Perkembangan Terbaru AI Awal 2025 (Bagian II-Habis)

SELAIN DeepSeek yang telah mengguncang, potensi lain AI (Akal Imitasi/Artificial Intellegence) tahun ini adalah Agentic AI akan muncul sebagai tren teknologi strategis teratas.
Agentic AI membawa otomatisasi ke tingkat baru dengan kemampuan merencanakan, mengambil keputusan, dan beradaptasi secara mandiri.
Tren ini mendorong AI untuk mengelola alur kerja kompleks, mengkoordinasikan sumber daya, dan berkolaborasi tanpa campur tangan manusia, merevolusi berbagai sektor seperti bisnis dan penelitian ilmiah.
Baca artikel sebelumnya: Perkembangan Terbaru AI Awal 2025 (Bagian I)
Agentic AI: Peluang atau risiko?
Agentic AI adalah sistem AI yang memiliki tingkat otonomi dan dapat bertindak sendiri untuk mencapai tujuan tertentu.
Tidak seperti model AI tradisional yang hanya merespons perintah atau tugas yang ditentukan, Agentic AI dapat membuat keputusan, merencanakan tindakan, dan bahkan belajar dari pengalamannya dalam mencapai tujuan.
Agentic AI memiliki kapabilitas chaining, yaitu dapat melakukan serangkaian tindakan sebagai respons suatu permintaan, serta memecah tugas kompleks menjadi tugas-tugas kecil dan mudah dikelola.
Karena “pintar”-nya ini, maka pada 2028, diperkirakan setidaknya 15 persen pengambilan keputusan di perusahaan sehari-hari akan berjalan otonom melalui Agentic AI, demikian dilansir dari riset Gartner, 2025 Top 10 Strategic Technology Trends.
Agentic AI merupakan evolusi dari dua pengembangan awal. Pertama, AI Narrow (AI yang dirancang untuk tugas spesifik dan tidak bisa beradaptasi di luar fungsi diprogramkan).
Kedua, AI yang berkembang saat ini, yaitu Generatif AI (AI yang dapat membuat konten baru, seperti teks, gambar, audio, dan video, berdasarkan data yang telah dipelajari).
Penerapan Agentic AI memiliki beberapa risiko yang perlu dipertimbangkan masak-masak oleh perusahaan.
Pertama adalah keamanan. Dengan pengambilan keputusan yang independen dan kurangnya pemantauan, agen AI yang sudah disusupi dapat dimanipulasi untuk membuat keputusan membahayakan.
Baca juga: Review dan Outlook Industri ICT Indonesia 2025
Risiko kedua adalah perilaku tidak terduga. Karena beroperasi tanpa pengawasan manusia secara real-time, agen AI bisa saja menjalankan tugas dengan cara yang tidak dapat diantisipasi penggunanya.
Risiko ketiga, yaitu biaya, energi, dan sumber daya. Sistem agentic AI yang kompleks membutuhkan biaya tinggi serta sumber daya komputasi ekstensif yang menghabiskan banyak energi.
Risiko keempat, etika dan sosial. Jika agen AI membuat keputusan yang mengakibatkan kerugian, sulit untuk menentukan siapa yang harus bertanggung jawab.
Risiko kelima, kendali manusia. Karena kurangnya pengawasan secara real-time dari manusia, sulit untuk memonitor dan menghentikan sistem agen AI yang bermasalah tepat waktu.
Risiko keenam, ketergantungan ke pihak ketiga. AI Agentic yang sophisticated biasanya dioperasikan oleh pihak ketiga, yakni perusahaan-perusahaan yang mengkhususkan diri di bidang AI. Hal ini akan menambah ketergantungan ke pihak ketiga.
Setelah era AI Agentic, dunia diperkirakan akan memasuki era AGI/Artificial General Intelligence (AI yang memiliki kecerdasan setara manusia, dapat berpikir, memahami, dan belajar di berbagai domain tanpa batasan spesifik) serta ASI/Artificial Super Intelligence (AI yang jauh lebih cerdas daripada manusia dalam semua aspek, termasuk kreativitas, pengambilan keputusan, dan emosi).
Namun, kehadiran AGI dan ASI masih menjadi kontroversi. Di kalangan para saintis yang menggeluti AI maupun para pemikir tentang masa depan AI, eksistensi AGI dan ASI di masa depan masih menjadi big question mark (tanda tanya besar).
Pendukung narasi optimistis AI seperti Kurzweil percaya bahwa ASI akan terwujud, AI benar-benar akan lebih cerdas dari manusia.
Pendukung narasi kritis AI seperti Geoffrey Hinton, mengkhawatirkan AI yang seperti ini akan lepas kendali.
Pendukung narasi alternatif AI seperti Noam Chomsky percaya bahwa secerdas apa pun AI, khususnya LLM, sebenarnya dia hakikatnya tetap adalah mesin autofill super-cerdas. Dalam hal ini, bisa dibaca buku yang baru diterbitkan oleh ITB Press, “19 Narasi Besar AI”.
Baca juga: Mengelola Artificial Intelligence Melalui AI Governance dan Management System
Terkini Lainnya
- Macet Mudik Lebaran 2025 Bisa Dipantau lewat HP, Begini Caranya
- Paket Roaming Khusus Singapura Telkomsel Bonus Voucher GoCar
- Hasil Foto Konser NCT 127 Taipei dengan Galaxy S25 Ultra dari Jarak 100 Meter
- 2 Cara Pantau Jalan Macet Saat Perjalanan Mudik Lebaran 2025, Mudah
- HP Poco F7 Pro dan Poco F7 Ultra Resmi, Seri Ultra Pertama Meluncur
- Pakai "Prompt" Ini di ChatGPT untuk Bikin Foto ala Studio Ghibli yang Viral
- Cara Menghitung Kisaran Tarif Tol saat Mudik Lebaran di Google Maps
- Bawa Samsung S25 Ultra ke Konser NCT 127 Taipei, Hasilnya Gokil dan Jernih Banget!
- 70 Ucapan Selamat Idul Fitri 2025 Simpel dan Penuh Makna buat Dibagikan ke Medsos
- Xiaomi Rilis Redmi G27Q 240Hz, Monitor Gaming Murah dengan Spek Tinggi
- Cara Menyimpan Peta Offline di Google Maps agar Hemat Data Saat Mudik
- Samsung Galaxy A36 dan A56 Bisa Dibeli di Indonesia Hari Ini
- Harga iPhone 15 Terbaru Jelang iPhone 16 Rilis 11 April, Turun Rp 2 Jutaan
- 7 Bulan Perjalanan iPhone 16 Masuk ke Indonesia, dari Diblokir hingga Resmi Dijual
- Bos Trend Micro: Cybertron, Model AI Pertama Pengadang Serangan Siber
- Operator Seluler Akan Perebutkan Pita 2000 MHz
- Australia Tarik Peredaran Smartphone Google Pixel 4a, Ini Sebabnya
- Perkembangan Terbaru AI Awal 2025 (Bagian I)
- Pabrik Perakit iPhone Ikutan Bikin AI, Dilatih Pakai 120 GPU Nvidia
- Pengguna X Keluhkan Twitter Down, Elon Musk Sebut Ada Serangan Siber