cpu-data.info

Menkominfo Diminta Gunakan Diskresi dan Dialog Hadapi Aturan Baru WhatsApp

Ilustrasi WhatsApp
Lihat Foto

- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memanggil perwakilan WhatsApp dan Facebook untuk membahas kebijakan privasi baru yang menjadi kontroversi.

Setelah pertemuan tersebut, pemerintah meminta WhatsApp untuk lebih transparan terkait pemrosesan data pengguna dan mematuhi undang-undang yang berlaku di Indonesia. Namun, respons pemerintah ini dinilai kurang tegas dan tidak percaya diri.

Sikap ini berbeda dengan pemerintah India yang tampak lebih "galak" dengan meminta WhatsApp menarik kebijakan privasi barunya dan menghormati data pribadi pengguna WhatsApp di India.

Pengamat kebijakan publik, Riant Nugroho, mengatakan, kegamangan Pemerintah Indonesia terhadap kebijakan WhatsApp dikarenakan belum ada dasar hukum dalam bentuk undang-undang.

Dasar hukum tersebut diperlukan untuk menjadi landasan pemerintah dalam berargumentasi ke pelaku bisnis seperti internasional seperti Facebook dan anak perusahaannya.

Baca juga: Alasan Pemerintah Indonesia Tak Bisa Setegas India soal Kebijakan WhatsApp

"Dapat dipahami mengapa pemerintah kita, khususnya Kominfo agak kurang percaya diri, karena tidak ada dasar kebijakan atau hukum yang membantu untuk menyampaikan argumentasi," jelas Riant ketika dihubungi KompasTekno, Rabu (21/1/2021).

Meskipun begitu, ada dua hal yang menurut Riant bisa dilakukan Pemerintah Indonesia. Pertama adalah memberikan penyataan kritik.

Menteri Kominfo, dalam hal ini Johnny G Plate, bisa menggunakan diskresinya sebagai pemerintah yang memiliki kewenangan untuk memberikan kritik, meskipun belum ada landasan hukum.

Kritik ini bisa menjadi sinyal dan peringatakan bagi penyedia platform agar tidak semena-mena menghimpun data pengguna di Indonesia.

Menkominfo bisa membuat pernyataan berdasarkan Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, yang berarti melindungi warga negara baik fisik maupun digital.

Sesuai dengan konstitusi ini, pemerintah bisa memberikan penegasan bahwa data pengguna hanya bisa diminta selama pengguna mengizinkan. Dalam kebijakan baru WhatsApp, pengguna hanya diberikan pilihan untuk menyetuji atau menunda persetujuan.

Jika tidak, akun terancam tidak bisa digunakan. Namun, WhatsApp akhirnya menunda pemberlakuan kebijakan yang baru dari semula 8 Februari menjadi 15 Mei.

Baca juga: Kebijakan Baru WhatsApp Ditunda, Tidak Ada Akun yang Dihapus 8 Februari

"Apabila ada pengguna di Indonesia yang tidak setuju data pribadinya (diteruskan ke Facebook), kemudian dihapus oleh aplikasi, pemerintah bisa menonaktifkan aplikasi tersebut di Indonesia. Ini penting karena Indonesia adalah salah satu negara di Asia dengan pengguna digital terbesar," jelas Riant.

Kedua, Riant mengusulkan adanya dialog yang intensif antara pemerintah dan penyedia layanan. Pertemuan intensif ini dilakukan agar penyedia platform bisa mengatur dirinya sendiri (self regulate) dengan memiliki kode etik dalam berbisnis di Indonesia.

Kominfo bisa memberikan iming-iming berupa insentif apabila penyedia platform mematuhi aturan yang ada. Insentif yang dimaksud bukan berupa uang, melainkan kemudahan operasional atau kerja sama.

Dalam pertemuan antara Kominfo dan perwakilan WhatsApp, selain meminta transparansi, Kominfo juga meminta agar WhatsApp menyediakan formulir persetujuan pemrosesan data pribadi dalam bahasa Indonesia.

WhatsApp/Facebook juga diminta melakukan pendaftaran sistem elektronik untuk menjamin pemenuhan hak pemilik data pribadi. Selain itu, WhatsApp juga harus memberikan jaminan akuntabilitas pihak-pihak yang menggunakan data pribadi.

Baca juga: Mulai Ditinggal Pengguna, WhatsApp Pasang Iklan Besar di Koran

"Mekanisme yang tersedia bagi pengguna untuk melaksanakan hak-haknya, termasuk hak untuk menarik persetujuan serta hak lain yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku," ungkap Johnny kepada KompasTekno.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat