cpu-data.info

Tiga Kementerian Bentuk Tim Kajian Revisi UU ITE

Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate
Lihat Foto

- Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu mengusulkan agar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) agar direvisi.

Menanggapi permintaan tersebut, tiga kementerian, yakni Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Hukum dan HAM membentuk tim pelaksana kajian UU ITE.

Pembentukan tersebut tertuang dalam SK Menko Polhukam Nomor 22 Tahun 2021 tentang Tim Kajian UU ITE. Menteri Kominfo, Johnny G Plate mengatakan, salah satu prinsip yang dikedepankan dalam kajian ini adalah menjaga kualitas demokrasi di Indonesia.

"Yang menjadi tugas kita bersama adalah menjaga dan meningkatkan kualitas demokrasi, kualitas kebebasan pers, kualitas berserikat, kualitas berkumpul dan kualitas menyampaikan pendapat," jelas Johnny dalam keterangan resmi yang diterima KompasTekno, Senin (22/2/2021).

Baca juga: Polemik Pasal Karet UU ITE, dari Permintaan Jokowi hingga Desakan Revisi

"Dan payung hukum hulu seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden adalah salah satu di Undang-Undang ITE," imbuh Johnny.

Lebih lanjut, Johnny mengatakan adanya keberatan tentang pasal daam UU ITE yang dianggap krusial, multitafsir atau "pasal karet," telah diajukan pihak yang berkeberatan ke Mahkamah Konstitusi melalui judicial review.

Menurut Johnny, sudah ada 10 kali pengajuan keberatan dan mendapatkan penolakan. Namun demi kehidupan bermasyarakat dan kehidupan sosial, maka selalu terbuka kemungkinan menambah, mengurangi, mengubah untuk penyempurnaan undang-undang.

Dalam SK Menko Polhukam Nomor 22 Tahun 2021, Tim Pelaksana diketuai Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenkopolhukam, Sugeng Purnomo.

Kemudian Sub Tim I dari Kemenkominfo, dipimpin Staf Ahli Bidang Hukum Kementerian Kominfo, Henri Subiakto; lalu Sub Tim II Kemenkumham, dipimpin Widodo Ekatjahjana.

Kominfo kaji pasal 27-29

Menkominfo mengatakan bahwa kementeriannya akan menangani kajian dan pedoman pelaksanaan UU ITE, khususnya pada pasal krusial seperti pasal 27-29 UU ITE.

Baca juga: 6 Korban yang Dijerat Pasal Karet UU ITE

"Pedoman pelaksanaan undang-undang ITE ini bukan norma hukum baru," kata Menkominfo.

"Jangan sampai keliru ditafsirkan seolah-olah membuat satu tafsiran terhadap undang-undang, karena sudah jelas penjelasan atas undang-undang sudah ada di bagian penjelasan undang-undang, dan penafsiran akhir dalam pelaksanaan judicial system kita bagi masyarakat pencari keadilan adalah menjadi kewenangan hakim," imbuhnya.

Johnny mengatakan, pedoman pelaksanaan UU ITE yang dibuat, dinilai sebagai acuan bagi aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti UU ITE apabila disengketakan, atau terjadi sengketa yang berkaitan dengan regulasi tersebut, baik oleh POLRI, kejaksaan, atau lembaga-lembaga lain.

Menkominfo menilai, Indonesia memerlukan payung hukum yang memadai guna menjaga dan mengawal ruang digital, agar digunakan dan dimanfaatkan untuk hal-hal yang aman, bersih, kondusif, produktif, dan bermanfaat bagi masyarakat. Payung hukum juga harus menjamin pemenuhan rasa keadilan bagi masyarakat.

"Untuk itu, Saya juga menggarisbawahi betul jangan sampai dalam pelaksanaan dua tim berdampak pada kekosongan payung hukum di dalam ruang digital,” ujarnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat