cpu-data.info

Operator Seluler Tagih Janji Komdigi

Ilustrasi BTS 5G Telkomsel.
Lihat Foto

BANYAK pekerjaan rumah yang ditinggalkan mantan Menkominfo Budi Arie Setiadi yang harus diselesaikan Menteri Komunikasi Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid. Dia mantan wartawan televisi siaran dan mantan Ketua Komisi 1 DPR RI.

Ada soal pemerataan layanan internet di kawasan 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) yang menyangkut kebutuhan lebih dari 22,5 juta penduduk, soal judi online yang sulit ditebas karena mati satu tumbuh seribu.

Juga soal lelang spektrum frekuensi menengah (mediumwave) dan frekuensi tinggi (milimeter wave), serta janji pemberian insentif bagi operator telekomunikasi sebagai kompensasi tingginya biaya pemerintah (regulatory cost).

Meutya janji – dengan memanfaatkan satelit Satria-1 – hingga akhir tahun ini layanan internet akan menjangkau hingga 20.000 titik di kawasan 3T, tinggal menambah sekitar 1.500 titik dari 18.501 titik yang sudah ada.

Upaya pemberantasan soal judi dan pinjaman online (pinjol) diharapkan membawa hasil baik pada 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, harapnya.

Meutya tidak menyinggung soal keberatan mitranya, operator seluler, yang sejak tahun-tahun sebelumnya mengeluh soal tingginya regulatory cost.

Di sisi lain, industri telekomunikasi di Indonesia menjadi salah satu penyumbang kocek negara, baik dari berbagai pajak yang dipungut maupun setoran PNBP (penerimaan negeri bukan pajak).

Dibanding lembaga atau kementerian lain, Kemkomdigi (dulu Kominfo) termasuk penyumbang PNBP terbesar dengan Rp 24 triliun pada 2023.

PNBP ini didapat dari lelang frekuensi, biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi, dan dana USO – universal service obligation – kewajiban pemerintah memberi layanan telekomunikasi yang sama.

Dana USO didapat dari kontribusi 1,25 persen pendapatan operator telko yang tahun ini diperkirakan sebesar Rp 3,5 triliun, untuk memperluas layanan internet di kawasan 3T seperti Papua, NTT, Kalimantan dan sebagainya.

Jumlah PNBP ini menjadi pungutan berat bagi operator, yang termasuk tinggi dibanding pendapatan mereka.

Rata-rata operator telko dunia mendapat beban regulatory cost sekitar 9 persen, sementara operator di Indonesia rata-rata menderita beban 13 persen, dengan yang terbesar Smartfren (14 persen) dan teringan Telkomsel (9 persen).

Beban yang berat ini membuat upaya operator terkendala dalam meluaskan jaringan layanan mereka, terutama di daerah-daerah remote operator lebih fokus pada kawasan yang menguntungkan.

Dari sisi pemerintah, PNBP Rp 24 triliun merupakan jumlah yang sensitif, artinya pemerintah akan mempertahankan angka pemasukan untuk APBN itu dan bereaksi “negatif” kalau ada upaya mengurangi jumlahnya.

Dipakai “bancakan”

Padahal beberapa tahun lalu, Kominfo mendapat kucuran dana pembangunan jumbo belasan triliun rupiah dari rencana di atas Rp 20 triliun untuk pengembangan internet dan digitalisasi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat