Film Pemenang Oscar “Everything Everywhere All At Once” Ternyata Diedit Pakai iMac Lawas

- Film “Everything Everywhere All At One” mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian orang. Film bergenre science-fiction yang disutradarai oleh Daniel Kwan dan Daniel Scheinert tersebut telah memboyong setidaknya tujuh penghargaan di ajang Oscar 2023.
Film ini menceritakan tentang seorang wanita bernama Evelyn, yang mengetahui bahwa dirinya punya kemampuan berpindah dimensi di alam semesta secara paralel. Kekuatan tersebut ia manfaatkan untuk menyelamatkan dunia.
Walau sinopsis film itu terdengar cukup umum, mirip film “Doctor Strange in the Multiverse of Madness", Kwan dan Scheinert mampu mengemas Everything Everywhere All At Once dengan alur yang sangat apik. Penonton juga diajak melihat kebolehan visual yang ditampilkan selama film berlangsung.
Baca juga: Pertama Kali, Film Berteknologi VR Raih Piala Oscar
Menariknya, proses pembuatan film ini tidak melibatkan banyak tim video editor di studio VFX (visual effects) yang besar, tetapi terdiri dari lima sampai tujuh editor saja. Tim yang bertanggung jawab mengedit film pun menggunakan iMac lawas versi 2017 dan aplikasi Adobe Premiere Pro.
Sejumlah pihak mungkin banyak yang mempertanyakan bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Sebab, fakta itu terdengar tampak mustahil. Spesifikasi dari iMac 2017 agaknya tidak “sengebut” itu untuk memproses animasi atau elemen visual yang berat.
Terlepas dari hal itu, pernyataan di atas dianggap sebagai salah satu terobosan di dunia perfilman. Dikarenakan film Everything Everywhere All At Once mampu menghasilkan karya yang menyaingi film-film dengan biaya produksi yang mahal menggunakan alat yang terbatas.
Dihimpun KompasTekno dari The Daily Star, Kamis (16/3/2023), pencapaian ini bisa diraih karena kru film, terutama para tim video editor memiliki dedikasi, kerja keras, dan kemauan tinggi untuk belajar. Salah satu editor independen yang mendapat penghargaan Oscar adalah Paul Rogers sebagai pemenang "Best Film Editing".
Baca juga: Seorang Mahasiswa Bobol Mac, Apple Justru Beri Imbalan Rp 1,4 Miliar
Rogers dan tim video editor-nya dilaporkan telah menghasilkan karya yang menyaingi film-film sukses beberapa tahun belakangan. Selama proses produksi, tim editor disebut menghabiskan berjam-jam untuk brainstorming dan bereksperimen hal-hal baru.
Adapun tim editor juga mendorong diri mereka belajar keterampilan (skill) baru, saling berkolaborasi secara daring (online) di rumah masing-masing. Alhasil, saat film tayang perdana, mereka mampu menampilkan animasi 3D (tiga dimensi) yang begitu kompleks dan komposisi visual yang rumit, semuanya digabung dalam satu film.
Sedikit bocoran mengenai visual dari film tersebut, saat Evelyn pertama kali mengetahui kekuatannya, penonton dapat melihat perubahan transisi antar-dimensi dengan efek visual yang sangat mulus.
Visual yang ditampilkan juga tidak dilebih-lebihkan dan sewajarnya saja. Selain itu, ketika Evelyn akhirnya bertemu musuh utama di film tersebut, ada berbagai macam animasi 3D menarik, transisi cut-to-cut yang begitu presisi, hingga membuat perbedaan warna scene film di tiap dimensi yang menyesuaikan suasana.
Seperti yang disebut di atas, film ini telah meraih tujuh penghargaan bergengsi. Ketujuh penghargaan tersebut terdiri dari Best Pictures, Best Actress, Best Supporting Actor, Best Supporting Actress, Best Director, Best Original Screenplay, dan Best Film Editing.
Produksi film Everything Everywhere All At Once setidaknya dapat dijadikan bukti bahwa penggunaan alat yang terbatas dan jumlah tim yang sedikit bukanlah hambatan untuk membuat karya hebat.
Selama ada kerja keras, kreativitas, dan semangat untuk belajar, di situ selalu ada jalannya.
Terkini Lainnya
- Ini Dia Fitur xAI Grok 3, AI Terbaru Buatan Elon Musk
- Melihat HP Lipat Huawei Mate X6 Lebih Dekat, Layar Besar Bodi Ramping
- Google Didenda Rp 202 Miliar, Pakar Dorong Regulasi Digital yang Lebih Adil
- HP Realme P3 Pro dan P3x 5G Meluncur, Bawa Baterai Besar dan Chipset Baru
- Cara Cari Ide Menu Sahur dan Buka Puasa Otomatis via AI serta Contoh Prompt
- xAI Luncurkan Grok 3, Chatbot AI Pesaing ChatGPT dan DeepSeek
- Ketika Warga Konser "Kelas Atas" Bawa Samsung S25 Ultra Nonton Seventeen "Right Here", Tribune Serasa VIP
- Inikah Tampilan Samsung Galaxy A56 dari Berbagai Sisi?
- MSI Ungkap Alasan Mau Jual PC Gaming Handheld Mahal di Indonesia
- "Perang Dingin" sejak 2020, Presiden China dan Jack Ma Berdamai?
- Lebih Dekat dengan Ponsel Lipat Tiga Huawei Mate XT Ultimate
- Spesifikasi dan Harga Moto G45 5G, HP Pertama Motorola buat “Comeback” ke Indonesia
- Perusahaan AI Elon Musk Rilis Grok 3, Diklaim Lebih Pintar dari DeepSeek
- Huawei Umumkan Gelang Pintar Band 10, Punya 100 Mode Olahraga dan Tahan 14 Hari
- Huawei FreeArc Meluncur, TWS Open-ear dengan Kait Telinga Elastis
- 5 Negara Larang DeepSeek, Terbaru Korea Selatan
- Kompetisi Mobile Legends MSC 2023 Digelar di Kamboja 10 Juni 2023
- Riset: Macet Jakarta Sumbang 961 Kg Karbon Dioksida Sepanjang 2022
- [POPULER TEKNO] Samsung Galaxy A34 dan Galaxy A54 Resmi di Indonesia | Bukti Jakarta Semakin Macet
- Apa Itu Istilah Late Capitalism yang Viral di Twitter?
- Cara Membuat Pesan Otomatis di Luar Jam Kerja di WA Bisnis