cpu-data.info

UU ITE Tidak Akan Dicabut, Ini Solusi Pemerintah untuk Pasal Karet

Ilustrasi UU ITE
Lihat Foto

- UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang sering disebut memuat sejumlah pasal karet dan menimbulkan polemik di Indonesia, rencananya akan direvisi secara terbatas oleh pemerintah.

Namun demikian, pemerintah tidak akan mencabut UU ITE. Hal ini dikonfirmasi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, pekan ini.

"UU ITE tidak akan dicabut, bunuh diri kalau kita mencabut UU ITE itu," kata Mahfud dalam konferensi pers terkait UU ITE yang disiarkan secara daring, pada Jumat (11/6/2021).

Baca juga: Tiga Kementerian Bentuk Tim Kajian Revisi UU ITE

Ia melanjutkan, kesimpulan itu diambil setelah pihaknya berdiskusi dengan sekitar 50 orang narasumber, meliputi akademisi, praktisi hukum, lembaga swadaya masyarakat, korban UU ITE, politikus, hingga jurnalis.

Menurut Menko Polhukam, keberadaan UU ITE di Indonesia itu menjadi hal penting dan menjadi suatu keharusan. Karena UU ini memiliki peranan penting untuk mengatur lalu lintas komunikasi digital masyarakat Indonesia.

Bahkan, kata Mahfud, sejak 13 tahun lalu, urgensi Indonesia untuk memiliki undang-undang yang mengatur informasi dan transaksi elektronik ini sudah muncul. Makanya, UU ITE pertama kali dibuat pada 2008 silam.

"Tahun 2008 itu (UU ITE) sudah dikatakan penting. Ini mengancam keamanan, kedaulatan, dan keutuhan bangsa kalau kegiatan digital dan elektronik yang agak liar pada waktu itu dibiarkan," kata Mahfud, dikutip KOmpasTekno dari Antaranews, Sabtu (12/6/2021).

Solusi pasal karet

Mahfud sendiri tak memungkiri bahwa, masalah yang muncul dari UU ITE adalah dari segi pelaksanaannya, terutama mengenai sejumlah pasal yang dianggap "karet".

"Pasal karet ini kemudian menimbulkan apa yang disebut kriminalisasi. Kemudian, ada diskriminasi dan perlakuan berbeda," kata Menko Polhukam.

Baca juga: Jokowi: UU ITE Bisa Direvisi apabila Implementasinya Tidak Adil

Mengingat peranan UU ITE yang penting, namun di saat yang bersamaan juga kerap menimbulkan polemik, maka pemerintah akan membuat dua produk untuk menyelesaikan masalah ini.

Pertama, pemerintah akan mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) dari tiga kementerian/lembaga, yakni Polri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kejaksaan Agung terkait pedoman penafsiran UU ITE, dalam waktu dekat.

SKB tersebut berisi pedoman implementasi agar UU ITE berlaku untuk semua orang. Pedoman tafsir UU ITE ini, kata Mahfud, bakal digunakan sembari menunggu revisi UU ITE diboyong ke proses legislasi.

Kedua, pemerintah akan melakukan revisi terbatas atas UU ITE. Mahfud mengatakan, revisi ini sifatnya semantik dari sudut redaksional, dan substansi uraian-uraiannya.

Baca juga: 9 Pasal Karet dalam UU ITE yang Perlu Direvisi Menurut Pengamat

Sebelumnya, Mahfud menjelaskan, ada empat pasal yang akan direvisi dengan penambahan satu pasal. Revisi tersebut dilakukan untuk menghilangkan multitafsir, pasal karet, dan kriminalisasi.

Adapun pasal-pasal yang akan direvisi mencakup Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 37, dan satu tambahan Pasal 45C.

Mahfud menambahkan, keputusan revisi ini diambil setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden Joko Widodo. Usai disetujui, Kemenkumham lantas akan menyusun draf revisi UU ITE dan hasilnya akan segera disampaikan ke DPR.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa implementasi Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) harus tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan.

Apabila tidak, Jokowi mengaku bisa saja menginstruksikan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merevisi UU tersebut.

"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-undang ITE ini," ujar Jokowi dalam rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat