Jadi Atlet E-Sports, Main Game Diatur dan Jam Tidur Harus Lapor
JAKARTA, - Bagi sebagian masyarakat, bermain game adalah sesuatu yang menghabiskan waktu. Tidak jarang masyarakat berpikir bahwa pekerjaan yang berhubungan dengan game, seperti atlet e-sports, tidak memiliki prospek masa depan.
Atlet e-sports pun diremehkan karena pekerjaannya hanya bermain game terus-menerus.
Padahal, hal itu tidak benar. Setidaknya seperti itulah menurut Alfandro Stefano Nathanael selaku Head of E-sports Bigetron, yakni tim e-sports populer Indonesia yang pernah meraih titel juara di game PUBG Mobile, Mobile Legends: Bang Bang, dan lain-lain.
Alfandro menjadi pembicara dalam gelaran "Berkampus Ria" kerja sama dan brand ponsel Tecno di Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida), Jakarta Barat, Kamis (29/8/2024).
Alfandro menjelaskan bahwa ada dua jenis gamer, yaitu gamer publik dan gamer profesional.
Gamer publik adalah gamer yang tidak memiliki manajer untuk mengatur waktu bermainnya, sehingga ia bisa bermain sesuka hati. Sementara itu, gamer atau atlet e-sports profesional memiliki waktu bermain yang ditentukan oleh organisasinya.
"Kita tidak bisa sembarangan main dari pagi hingga malam. Let's say, tim Mobile Legends Bigetron di turnamen MPL ada kewajiban untuk bangun pagi," ungkap Alfandro.
Baca juga: Tecno Unjuk Kebolehan Pova 6 Pro 5G lewat Turnamen E-sports MLBB di Ukrida
Ia menjelaskan bahwa setelah bangun pagi, tim Bigetron diharuskan untuk mengikuti olahraga agar tubuh bugar dan sehat. Dengan begitu, ketika menghadapi turnamen MPL dengan format liga (format turnamen panjang yang berlangsung beberapa pekan), anggota tim Bigetron tidak gampang sakit.
"Bahkan jam tidur mereka pun dipantau. Mereka punya arloji pintar (smartwatch), dan ketika bangun pagi mereka harus membagikan jumlah jam tidurnya," imbuh Alfandro.
Kalau kurang tidur, Alfandro menjelaskan, atlet tersebut bakal ditanya apa kesibukannya selama semalam kemarin. Sebab, pola tidur sangat penting, dan akan berpengaruh pada performa serta fokus pemain dalam pertandingan.
Jadi, perlakuannya sama seperti atlet pada umumnya. Tidak sembarangan.
"Seketat (strict) itu," tegas Alfandro.
Stigma lainnya yang dihadapi atlet e-sports berkaitan dengan urusan ekonomi. Terkait hal itu, atlet e-sports mendapatkan gaji yang tidak sedikit, dan mereka pun berkesempatan mendapatkan uang tambahan jika menjadi brand ambassador.
Baca juga: 10 Atlet E-sports Indonesia dengan Penghasilan Terbesar, Capai Rp 7 Miliar
Ubah stigma negatif
Tecno Indonesia selaku sponsor acara Berkampus Ria di Ukrida menjelaskan langkah yang dilakukan untuk mengubah stigma negatif terkait industri game, setidaknya dari sudut pandang teknologi.
Terkini Lainnya
- Amerika Akan Blokir TikTok, Siapa yang Bakal Diuntungkan?
- Spesifikasi dan Harga Oppo Reno 13 5G di Indonesia
- Langkah Pertama yang Harus Dilakukan saat HP Hilang
- Kapan Sebaiknya Reset Pabrik pada HP? Begini Penjelasannya
- Ciri-ciri Penipuan di WhatsApp dan Cara Menghindarinya
- Kapan Harus Menghapus Cache di HP? Begini Penjelasannya
- Gmail Hampir Penuh? Begini Cara Cek Penyimpanannya
- Cara Menghapus Akun Google di HP dengan Mudah dan Cepat
- Tabel Spesifikasi Realme Note 60x dan Harganya, Mulai Rp 1 Jutaan
- Sah, Pemblokiran TikTok di AS Dekati Kenyataan
- iPhone 17 Series dan iPhone SE 4 Bakal Lebih Mahal?
- AS Perketat Ekspor Chip AI, Kuota GPU untuk Indonesia "Cuma" Sekian
- 10 Emoji Ini Sering Disalahartikan, Simak Makna Sebenarnya
- Tanda-tanda Google Search Mulai Ditinggalkan
- Fungsi Factory Reset di HP yang Perlu Diketahui
- Tecno Unjuk Kebolehan Pova 6 Pro 5G lewat Turnamen E-sports MLBB di Ukrida
- Tecno dan Kompas.com Gelar Kompetisi E-Sports di Kampus Ukrida
- Samsung Galaxy A55 dan Galaxy A35 Varian Baru Resmi di Indonesia, Kini Didukung Galaxy AI
- Xiaomi Rilis TWS OpenWear Stereo dan Smart Band 9 di Indonesia, Ini Harganya
- Bukti yang Membantah Teori MH370 Sengaja Didaratkan di Laut