Hari Ini 6 Tahun yang Lalu, Pesawat Indonesia AirAsia QZ8501 Jatuh
- Hari ini menandai tepat enam tahun peristiwa jatuhnya pesawat Airbus A320 yang dioperasikan Indonesia AirAsia, di Selat Karimata.
Pesawat Airbus A320 dengan nomor penerbangan QZ8501 rute Surabaya- Singapura hilang kontak setelah sekitar 50 menit lepas landas dari bandar udara Juanda Surabaya, Minggu (28/12/2014).
Penyelidikan yang diungkap KNKT menyebut pesawat jatuh sambil berputar dari ketinggian 38.000 kaki. Data tersebut diungkap dari rekaman ADS-B yang diperoleh KNKT. Rekaman ADS-B itu mengandung data posisi longitudinal dan lateral pesawat.
Pada puncak ketinggian jelajah yang dicapai QZ8501, yaitu 37.600 kaki, heading pesawat kemudian berbelok lagi ke kiri.
Heading pesawat sempat berputar balik dari arah semula 310 derajat (barat laut) ke arah sekitar 130 derajat (tenggara).
Berputarnya arah pesawat itu disertai dengan proses pesawat kehilangan ketinggian atau jatuh dengan kecepatan 11.000 kaki hingga maksimum 24.000 kaki per menit.
Pesawat dengan registrasi PK-AXC tersebut mengangkut 155 penumpang dan 7 kru terbang sekitar pukul 05.30 WIB. Pesawat hilang kontak saat berada di airway M635 pukul 06.18 WIB.
Baca juga: Terungkap, AirAsia QZ8501 Jatuh Sambil Berputar
Kronologi
Sebelumnya, kapten penerbangan yang saat itu bertindak sebagai pilot monitoring meminta izin ATC Makassar (Ujung Control) untuk menyimpang ke kiri 15 nautical miles dari jalur yang seharusnya, karena di depan ada awan comulonimbus (CB), awan tebal yang harus dihindari.
ATC Makassar memberi izin. Saat itu QZ8501 terbang di ketinggian jelajah 32.000 kaki.
Tak berapa lama, saat pesawat memasuki ruang udara yang dikontrol oleh ATC Jakarta (Jakarta Upper Control), pilot pun memberitahu bahwa rute mereka sedikit menyimpang untuk menghindari awan CB.
ATC Jakarta mengidentifikasi QZ8501 di layar radar mereka dan meminta awak QZ8501 melapor jika sudah lewat dari cuaca buruk di depannya.
Tak berapa lama, pilot meminta izin kepada ATC Jakarta untuk menaikkan ketinggian jelajah pesawat dari 32.000 kaki ke 38.000 kaki.
ATC Jakarta meminta kru QZ8501 standby untuk diberi izin. Empat menit kemudian, ATC Jakarta memberi izin QZ8501 untuk naik ke ketinggian 34.000 kaki terlebih dahulu, alih-alih langsung menuju 38.000 kaki sesuai yang diminta pilot.
Namun setelah memberikan izin (clearance), awak QZ8501 tidak merespon. ATC Jakarta pun mencoba memanggil QZ8501 berkali-kali, bahkan sampai meminta traffic (pesawat lain) di dekatnya untuk mengontak QZ8501, namun usaha itu sia-sia. QZ8501 hilang kontak, dan kedipan posisinya menghilang dari radar pada pukul 06.18 WIB.
Menurut rekaman data ADS-B (radar sekunder pesawat), pesawat terdeteksi berada di ketinggian 28.000 kaki dan berada di sebelah tenggara pulau Belitung, di selat Karimata.
Baca juga: Foto Komponen Retak AirAsia QZ8501 yang Jatuh
Pencarian serpihan dan kotak hitam
Pencarian besar-besaran pun dilakukan. Badan SAR Nasional dibantu oleh TNI dan Polri, serta bantuan dari negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, mencari serpihan badan pesawat yang diperkirakan jatuh di dasar laut.
Pesawat QZ8501 ditemukan pada Selasa (30/12/2014) atau dua hari setelah hilang dari pantauan radar. Saat itu, tim gabungan menemukan serpihan pesawat AirAisa QZ8501 berikut jenazah penumpang di perairan dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Perangkat black box juga berhasil dideteksi lokasinya, 15 hari setelah QZ8501 hilang dan serpihannya ditemukan di Selat Karimata di Laut Jawa.
Adalah Kapal KN Jadayat yang berhasil menemukan lokasi black box atau kotak hitam pesawat AirAsia QZ8501 pada Minggu (11/1/2015).
KN Jadayat memiliki perangkat pinger locator dan robotic operated vehicle yang mampu mengambil visual gambar di dasar laut. Pada 7 Januari 2015 pukul 08.30 WIB, alat pinger locator menangkap sinyal kotak hitam.
Namun setelah ditemukan sinyal, pencarian sempat tertunda karena kondisi cuaca. Hingga pada 11 Januari 2015, sinyal ping yang diterima oleh ping locater menunjukkan sinyal beacon black box terkuat pada titik yang dimaksud.
