28 tahun terakhir. Hal ini dilakukan demi menekan laju inflasi AS yang mencapai level 8,6 persen pada Mei 2022.

Dengan kenaikan tersebut, maka suku bunga acuan The Fed berada di kisaran 1,5 persen sampai dengan 1,75 persen.

Lantas, dengan kenaikan suku bunga The Fed ini, apakah startup di Indonesia akan ikut kena imbasnya? Mengingat selama ini, startup Indonesia kerap mendapat suntikan dana dari investor asing, termasuk dari AS.

Baca juga: Harga Bitcoin Mulai Pulih, Ini Sebabnya

Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan, sacara umum, pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan The FED dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,75 persen ini dapat berdampak pada startup di Indonesia.

Meski bukan menjadi faktor utama dan tunggal, kenaikan suku bunga The Fed ini dapat memperlambat aliran modal asing ke perusahaan rintisan (stratup) yang ada di Indonesia.

"Efek segeranya untuk startup adalah, startup di Indonesia ini akan sulit mendapatkan funding (pendanaan)," kata Fithra saat dihubungi KompasTekno, Kamis (16/6/2022).

Sebab, ketika suku bunga acuan naik, pola investasi justru cenderung akan menurun karena biaya pinjaman bank yang ikut meningkat. Ini dapat membuat investor asal Amerika Serikat menahan, bahkan menarik uangnya dari pasar modal.

Baca juga: Ketika Investor Kelas Kakap Beri Peringatan kepada Para Pendiri Startup

Potensi skenario terburuk

Masalahnya, saat ini, menurut Fithra, kebanyakan perusahaan rintisan di Indonesia masih mengandalkan pendanaan karena bisnisnya belum menguntungkan. Praktik bisnis semacam ini berpotensi menempatkan startup ke skenario terburuk, yakni pengurangan pegawai hingga kolaps.

"Kalo startup terlalu mengandalkan funding, mereka akan kolaps ke depannya, dimulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK). Karena mereka punya operational cost (biaya operasional) yang besar sekali," lanjut Fithra.

Ia melanjutkan, sebab kebanyakan startup di Indonesia saat ini banyak merekrut talenta-talenta hebat dengan iming-iming bayaran yang tinggi.

Baca juga: Jeff Bezos Kembali Suntik Dana ke Startup Indonesia

Teorinya, talenta-talenta hebat yang dibayar mahal itu diharapkan dapat membuat perusahaan meningkatkan penjualan, menambahan basis pelanggan, serta mencapai keuntungan.

"Iya kalau berhasil, kalau tidak? Startup akan membutuhkan pendanaan yang lebih banyak lagi," kata Fithra.

Nah, pada titik inilah, kata Fithra, pendanaan pada startup itu menjadi "lingkaran setan". Di mana startup akan meminta pendanaan lagi, lalu kembali merekrut talenta lagi untuk membuat perusahannya mencapai keuntungan.

Bila belum berhasil mencapai keuntungan, mereka akan meminta pendanaan lagi, dan seterusnya. Pada satu titik, bila pendanaan sulit didapatkan lagi, startup akan mulai melakukan pengurangan karyawan atau yang paling parah adalah kolaps alias tutup.

Baca juga: Shopee Dikabarkan Akan PHK Karyawan di Sejumlah Negara 

Fithra mengatakan, pendanaan memang menjadi salah satu aspek penting pada kelangsungan hidup startup, namun bukan menjadi satu-satunya. Menurut dia, model bisnis harus menjadi aspek paling penting dalam keberadaan startup.

"Pada akhirnya, startup dengan model bisnis dan pertumbuhan yang baik, serta tidak semata-semata bergantung pada funding, maka startup itu akan berjalan lebih baik," pungkas dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat