cpu-data.info

Pertama Kalinya, Telegram Raup Untung Setelah 11 Tahun

Ilustrasi Telegram
Lihat Foto

- Aplikasi pesan instan Telegram, akhirnya meraup untung untuk pertama kalinya. Pencapaian ini menjadi tonggak sejarah perusahaan yang sudah berdiri selama sekitar 11 tahun.

CEO Telegram, Pavel Durov, mengumumkan pencapaian perusahaannya itu lewat media sosial X (dahulu Twitter). Melalui akun dengan handle @durov, pria kelahiran Rusia ini mengatakan bahwa pendapatan Telegram tahun 2024 mencapai lebih dari 1 miliar dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 16,2 triliun).

Jumlah tersebut tercatat naik tiga kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Pendapatan Telegram pada tahun 2023 adalah sebesar 342 juta dollar AS (sekitar Rp 5,5 triliun).

Baca juga: CEO Telegram Ditangkap, Aplikasinya Justru Laris Diunduh

"Total pendapatan Telegram lebih dari 1 miliar dollar AS pada tahun 2024, dan memiliki lebih dari 500 juta dollar AS cadangan kas, belum termasuk aset kripto," kata Durov dikutip dari X Twitter.

Pencapaian itu didorong oleh pendapatan iklan yang naik berkali-kali lipat. Namun bos Telegram tak merinci nominal pendapatan dari sumber yang dimaksud. 

Faktor lainnya yaitu dari layanan Telegram Premium yang naik tiga kali lipat. Menurut Durov, jumlah pengguna Telegram berbayar itu mencapai lebih dari 12 juta.

Layanan itu sendiri dirilis pada tahun 2022 dengan biaya langganan 4,99 dollar AS (sekitar Rp 80.782) per bulan. Telegram Premium melengkapi sejumlah layanan monetisasi perusahaan, selain bagi hasil ke kreator, langganan tingkat bisnis, Mini Apps dan lain sebagainya.

Baca juga: 10 Fitur Telegram Premium yang Tidak Dimiliki Versi Biasa

Pencapaian lainnya yang diraih Telegram pada akhir tahun ini yaitu pelunasan utang sebesar 2 miliar dollar AS (sekitar Rp 32,37 triliun).

Adapun tonggak sejarah ini dicapai Telegram di saat perusahaan menghadapi pengawasan ketat pemerintah Perancis, karena dianggap membantu penyebaran misinformasi dan konten berbahaya seperti pelecehan seksual anak.

CEO Telegram Pavel Durov.Telegram CEO Telegram Pavel Durov.

Karena tuduhan itu, jaksa penuntut umum Perancis pada Agustus 2024 lalu bahkan melarang Pavel Durov keluar dari Perancis. 

Selain di Perancis, Telegram juga bersitegang dengan Uni Eropa, Rusia hingga Iran karena konten ilegal yang tersebar di platform-nya. Aplikasi pesan instan ini juga dinilai kurang responsif atas permintaan penghapusan konten.

Baca juga: Akhirnya, Pendiri Telegram Buka Suara Setelah Ditangkap di Perancis

Kendati demikian, juru bicara Telegram, Devon Spurgeon menegaskan bahwa aplikasinya berkomitmen melawan misinformasi.

"Kami melakukan ini dengan menyediakan konten yang mereka ikuti (subscribe) dan menawarkan sistem verifikasi untuk membantu pengguna mengidentifikasi saluran (channel) resmi," kata Spurgeon, dikutip KompasTekno dari Bloomberg, Sabtu (28/12/2024).

"Kami juga tidak memakai algoritma yang mempromosikan konten sensasional," lanjut dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat