cpu-data.info

Gara-gara AI, Gaji Perempuan Ini Menyusut 90 Persen

Ilustrasi kecerdasan buatan (AI) berupa profil wajah perempuan dalam kode biner.
Lihat Foto

- Seorang perempuan India bernama Sharanya Battacharya, dipotong gajinya karena separuh perannya di pekerjaan, digantikan oleh teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).

Tidak tanggung-tanggung, gaji yang biasa ia terima setiap bulan kini berkurang sekitar 90 persen.

Battacharya merupakan seorang penulis dan copywriter untuk sebuah agensi kreatif. Ia bekerja sembari menyelesaikan studinya di Institut Pendidikan dan Penelitian Sains India.

Setiap minggu, ia harus menyetorkan sejumlah artikel yang ramah Search Engine Optimization (SEO). Dari tugas tersebut, Battacharya mendapat upah lebih dari 240 dollar atau setara sekitar Rp 3,6 juta per bulan.

Namun sejak akhir 2022, tugas Battacharya dikurangi. Dia hanya diminta menulis satu atau dua artikel per bulan.

Baca juga: India Uji Coba AI Jadi Penyiar Berita, Tampil Luwes Tapi Monoton

Seorang perempuan India bernama Sharanya Battacharya dipotong gajinya karena separuh perannya digantikan oleh Artificial Intelligence/AI.SWNS Seorang perempuan India bernama Sharanya Battacharya dipotong gajinya karena separuh perannya digantikan oleh Artificial Intelligence/AI.

 

Menurut Battacharya, perusahaan yang mempekerjakannya mulai memakai kecerdasan buatan (AI).

Perusahaan sebenarnya tak memberikan penjelasan rinci, tetapi Battacharya curiga hadirnya ChatGPT membuat perusahaan memangkas biaya operasional.

Battacharya sendiri memakai gajinya itu untuk biaya hidup bersama keluarga termasuk ibunya yang merupakan penjual kain khas India, sari.

Karena beban kerja dan gajinya dipangkas, ia merasa kesulitan khususnya pada aspek finansial.

"Sangat berat sejak beban kerja saya dikurangi, tidak hanya untuk saya tapi juga keluarga saya," kata Battacharya kepada SWNS dikutip KompasTekno dari New York Post, Jumat (4/8/2023).

"Saya hampir tidak bisa dapat 10 persen dari yang biasanya saya hasilkan," imbuh Battacharya.

Ketika penghasilannya menyusut, Battacharya dan keluarganya terpaksa harus mengurangi biaya hidup, termasuk untuk sekadar jajan di luar rumah.

"Kami harus memantau berapa banyak makanan yang kami konsumsi dan kami tidak lagi melakukan rutinitas seperti keluar untuk makan, hanya bisa kami lakukan setiap beberapa bulan sekali," jelas Battacharya.

"Kami harus memprioritaskan uang kami pada kebutuhan seperti makanan dan tagihan, agar memastikan kami bisa hidup dengan baik," lanjut Battacharya.

Karena kondisi tersebut Battacharya mengaku belakangan panik. Oleh karena itu mahasiswa tersebut mendesak perusahaan untuk mempertimbangkan dampak yang dari penggunaan AI, apalagi hasil kerja buatan AI dan manusia memiliki perbedaan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat