9 "Pasal Karet" dalam UU ITE yang Perlu Direvisi Menurut Pengamat
- Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas pada Senin (15/2/2021) mengatakan ia bisa meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi UU ITE, apabila implementasinya dirasa tidak adil.
Sebab, menurut Jokowi, pasal-pasal dalam UU ITE atau Undang-undang No 11 Tahun 2008, bisa menjadi hulu dari persoalan hukum.
"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa beda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," kata Jokowi sebagaimana dikutip dari Antaranews, Selasa (16/2/2021).
Baca juga: Benarkah Revisi UU ITE Mengancam Kebebasan Berekspresi?
Sejak kemunculannya, UU ITE memang kerap menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Alasannya, beberapa butir dalam undang-undang tersebut dianggap membatasi kebebasan masyarakat dalam menyuarakan pendapatnnya di ruang maya.
Lantas pasal mana yang dimaksud?
Pasal-pasal karet UU ITE
Dalam sebuah kicauan baru-baru ini, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto mengungkapkan ada sembilan pasal bermasalah dalam UU ITE.
"Persoalan utama pasal 27-29 UU ITE. Ini harus dihapus karena rumusan karet dan ada duplikasi hukum," tulis Damar dalam sebuah kicauan.
Salah satu pasal bermasalah yang dimaksud masih terkait dengan pasal 27 ayat 3 tentang defamasi.
Pasal ini disebut dapat digunakan untuk mengekang kegiatan berekspresi warga, aktivis, dan jurnalis. Selain itu juga mengekang warga untuk mengkritik pihak polisi dan pemerintah.
Pasal tersebut membahas penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media massa. Butir ini sering digunakan untuk menuntut pidana netizen yang melayangkan kritik lewat dunia maya.
Baca juga: Pasal Karet UU ITE Sudah Jerat 74 Orang
Bunyi pasal tersebut adalah: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
Selain pasal 27 ayat 3, berikut daftar delapan pasal-pasal bermasalah lainnya karena rumusan pasalnya tidak ketat (karet) dan multitafsir.
- Pasal 26 ayat 3 tentang penghapusan informasi yang tidak relevan. pasal ini bermasalah soal sensor informasi.
- Pasal 27 ayat 1 tentang asusila. Pasal ini bermasah karena dapat digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online.
- pasal 27 ayat 3 tentang dafamasi, dianggap bisa digunakan untuk represi warga yang menkritik pemerintah, polisi, atau lembaga negara.
- pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian. Pasal ini dapat merepresi agama minoritas serta represi pada warga terkait kritik pada pihak polisi dan pemerintah.
- Pasal 29 tentang ancaman kekerasan. Pasal ini bermasalah lantaran dapat dipakai untuk memidana orang yang ingin lapor ke polisi.
- Pasal 36 tentang kerugian. Pasal ini dapat digunakan untuk memperberat hukuman pidana defamasi.
- Pasal 40 ayat 2a tentang muatan yang dilarang. Pasal ini bermasalah karena dapat digunakan sebagai alasan internet shutdown untuk mencegah penyebarluasan dan penggunaan hoax.
- Pasal 40 ayat 2b tentang pemutusan akses. Pasal ini bermasalah karena dapat menjadi penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.
- Pasal 45 ayat 3 tentang ancaman penjara dari tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dapat menahan tertuduh saat proses penyidikan.
Prof @mohmahfudmd saya usul mulai dari 9 pasal bermasalah UU ITE ini.
Persoalan utama pasal 27-29 UU ITE. Ini harus dihapus karena rumusan karet dan ada duplikasi hukum.
Selain itu ada juga pasal2 lain yg rawan persoalan/disalahgunakan dan perlu diperbaiki rumusannya. # pic.twitter.com/ZsKf9W6ARX
— Damar Juniarto (@DamarJuniarto) February 15, 2021
Untuk diketahui, sejak diresmikan, Undang-Undang No.11 Tahun 2008, khususnya pasal 27 ayat 3 sudah menjerat puluhan orang. Sepanjang tahun 2020 lalu, lembaga pemerhati keamanan internet, Safenet mencatat sudah ada 34 kasus yang terjadi.
Sempat direvisi
Pada Desember 2015 lalu, Presiden Joko Widodo mengajukan revisi terhadap UU ITE kepada DPR. Revisi tersebut rampung dan dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
Menteri Komunikasi dan Informatika kala itu, Rudiantara meyakini setelah revisi UU ITE ini tak akan ada lagi kriminalisasi kebebasan berpendapat.
Baca juga: 4 Poin Perubahan UU ITE Hasil Revisi yang Mulai Berlaku Hari Ini
Terkini Lainnya
- Berapa Kapasitas Baterai HP biar Tidak Sering Mengecas
- Windows 10 Pensiun Tahun Depan, tapi Masih Paling Banyak Dipakai
- Cara Bikin Daftar Chat di WhatsApp dengan Kategori Sesuai Keinginan, Mudah
- Pengguna Threads Melonjak, tapi Belum Jadi Andalan Pendapatan
- iPhone 16 Diblokir, CEO Apple Kini Tak Sebut Indonesia Lagi
- Apa Itu "Cyberbullying" di Media Sosial dan Macam-macamnya
- Keuntungan Apple Turun, Bukan gara-gara iPhone 16 Tidak Laku
- Muncul Tab Baru Tanda “+” di WhatsApp, Fitur Apa Itu?
- Sony Diskon Harga PS5 Slim Digital Edition di Indonesia, Hanya sampai 14 November
- Apple Minta Audiensi dengan Menperin, Bahas Larangan iPhone 16 di Indonesia
- Induk Facebook Bikin Mesin Pencari Internet AI, Saingi Google
- Oknum Pegawai Komdigi Sengaja Tidak Blokir 1.000 Situs Judi Online, Dibayar Rp 8,5 Miliar Per Bulan
- 5 Besar Vendor Tablet Dunia Versi IDC, Apple Teratas
- Apakah Mode Incognito Benar-benar Melindungi Privasi? Begini Penjelasannya
- Canalys: Pengiriman Ponsel Dunia Naik 5 Persen, Samsung Terbanyak
- Oppo Reno5 Dijual Sepasang dalam Satu Kotak Edisi Khusus, Ini Bonusnya
- Tokopedia Ubah Kebijakan Privasi, Pengguna Diminta Baca
- Vivo Vendor Ponsel Terbesar di Indonesia Kuartal IV-2020
- Jokowi: UU ITE Bisa Direvisi apabila Implementasinya Tidak Adil
- Samsung Galaxy F62 Meluncur dengan Baterai 7.000 mAh, Harganya?