Pada Senin, 12 Januari 2015 pukul 05.00, KN Jadayat kembali bergerak ke lokasi, penyelaman pertama mengarah ke bagian ekor C.77, pada 07.15 WIB tim penyelam kedua, yakni Serda Rajab Suwarno dari Dinas Selam Bawah Air Armada Timur (Armatim) berhasil mengangkat salah satu bagian kotak hitam, yakni flight data recorder (FDR).
Pada pukul 09.10 WIB, kotak hitam dibawa ke KRI Banda Aceh oleh KNKT. Kemudian pada 13 Januari 2014, tim kembali menemukan cockpit voice recorder (CVR) di sekitar 15-20 meter ke arah barat daya ditemukannya FDR.
Analisis data kotak hitam
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bekerja sama dengan biro penyelidik kecelakaan pesawat Perancis BEA (negara asal Airbus), melakukan penyelidikan dan menyusun laporan.
Kurang dari satu tahun setelah perangkat perekam ditemukan, tepatnya 11 bulan 27 hari, KNKT merilis laporan akhir (Final Report) kecelakaan Airbus A320 PK-AXC nomor penerbangan QZ8501, dan berikut adalah laporannya.
KNKT menemukan data dari FDR bahwa selama penerbangan QZ8501, lampu Master Caution menyala akibat peranti Rudder Travel Limiter yang tidak berfungsi, dan menampilkan pesan teks di monitor pesawat, bahwa peranti untuk membatasi pergerakan rudder (sayap tegak pesawat di belakang) malfungsi.
Master Caution dan pesan tersebut muncul sebanyak 4 kali berturut-turut. Pada peringatan pertama hingga ketiga, pilot melakukan troubleshooting masalah sesuai dengan prosedur yang ditampilkan oleh komputer pesawat (ECAM/Electronic Centralized Aircraft Monitoring).
Namun saat peringatan keempat muncul, data yang dicatat FDR menunjukkan bahwa kru pesawat mengambil tindakan lain untuk mengatasi masalah pesan yang muncul berulang-ulang tadi.
Berdasar data FDR, kru pesawat melakukan hal yang berbeda, yang parameternya mirip dengan apa yang terjadi tiga hari sebelumnya, 25 Desember 2014, manakala kedua CB (circuit breaker/sekring) komputer pesawat FAC (Flight Augmentation Computer) dilepas dan dipasang lagi saat di darat. Tindakan ini dilakukan untuk mereset komputer.
FDR pun mencatat peringatan kelima dan keenam yang muncul, yaitu peringatan yang menunjukkan bahwa komputer FAC 1 dan FAC 2 tidak berfungsi.
Tentang FAC sendiri, Airbus memiliki dua komputer FAC yang fungsinya adalah memberikan proteksi terhadap perilaku pesawat. Komputer tersebut membatasi gerak rudder (kendali serong), aileron (kendali guling), dan elevator (kendali angkat).
Jika kedua FAC itu mati, pesawat masih bisa terbang seperti biasa, hanya saja tidak ada komputer yang membatasi pergerakan pesawat. Autopilot dan Autothrust pun menjadi tidak berfungsi. Pilot harus menerbangkan pesawat secara manual sepanjang penerbangan.
Baca juga: Beredar Video Pesawat AirAsia Bergoncang Hebat Seperti Mesin Cuci
Bukan kerusakan serius
Terkini Lainnya
- Smartphone Vivo Y300 Meluncur, HP dengan "Ring Light" Harga Rp 4 Jutaan
- Oppo Find X8 Pro Punya Dua Kamera "Periskop", Bukan Cuma untuk Fotografi
- Ini Komponen Apple yang Akan Diproduksi di Bandung
- Inikah Bocoran Desain Samsung Galaxy S25 Ultra "Paling Dekat"?
- Jadwal M6 Mobile Legends, Fase Wild Card Hari Kedua
- Bocoran Isi Proposal 100 Juta Dollar AS Apple ke Kemenperin
- Samsung Galaxy Z Flip 7 FE Meluncur Tahun Depan?
- Oppo Find X8 Pro Punya Tombol "Quick Button", Apa Fungsinya?
- Algoritma Instagram Kini Bisa Direset, Rekomendasi Konten Bisa Kembali ke Awal
- Indonesia Juara Umum Kompetisi E-sports Dunia IESF 2024
- Cara Membuat YouTube Music "2024 Recap" yang Mirip Spotify Wrapped
- Dua Perangkat Apple Ini Sekarang Dianggap "Gadget" Jadul
- Pemerintah AS Desak Google Jual Browser Chrome
- Apakah Aman Main HP Sambil BAB di Toilet? Begini Penjelasannya
- Cara Pakai Rumus CEILING dan FLOOR di Microsoft Excel
- Bocoran Isi Proposal 100 Juta Dollar AS Apple ke Kemenperin
- Xiaomi Pastikan Mi 11 Hadir Tanpa Charger seperti iPhone 12
- Kronologi Belanja iPhone 12 Versi iBox vs Video Viral Pembeli
- Pembeli iPhone 12 yang Kritik Layanan iBox Minta Maaf
- Erajaya Tanggapi Video Viral Belanja iPhone 12 "Tidak Menyenangkan" di iBox
- Akhirnya Mediatek Ungguli Qualcomm untuk Pertama Kalinya