cpu-data.info

Sama-sama Diblokir AS, Nasib Xiaomi Beda dengan Huawei

Ilustrasi logo Xiaomi dan beragam produk buatannya.
Lihat Foto

- Pekan lalu, pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah administrasi Donald Trump memasukkan Xiaomi ke dalam daftar hitam (blacklist) lantaran dianggap sebagai "perusahaan militer milik komunis China".

Daftar hitam ini berbeda dengan "Entity List" yang menjerat Huawei sejak dua tahun lalu. Perusahaan yang masuk Entity List dilarang melakukan transaksi apapun, termasuk jual-beli komponen dan software dengan perusahaan asal AS, tanpa persetujuan pemerintah AS.

Di sisi lain, daftar hitam yang menjerat Xiaomi, serta delapan perusahaan asal China lainnya, mengacu pada undang-undang otorisasi pertahanan nasional (NDAA) nomor 1237 tahun fiskal 1999.

Lewat aturan ini, para investor di AS harus melepas (divestasi) saham perusahaan-perusahaan tersebut selambat-lambatnya pada 11 November 2021. Artinya, Xiaomi masih bisa berurusan dan mendapatkan pasokan dari berbagai perusahaan AS.

Misalnya, smartphone Xiaomi di masa depan kemungkinan masih bisa mendapatkan lisensi untuk menggunakan sistem operasi (OS) Android yang mendukung berbagai layanan Google (Google Mobile Services/GMS).

Baca juga: Google: Ponsel Huawei Jangan Sembarangan Pakai Gmail, YouTube, dkk

Berbeda dengan Xiaomi, smartphone Huawei terbaru tidak boleh menggunakan OS Android yang ada GMS-nya karena dilarang bermitra dengan Google, yang notabene merupakan perusahaan asal AS.

Sehingga, ponsel-ponsel tersebut hanya bisa menggunakan OS Android versi open source saja (AOSP) yang dipadu Huawei Mobile Services (HMS) sebagai pengganti dari GMS.

Selain smartphone, Huawei juga tidak boleh memasok berbagai komponen yang berhubungan dengan 5G ke AS.

Baca juga: Ditinggal Google, Huawei Kehilangan Pendapatan Rp 196 Triliun

Efek blacklist Xiaomi lebih besar?

Sekilas, "hukuman" yang dilayangkan ke Huawei tampak lebih banyak dan efeknya lebih besar ketimbang Xiaomi. Namun, label "perusahaan militer milik komunis China" tadi tampaknya bisa mengancam bisnis Xiaomi secara global untuk jangka panjang.

Sebab, selain ditinggal oleh para investor besar, seperti Qualcomm yang sejatinya berasal dari AS, kebijakan ini diprediksi bakal memengaruhi harga saham Xiaomi di bursa efek Hong Kong (HKEX).

Seperti diketahui, Xiaomi resmi menjadi perusahaan publik di HKEX sejak 2018 lalu. Pada saat itu, Initial Public Offering (IPO) perusahaan ini dibuka dengan nilai valuasi keseluruhan sebesar 54,3 miliar dolar AS (sekitar Rp 777 triliun, kurs kala itu).

Huawei sendiri bukan merupakan perusahaan publik dan didanai sepenuhnya oleh kalangan internal. Sehingga, segala urusan terkait investasi asing kemungkinan tidak begitu berdampak kepada perusahaan, terlebih untuk jangka panjang.

Selain itu, sejumlah investor asal AS yang "kabur" dari Xiaomi juga disebut bakal memengaruhi bisnis perusahaan di sejumlah pasar penting Xiaomi, terutama di wilayah Eropa, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari AndroidPolice, Senin (18/1/2021).

Baca juga: Perusahaan Jack Ma Bakal Dinasionalisasi China, Apa Artinya?

Xiaomi klarifikasi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat