Harga Bitcoin Turun Drastis, Berkurang Hampir Rp 100 Juta dalam Sehari

- Harga mata uang kripto Bitcoin (BTC) kembali berfluktuasi. Dari pantauan KompasTekno di laman CoinDesk, harga bitcoin sempat menyentuh angka 52.000 dollar AS atau sekitar Rp 731 juta (kurs Rp 14.135) pada Selasa (23/2/2021) pagi.
Namun, pada Selasa petang, harga Bitcoin merosot tajam ke angka sekitar 45.000 dollar AS (sekitar Rp 632 juta). Dengan kata lain, Bitcoin mengalami penurunan nilai sebesar 7.000 dollar AS atau hampir Rp 100 juta di hari yang sama.
Harga Bitcoin sempat merangkak naik dan kembali turun selang beberapa jam dan tetap berada di bawah 50.000 dollar AS hingga Rabu (24/2/2021) pagi. Nilanya saat berita ini ditulis adalah 49.767 dollar AS (sekitar Rp 699 juta).
Baca juga: Cerita di Balik Keputusan Elon Musk Borong Bitcoin Rp 21 Triliun
Bitcoin meroket pada awal Februari setelah perusahaan mobil listrik Tesla memborong uang kripto itu dengan nilai setara 1,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 21 triliun.
CEO Tesla, Elon Musk, kemudian mengunggah kicauan di Twitter yang kemungkinan mempengaruhi pergerakan harga Bitcoin. "BTC & ETH (Ethereum) terlalu tinggi (harganya)," tulis Musk dengan handle @elonmusk, akhir pekan lalu.
That said, BTC & ETH do seem high lol
— Elon Musk (@elonmusk) February 20, 2021
Musk berkicau setelah nilai kapitalisasi pasar bitcoin mencapai 1 triliun dollar AS (sekitar Rp 14.077 triliun) untuk pertama kalinya pada hari Jumat (19/2/2021).
Bitcoin dinilai tidak efisien dan boros energi
Sekretaris keuangan AS, Janet Yallen juga mengutarakan kekhawatirannya terkait mata uang kripto dalam sebuah wawancara.
Dirangkum KompasTekno dari Market Business Insider, Rabu (24/2/2021), Yallen mengatakan bahwa mata uang kripto seperti Bitcoin tidak efisien untuk digunakan sebagai alat pembayaran.
"(Mata uang kripto) Adalah cara yang tidak efisien untuk melakukan transaksi dan jumlah energi yang dikonsumsi untuk memproses transaksi sangat mengejutkan," kata Yellen.
Penambangan mata uang kripto memang membutuhkan listrik yang sangat besar. Universitas Cambridge, dalam sebuah laporan memaparkan bahwa konsumsi listrik yang digunakan untuk menambang Bitcoin lebih banyak ketimbang konsumsi listrik di Pakistan dalam setahun.
Baca juga: PLN Malaysia Merugi Rp 30 Miliar gara-gara Penambang Bitcoin
Penambangan bitcoin dalam setahun membutuhkan 123,64 terra-watt (TWh) listrik, sementara seantero Pakistan hanya mengonsumsi 120,56 TWh per tahun. Yellen juga khawatir Bitcoin digunakan untuk melakukan transaksi gelap.
"Saya tidak berpikir bahwa Bitcoin bisa digunakan seacara luas sebagai mekanisme transaksi," kata Yellen.
Selain Bitcoin, harga mata uang kripto Ether juga turun di hari Selasa. Saat ini, harga Ethereum berada di angka 1.611 dollar AS (sekitar Rp 22,6 juta), turun 5,77 persen dalam 24 jam menurut pantauan CoinDesk.
Terkini Lainnya
- Trump Sebut Elon Musk Akan Mundur dari Pemerintahan
- Rumor Terbaru iPhone 17 Pro: Fanboy Siap-siap Kecewa?
- Ketika Grok AI Jadi Cara Baru Lempar Kritik di X/Twitter...
- 26 iPhone yang Akan Kebagian iOS 19
- ChatGPT Dituntut karena "Asbun", Tuding Pria Tak Bersalah Pembunuh
- Akun Non-aktif X/Twitter Akan Dijual mulai Rp 160 Juta
- Cara Hapus GetContact Permanen biar Identitas Kontak Tetap Aman
- Cara Melihat Garis Lintang dan Bujur di Google Maps dengan Mudah dan Praktis
- Apa Itu Grok AI dan Bagaimana Cara Menggunakannya?
- 7 Cara Menghapus Cache di HP untuk Berbagai Model, Mudah dan Praktis
- Samsung Rilis Vacuum Cleaner yang Bisa Tampilkan Notifikasi Telepon dan Chat
- 3 Cara Menggunakan Chatbot Grok AI di X dan Aplikasi HP dengan Mudah
- Poco M7 Pro 5G Resmi di Indonesia, Harga Rp 2,8 Juta
- Siap-siap, Harga iPhone Bakal Semakin Mahal gara-gara Tarif Trump
- Grok Jadi Aplikasi Terpisah, Bisa Diunduh di HP dan Desktop
- Ketika Grok AI Jadi Cara Baru Lempar Kritik di X/Twitter...
- Kerajaan Arab Saudi Borong Saham Rp 46 Triliun dari 3 Perusahaan Game
- Riset Ungkap Lebih dari Separuh Penduduk Indonesia "Melek" Media Sosial
- Ini Dia 10 Game Mobile Terpopuler di Indonesia
- Pengguna Internet Indonesia Tembus 200 Juta, Hampir Semua "Online" dari Ponsel
- Ini yang Dicari Netizen Indonesia di Google Selama Pandemi