Facebook Perluas Uji Coba News Feed Minim Konten Politik

- Awal tahun 2021, Facebook mulai memperketat konten politik yang beredar di platformnya. Media sosial ini mulai mengurangi peredaran konten politik di News Feed.
Saat itu, kebijakan tersebut baru berlaku di sejumlah negara, seperti Indonesia, Kanada, dan Brasil.
Kini, Facebook memperluas kebijakan tersebut ke lebih banyak negara. Ada 75 negara baru yang terdampak kebijakan ini, beberapa di antaranya adalah Amerika Serikat, Kosta Rika, Swedia, Spanyol, dan Irlandia.
Totalnya, kebijakan ini berlaku ke lebih dari 80 negara. Menurut juru bicara Facebook, perubahan ini baru berdampak ke sejumlah kecil pengguna di masing-masing negara.
Negara yang akan menyelenggarakan pemilu dan yang berisiko konflik tinggi, belum masuk perluasan uji coba ini.
Baca juga: Daftar Organisasi Berbahaya Versi Facebook Bocor, Ada Nama dari Indonesia
Biasanya, konten politik menjamur kala sebuah negara akan menyelenggarakan pesta politik seperti pemilu.
Sekadar informasi, News Feed merupakan lini masa yang berisi konten apa yang dilihat oleh pengguna Facebook, seperti status pengguna lain hingga grup. News Feed akan muncul ketika pengguna membuka menu beranda.
Keinginan membatasi konten politik di News Feed diutarakan langsung oleh CEO Facebook Inc, Mark Zuckerberg. Zuckerberg mengatakan ingin pengguna Facebook merasa lebih nyaman.
"Orang-orang tidak ingin (konten) politik yang berusaha mengambil alih pengalaman mereka,"kata Zuckerberg waktu itu.
Tidak cuma di News Feed, Zuckerberg juga ingin Facebook berhenti merekomendasikan grup secara permanen ke pengguna, dirangkum KompasTekno dari Engadget, Minggu (17/10/2021).
Biasanya, algoritma Facebook akan merekomendasikan grup yang dinilai sesuai dengan minat pengguna, termasuk politik.
Baca juga: Zuckerberg Bicara 20 Menit, Tenangkan Dua Kubu Karyawan Facebook
Penghentian rekomendasi grup politik sudah dilakukan Facebook jelang pemilu AS tahun 2020, dan Facebook berencana memperluas kebijakannya ke luar AS.
Memberlakukan kebijakan ini ke lebih banyak negara bisa membantu menurunkan tensi di platform Facebook yang kerap menjadi media kampanye digital para politisi dunia.
Di sisi lain, Facebook menyadari bahwa kebijakan ini akan berdampak ke penerbit konten. Untuk itu, Facebook mengatakan akan mempelajari dampak perubahan ini.
"Di saat kami mendapat lebih banyak masukan dari uji coba ini, kami akan membagikan pembaruan dari apa yang kami pelajari dan akan terus melakukan perubahan yang sesuai," kata juru bicara Facebook.
Terkini Lainnya
- Cara Cek Numerologi di ChatGPT yang Lagi Ramai buat Baca Karakter Berdasar Angka
- 61 HP Samsung yang Kebagian One UI 7
- AMD dan Nvidia Kompak Umumkan Tanggal Rilis GPU Terbarunya
- 15 Masalah yang Sering Ditemui Pengguna HP Android
- Sempat Keluar dari Indonesia, 4 Merek Smartphone Ini Comeback ke Tanah Air
- Keracunan Data, Modus Baru Menyasar Pelatihan AI
- Oppo A3i Plus Resmi, HP Rp 3 Jutaan dengan RAM 12 GB
- Broadcom dan TSMC Ingin Pecah Intel Jadi 2 Perusahaan
- WhatsApp Sebar Fitur Tema Chat, Indonesia Sudah Kebagian
- Bocoran Harga Xiaomi 15 Ultra yang Meluncur Sebentar Lagi
- 2,5 Miliar Akun Gmail Terancam AI Hack
- Arti “Fortis Fortuna Adiuvat” yang Sering Muncul di Bio TikTok dan Instagram
- Ditunjuk Jadi "Staff Khusus", Berapa Gaji Elon Musk?
- Meta Bikin Mesin "Pembaca Pikiran" Bertenaga AI, Begini Bentuknya
- Cara Mengaktifkan Kembali M-Banking BCA Terblokir Tanpa Harus ke Bank
- Rayakan Ulang Tahun ke-20, Nokia 6310 Dirilis Ulang
- Asus Zenfone 8 Meluncur di Indonesia, Ini Harganya
- Pemerintah Akan Tangguhkan Penerbitan Izin Pinjol Baru
- Arti Emoji Bendera Merah yang Ramai di Twitter
- Cari Film di Netflix Bisa Pakai Kode Rahasia, Begini Caranya