Mantan CEO Google: Media Sosial Akan Banyak Dibatasi
- Bukan rahasia lagi bahwa misinformasi, seperti hoaks hingga teori konspirasi yang banyak beredar di media sosial dan bisa menyesatkan publik.
Mantan CEO Google Eric Schmidt pun menyadari sisi gelap yang disebutnya sebagai efek samping dari medsos ini.
Schmidt yang pernah menjadi orang nomor satu di Google ini berpendapat bahwa bakal ada lebih banyak peraturan yang mengatur internet dalam beberapa tahun ke depan gara-gara hal tersebut.
"Konteks jejaring sosial yang berperan mengamplifikasi orang dengan kecerdasan kurang dan orang dengan masalah kejiwaan ini bukanlah tujuan awal kami," ujar Schmidt ketika berbicara dalam sebuah konferensi virtual yang digelar oleh Wall Street Journal, Rabu lalu.
Dia tidak menjelaskan siapa yang dimaksud dengan "kami", apakah Google atau pelaku lain di dunia teknologi.
"Kecuali industri bisa mengatasi masalah mereka dengan cara yang sangat cerdik, akan ada regulasi," lanjut Schmidt.
Baca juga: Film Dokumenter The Social Dilemma di Netflix Gambarkan Seramnya Media Sosial
Schmidt adalah sosok pimpinan yang mengakuisisi YouTube untuk Google ketika masih menjabat sebagai CEO pada 2006 lalu. YouTube kini menjadi salah satu platform media sosial yang banyak dipakai untuk menyebarkan misinformasi.
Sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Bloomberg, Minggu (25/10/2020), YouTube sebenarnya telah berusaha mengurangi penyebaran misinformasi dan kebohongan, termasuk tentang Covid-19 dan politik Amerika Serikat, tapi hasilnya masih belum pasti.
Media sosial lain, seperti Facebook dan Twitter, dalam beberapa tahun belakangan juga banyak dikritik karena marak dimanfaatkan sebagai medium untuk menyebarkan pesan-pesan diskriminatif dan bernada rasisme.
Schmidt sendiri menjabat sebagai CEO Google hingga 2011, kemudian menjadi Executive Chairman di Alphabet -perusahaan induk Google. Dia lalu meninggalkan Alphabet pada 2019, tapi masih menjadi salah satu pemegang saham terbesarnya.
Selain media sosial, Schmidt juga mengomentari bisnis pencarian Google di internet yang belakangan menjadi sorotan Departemen Kehakiman AS dalam sebuah gugatan antitrust. karena dipandang terlalu dominan.
Menurut dia, Google bisa sukses karena lebih dipilih oleh orang-orang dibanding kompetitor, bukan karena sengaja menggunakan dominansinya untuk menjegal pesaing.
"Saya tak setuju dengan mereka. Pangsa pasar Google tidak 100 persen," ujar Schmidt.
Baca juga: Karyawan Google hingga Facebook Mengaku Lebih Lelah Kerja di Rumah
Terkini Lainnya
- Cara Menghapus Akun Facebook yang Sudah Tidak Dipakai, Mudah dan Praktis
- HP Berkemampuan "Underwater" Realme GT 7 Pro Rilis Global, Ini Spesifikasinya
- Yahoo Mail Kebagian Fitur AI, Bisa Rangkum dan Balas E-mail Langsung
- Perbedaan Chromebook dan Laptop Windows yang Perlu Diketahui
- Oppo Reno 13 Series Meluncur Sebentar Lagi, Ini Tanggal Rilisnya
- Janji Terbaru Apple di Indonesia, Rp 1,5 Triliun untuk Cabut Blokir iPhone 16
- China Pamer Roket yang Bisa Dipakai Ulang, Saingi Roket Elon Musk
- 10 Cara Mengubah Tulisan di WhatsApp Menjadi Unik, Mudah dan Praktis
- Ini Dia, Jadwal Rilis Global dan Daftar HP Xiaomi yang Kebagian HyperOS 2
- 2 Tim Indonesia Lolos Grand Final "Free Fire" FFWS Global 2024 di Brasil
- Hati-hati, Hacker Gunakan File ZIP untuk Menyusup ke Windows
- Dua Perangkat Apple Ini Sekarang Dianggap "Gadget" Jadul
- Valuasi Induk TikTok Tembus Rp 4.755 Triliun
- WhatsApp Siapkan Desain Baru, Ini Bocoran Tampilannya
- Headphone Vs Earphone, Mana yang Lebih Aman Digunakan?
- Pertumbuhan Pelanggan Netflix Dilaporkan Melambat
- WhatsApp Business Tidak Akan Gratis Lagi
- Superkomputer Tunjukkan Cara Penularan Virus Corona di Restoran
- Adobe Illustrator Akhirnya Tersedia di iPad
- Riset: Indeks Kebebasan Internet di Indonesia Terus Menurun