Spyware Pegasus Serang Pejabat di Negara Sekutu AS
- Pada 2019 lalu, WhatsApp mengumumkan bahwa ada sekitar 1.400 perangkat pengguna di 20 negara yang terjangkit program pengintai (spyware) buatan perusahaan Israel (NSO Group) yang dikenal sebagai Pegasus.
Dari ribuan pengguna tersebut, mereka mengklaim bahwa 100 orang di antaranya merupakan perangkat para aktivis, pengacara, jurnalis, dan akademisi.
Kini, Head of WhatsApp, Will Cathcart mengungkap informasi terbaru. Ia mengatakan bahwa para pejabat senior di pemerintahan juga menjadi target serangan spyware tersebut.
Ia tidak mengumbar berapa jumlah pejabat yang terjangkit spyware tersebut, begitu juga asal negaranya. Yang jelas, beberapa di antaranya disebut bekerja di bidang keamanan nasional di negara-negara yang merupakan sekutu Amerika Serikat (AS).
Cathcart turut mengklaim bahwa sebagian besar pengguna WhatsApp yang menjadi korban Pegasus adalah mereka yang biasanya tidak menjadi "target pengintaian".
Baca juga: Apa Itu Spyware Pegasus dan Bagaimana Cara Kerjanya?
Padahal, NSO Group mengklaim spyware Pegasus dirancang dan dijual kepada para klien mereka untuk mengintai para kriminal dan pelaku kejahatan lainnya.
Bahaya spyware Pegasus
Karena dipakai di luar tujuannya, Cathcart mengaku khawatir soal keamanan smartphone pengguna di seluruh dunia.
Sebab, apabila perangkat terinfeksi Pegasus, maka orang yang mengirimkannya bisa menguasai perangkat korban secara diam-diam.
Bahkan, orang tersebut bisa melihat riwayat interaksi dan lokasi korban, mengaktifkan mikrofon untuk menyadap pembicaraan korban, serta mengaktifkan kamera untuk mengintai pergerakan korban tanpa diketahui.
Kekhawatiran inilah yang membuat WhatsApp menggugat NSO Group pada 2019 lalu. Namun, NSO Group mengelak dan berdalih bahwa klien mereka telah menandatangani kontrak yang yang berisi bahwa Pegasus hanya akan menargetkan pelaku kriminal.
NSO Group juga mengatakan mereka tidak mengetahui penggunaan Pegasus oleh masing-masing klien.
Baca juga: Presiden Perancis Ganti Ponsel karena Spyware Pegasus
Selain langkah hukum, Cathcart mengatakan pihaknya saat ini terus melakukan pendekatan kepada pemerintah di sejumlah negara terkait bahaya dari spyware Pegasus.
Ia juga mengajak perusahaan teknologi, salah satunya Apple untuk memperkenalkan efek dari program berbahaya (malware) dan spyware sekelas Pegasus. Seperti diketahui, iPhone sendiri konon rentan terhadap spyware tersebut.
"Jika Pegasus menjangkit para jurnalis di seluruh dunia, maka spyware tersebut menjangkit para pembela hak asasi manusia di seluruh dunia, yang tentunya akan berpengaruh pada kita semua," ujar Cathcart, sebagaimana dikutip KompasTekno dari TheGuardian, Senin (26/7/2021),
"Dan apabila ponsel seseorang tidak aman, itu artinya semua ponsel tidak aman," pungkas Cathcart.
Terkini Lainnya
- Meutya Hafid Lantik Jajaran Pejabat Komdigi, Ada Fifi Aleyda Yahya dan Raline Shah
- Apa Itu Koin Jagat? Challenge Berburu Koin dari Aplikasi Jagat yang Ramai Dilarang
- 5.448 iPhone 16 Legal Masuk Indonesia Sebulan setelah Peluncuran
- Daftar Emoji Favorit Gen Z yang Bikin Chat Lebih Ekspresif
- WiFi Vs Data Seluler: Mana yang Lebih Boros Baterai?
- 3 Link untuk Pantau Kebakaran Los Angeles "Real Time", Begini Caranya
- iPhone 16 Masih Ilegal, Samsung Galaxy S25 Ultra Siap "Ngonser" Februari
- Daftar Lengkap HP Samsung yang Dapat Update Software 2025
- Pasar PC Global Naik, Berkah Windows 10 Pensiun
- Payung Tenaga Surya Ini Bisa Jadi Powerbank untuk Ngecas HP
- Elon Musk: Data untuk Latih AI Hampir Habis
- APK Bukan Singkatan dari “Aplikasi”, Begini Arti Sebenarnya
- Ponsel Lipat Tiga Samsung Meluncur Tahun Ini?
- Mengapa Desain Smartphone Kini Tampak Mirip Semua?
- Arti Emoji Kepala Batu yang Sering Digunakan dalam Percakapan Media Sosial
- Bikin Konten TikTok di Atas Crane, Influencer China Tewas Terjatuh
- Oppo A93s 5G Resmi Dirilis, Ini Spesifikasinya
- Corning Umumkan Gorilla Glass DX dan DX+ untuk Kamera Smartphone
- Jangan Tertukar, Ini Bedanya RAM, ROM, dan Memori Penyimpan Data
- Cara Download Sertifikat Vaksin Covid-19 dari PeduliLindungi.id