cpu-data.info

Kalau 5G Telat Hadir, Indonesia Diprediksi Bisa Rugi Rp 1.600 Triliun

Ilustrasi 5G
Lihat Foto

-  Jaringan 5G di Indonesia diproyeksikan bisa menyumbang sebesar 9,3 - 9,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp 2.802 - Rp 2.874 triliun pada tahun 2030, dengan catatan jaringan 5G mulai bergulir setidaknya tahun 2021.

Perkiraan tersebut dipaparkan Ivan Samuels, peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam acara Unlocking 5G Potential for Digital Economy in Indonesia yang dihelat secara online, Kamis (24/9/2020).

Idealnya, menurut Ivan, jaringan 5G paling telat bergulir tahun 2023. Jika tidak, Indonesia bisa saja mengalami potential loss atau kehilangan potensi ekonomi besar yang diakumulasikan senilai Rp 1.600 triliun pada tahun 2030.

Baca juga: Jangan Salah Arti, Ini Bedanya Jaringan 5G dengan WiFi 5G

"Tapi kita juga harus realistis bahwa ada beberapa kendala, khususnya intrafungsi, kompensasi dan segala macam," kata Ivan.

Dari hasil studi Ivan, diperkirakan kontribusi jaringan 5G terhadap PDB pada tahun 2035 mencapai 9,8 persen. Pada tahun tersebut, PDB Indonesia diestimasikan mencapai angka Rp 3.549 triliun.

Ivan mengatakan dengan mempercepat kelayakan spektrum 5G, Indonesia bisa menyelamatkan nilai ekonomi pemanfaatan jaringan 5G. Pemerintah sendiri telah melakukan farming spektrum frekuensi sebesar 1.880 Mhz.

Baca juga: Kominfo Ungkap Tiga Opsi Frekuensi untuk 5G di Indonesia

Ada tiga layer yang dipersiapkan yakni super data layer (high band) di spektrum 26/28 GHz, capacity layer (middle band) di frekuensi 2.3/2.6/3.3/3.5 GHz, dan coverage layer (low band) di 700 MHz.

Acara Unlocking 5G Potential for Digital Economy in Indonesia yang dihadiri oleh S.T Liew, President for Qualcomm Taiwan and Southeast Asia, Asri Hasan Sabri, Group Chief Corporate Officer Axiata, Ivan Samuels, peneliti dari ITB, dan Ismail Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang dihelat melalui platform Zoom, Kamis (24/9/2020).
Ist Acara Unlocking 5G Potential for Digital Economy in Indonesia yang dihadiri oleh S.T Liew, President for Qualcomm Taiwan and Southeast Asia, Asri Hasan Sabri, Group Chief Corporate Officer Axiata, Ivan Samuels, peneliti dari ITB, dan Ismail Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang dihelat melalui platform Zoom, Kamis (24/9/2020).

Bukan cuma frekuensi yang disiapkan

Ismail, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang turut hadir dalam acara tersebut mengatakan untuk menggelar 5G tidak cuma frekuensi yang disiapkan, tapi juga end-to-end ecosystem.

Selain itu, instalasi infrastruktur 5G juga berbeda dengan teknologi 4G atau generasi internet sebelumnya.

"Karena tidak semata-mata pengalaman pengguna, tapi ada isu lain yang bisa kita bangun di sana, terkait use case critical mission misalnya, yang tidak terbayangkan ketika kita membangun 4G yang meningkatkan kecepatan data saja," jelas Ismail.

Baca juga: Daftar 10 Negara dengan Koneksi 5G Terkencang, Siapa Juaranya?

Ismail mengatakan pemerintah tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama seperti saat membangun 4G. Salah satu kesaahan yang disebutkan adalah infrastruktur yang kurang siap sehingga kecepatan 4G yang dirasakan pengguna kurang maksimal.

"Kita harapkan untuk 5G digelar ketika infrastruktur inti sudah siap, kemudian backhaul siap, hubungan antar middle mile siap, dan hubungan antar BTS (base tranceiver station) siap sehingga tidak terjadi hambatan di infrastruktur," jelas Ismail.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat