Transformasi Telco Menjadi Techco atau Terkubur?
SINYAL perubahan model bisnis operator telekomunikasi (Telco) menjadi perusahaan teknologi (Techo) belakangan ini sedang populer.
Banyak CEO dan dewan direksi perusahaan telekomunikasi dari penjuru dunia ingin menjadikan perusahaannya tumbuh dan beradaptasi terhadap dinamika perubahan yang terjadi.
Seperti layaknya bisnis pada umumnya, di dalam bisnis telekomunikasi pun ketangkasan untuk beradaptasi dengan perubahan akan menentukan keberlangsungan bisnis.
Ini adalah cara baru untuk mencerminkan keinginan lama perusahaan telekomunikasi tradisional untuk berubah.
Scott Patty, Chief Technology Officer (CTO) dari Vodafone Group, perusahaan telekomunikasi asal Inggris menyatakan dalam DSP Leaders World Forum 2023, bahwa tantangan perubahan dari Telco ke Techo lebih banyak tentang model pengoperasian, cara-cara baru dalam mengubah budaya kerja, dibandingkan tentang teknologi.
“Perjalanan dari Telco ke Techo memerlukan persiapan panjang dan matang karena menyentuh seluruh aspek organisasi, mulai dari pengembangan produk baru, membentuk sumber daya yang dibutuhkan hingga akhirnya masuk ke pasar dan memperoleh revenue,” kata dia.
Tidak dapat dipungkiri, faktor-faktor yang mendorong perubahan dalam dunia bisnis telekomunikasi juga terus berubah.
Beberapa faktor pasar paling signifikan yang saat ini harus menjadi perhatian para pemimpin telekomunikasi adalah sebagai berikut:
- Kemungkinan resesi global
- Peraturan dan regulasi telekomunikasi yang semakin ketat
- Pemenuhan agenda ESG (Environment, Social dan Good governance)
- Meningkatnya harapan pelanggan
- Model bisnis telekomunikasi yang terus berubah
- Perubahan teknologi dapat menciptakan peluang – dan ancaman baru
- Perusahaan dengan model bisnis dan teknologi baru yang sangat kompetitif.
Dibutuhkan ketangkasan strategi untuk membentuk model bisnis telekomunikasi baru yang menyesuaikan kebutuhan masyarakat modern yang telah memasuki revolusi industri 5.0.
Karena apabila berdiam diri, sinyal perubahan tersebut akan memberi tekanan bagi model bisnis telekomunikasi tradisional yang gagal melakukan relevansi bisnis dengan kebutuhan masyarakat yang juga berubah dan bertumbuh.
Saat ini, berbagai kepentingan strategis muncul terkait masing-masing model tersebut.
Salah satu tantangan utama para pemimpin perusahaan telekomunikasi adalah memutuskan bagaimana mengatasi perubahan untuk meningkatkan potensi pertumbuhan masa depan.
Berikut beberapa langkah strategis yang bisa diambil untuk menjaga relevansi model bisnis telekomunikasi baru yang menyesuaikan dengan dinamika perubahan yang ada.
1. Memaksimalkan pemanfaatan jaringan
Kunci sukses dalam model bisnis ini mengharuskan perusahaan telekomunikasi untuk memanfaatkan jaringan konektivitas yang sudah dimiliki.
Hal ini mengharuskan perusahaan telekomunikasi tetap berpegang pada competitive advantage legacy-nya dan fokus pada penyediaan konektivitas dalam skala besar, kecepatan tinggi, serta ketersediaan tinggi.
Hal ini tentunya dilakukan dengan memanfaatkan aset modal dan investasi infrastruktur yang ada dan hanya melakukan sedikit perubahan dalam model bisnis.
Namun, model bisnis ini kemungkinan besar akan mengalami komoditisasi di mana harga akan terus naik yang berdampak pada penurunan margin tanpa adanya pertumbuhan baru di sisi volume.
Sehingga, hal utama yang harus menjadi fokus pada bisnis konektivitas adalah menurunkan biaya secara besar-besaran.
Namun para pelaku penyedia konektivitas masih harus menemukan cara baru untuk mengembangkan dan meningkatkan penggunaan jaringan jika mereka berharap dapat menjadikan model ini lebih berkelanjutan.
2. Meningkatkan managed services
Model bisnis ini memiliki fokus pada peningkatan kualitas value chain, di mana perusahaan telekomunikasi dapat menawarkan rangkaian solusi yang lengkap kepada klien, khususnya pelanggan bisnis.
Cara ini juga dapat meningkatkan volume dan penggunaan jaringan telekomunikasi tersebut. Model ini memiliki serangkaian nilai tambah yang inovatif.
Dari sisi B2B, perusahaan telekomunikasi dapat menawarkan solusi layanan keamanan siber serta layanan Managed Network Services, seperti Network as a Service (NaaS).
Kini beberapa perusahaan menyesuaikan layanan ini ke dalam sektor tertentu yang juga berpusat pada konektivitas, seperti pada layanan perbankan, manufaktur, kesehatan, asuransi, edukasi, dan ritel.
Terkini Lainnya
- iPhone XS Max dan iPhone 6S Plus Dianggap "Jadul", Masih Layak Pakai?
- iPad Mini 7 Resmi Dijual di Indonesia, Termurah Rp 9 Jutaan
- Sejarah Baru, Kekayaan Elon Musk Tembus Rp 7 Kuadriliun
- 10 Cara Mengatasi HP Mati Sendiri padahal Baterai Masih Banyak, Mudah
- Kacamata Pintar Solos AirGo Vision Meluncur, Pakai ChatGPT dan Kamera Bisa Dilipat
- Menu “Meta AI” Muncul di Instagram Juga, Ini Fungsi dan Cara Menggunakannya
- Fitur Baru WhatsApp, Bisa Sortir Kontak di WA Grup untuk Telepon
- ChatGPT Kini Bisa Analisis Keadaan Sekitar Pengguna lewat Video
- WhatsApp Bikin Fitur agar Pengguna Rajin Cek Status WA
- Desain Kamera iPhone 17 Berubah Total? Ini Bocorannya
- Cara Mengubah Warna Bubble Chat WhatsApp, Bikin Tampilan Jadi Menarik
- Langkah Terjal XL Smart akibat Merger
- 5 Momen Teknologi di Indonesia Sepanjang 2024
- Huawei Nova 13 dan Nova 13 Pro Rilis Global, Kamera 50 MP
- Kantongi TKDN, Samsung Galaxy S25 Series Siap Masuk Indonesia
- Kacamata Pintar Solos AirGo Vision Meluncur, Pakai ChatGPT dan Kamera Bisa Dilipat
- Oppo A59 Meluncur dengan Dimensity 6020, Harga Rp 2 Jutaan
- iPhone 16 dan 16 Pro Sama-sama Pakai Chip Apple A18?
- Waspada Penipu di Google Maps Sasar Usaha Rental Mobil, Beri Nomor Kontak Palsu
- Pemerintah Akan Bahas UU AI setelah DPR yang Baru Dilantik
- Kominfo Terbitkan SE yang Atur Etika Penggunaan AI