cpu-data.info

Joe Biden Jadi Presiden AS, Perusahaan Raksasa Teknologi "Terancam"

Presiden terpilih Amerika Serikat Joe Biden
Lihat Foto

- Politisi Partai Demokrat AS, Joe Biden dan wakilnya Kamala Harris, memenangi pemilihan presiden Amerika Serikat 2020. Biden dan Harris mendapatkan 290 suara elektoral dan dipilih oleh lebih dari 74 juta rakyat AS.

Naiknya Biden menjadi presiden AS digadang-gadang bakal membawa dampak bagi industri teknologi dan para perusahaan raksasa di dalamnya, termasuk pengelola media sosial seperti Facebook dan Twitter.

Biden, misalnya, ingin mencabut Pasal 230 dalam Communications Decency Act (CDA) tahun 1996. Pasal tersebut selama ini dipakai sebagai merupakan instrumen pelindung hukum bagi para pengelola platformmedia sosial.

Baca juga: Hak Spesial Donald Trump di Twitter Bakal Dicabut jika Kalah Pemilu

Sebab, pasal tersebut menyatakan bahwa semua posting yang diunggah oleh pengguna di sebuah platform medsos merupakan tanggung jawab si pengguna itu sendiri.

Artinya, platform yang menjadi media penyebaran tak bertanggung jawab atas isi unggahan pengguna serta kebal terhadap tuntutan hukum, meski posting itu berisi kekerasan atau hoaks.

Biden ingin menghapus Section 230 agar perusahaan teknologi pengelola media sosial memiliki tanggung jawab yang serupa dengan institusi pers soal informasi yang dimuat.

"Media tidak dapat menulis kabar yang tidak benar dan bebas dari beragam tuntutan, tetapi dia (Zuckerberg, pemilik Facebook) bisa," kata Biden dalam sebuah wawancara dengan New York Times beberapa waktu lalu, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Senin (9/11/2020).

"Berkaitan dengan industri teknologi, Pasal 230 di CDA harus dicabut sesegera mungkin dan mesti menjadi prioritas nomor satu," imbuh Biden. Belum diketahui secara pasti bagaimana langkah Biden ke depan untuk meniadakan Pasal 230 dalam CDA tahun 1996 ini.

Baca juga: Twit Protes Pilpres AS Trump Ditandai dan Disembunyikan Twitter

Selain Biden, Presiden AS Donald Trump belakangan juga menyatakan tidak setuju dengan Pasal 230 tersebut, meskipun dia sendiri sering mengunggah konten berisi misinformasi.

Namun, motivasi Trump mungkin berbeda karena dia justru berkeberatan dengan pengelola media sosial yang menandai posting unggahannya karena mengandung informasi yang kebenarannya diragukan.

Raksasa teknologi yang terlalu dominan

Isu teknologi lainnya yang dihadapi oleh Biden adalah persoalan anti-trust, menyangkut dugaan praktik anti-kompetitif oleh para perusahaan teknologi AS, termasuk Google, Facebook, Amazon, dan Apple, dalam meredam persaingan.

Baik Partai Demokrat yang mengusung Joe Biden maupun Partai Republik Donald Trump sama-sama memandang bahwa perusahaan-perusahaan raksasa teknologi ini sudah tumbuh menjadi terlalu besar sehingga terlalu dominan.

Pada Juli dan Oktober lalu, para petingginya, Sundar Pichai dari Google, Mark Zuckerberg dari Facebook, Jack Dorsey dari Twitter, Tim Cook dari Apple, dan Jeff Bezos dari Amazon ditanyai oleh Kongres AS terkait tudingan praktik monopoli oleh perusahaan masing-masing.

Kongres AS pun menerbitkan laporan setebal 449 halaman yang berisi detail penyalahgunaan posisi dominan di pasar oleh Google, Amazon, Apple, dan Facebook. Ada juga roadmap berisi langkah-langkah untuk mengerem dominasi para raksasa teknologi itu.

Baca juga: Apakah Blokir Huawei Bakal Dicabut Setelah Trump Lengser?

Di bawah pemerintahan Donald Trump, menyusul investigasi selama lebih dari satu tahun, Departemen Kehakiman AS (DOJ) telah melayangkan gugatan hukum terhadap Google karena dituding memonopoli bisnis pencarian di internet dan iklannya.

Masih belum jelas bagaimana nanti pemerintahan Joe Biden akan menanggapi isu anti-trust di kalangan para pelaku industri teknologi.

Memang ada desakan untuk memecah perusahaan-perusahaan teknologi yang dipandang sudah terlalu besar, tetapi Biden pernah mengatakan bahwa wacana tersebut masih terlalu dini. Dia disinyalir akan lebih mengandalkan regulasi dalam hal ini.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat