Ratusan Ekstensi di Google Chrome Mata-matai Pengguna

- Pengguna browser Google Chrome, khususnya yang sering memasang ekstensi, sebaiknya berhati-hati.
Pasalnya, firma keamanan siber Awake Security menemukan ada sebanyak 111 ekstensi palsu yang berbahaya.
Kebanyakan adalah ekstensi yang berfungsi sebagai penanda saat pengguna masuk ke situs yang tidak aman, dan ekstensi pengubah format file.
Ekstensi tersebut dapat mengintai pengguna dengan mengambil tangkapan layar (screenshot), mencuri kredensial log in dan mencuri password saat penggna mengetikannya di layar.
Hal tersebut tentunya membahayakan para pengguna Chrome yang menggunakan browser untuk membuka halaman-halaman yang sensitif.
Seperti pengguna yang bekerja di sektor perbankan, keuangan, kesehatan, hingga organisasi pemerintahan.
Baca juga: Google Dituntut Rp 70 Triliun gara-gara Mode Incognito di Chrome
"Aktor di balik upaya ini, telah menguatkan kehadirannya di hampir setiap jaringan," ungkap peneliti Awake Security.
Belum jelas siapa dalang di balik ekstensi ini. Namun, peneliti mengatakan bahwa sang pembuat menyantumkan kontak palsu ketika mereka mengirimkan ekstensi tersebut ke Google.
Menurut Gary Golomb, co-founder Awake, ekstensi berbahaya ini sengaja dirancang agar tidak mudah terdeteksi anti-virus komputer. Ekstensi itu kabarnya telah diunduh hingga 32,9 juta kali.
"Hal ini menunjukan bahwa sang aktor bisa menggunakan metode yang sangat sederhana untuk menyembunyikan ribuan domain berbahaya," jelas Golomb, dirangkum dari Reuters.
Meski belum terungkap siapa yang membuat, domain ekstensi berbahaya ini diketahui memiliki keterkaitan dengan perusahaan asal israel, Galcomm.
Ada sebanyak 26.079 domain terdaftar lewat Galcomm. Dari jumlah tersebut, 15.160 domain atau sekitar 60 persen di antaranya disebut berbahaya atau mencurigakan.
"Dengan mengeksploitasi tempat terpercaya pada domain registrar, Galcomm melakukan aktivitas berbahaya yang kami temukan di ratusan jaringan yang telah kami uji," jelas Golomb.
Namun, pihak Galcomm menyangkal tuduhan itu.
"Galcomm tidak terlibat dengan aktivitas berbahaya apapun," jelas pemilik Galcomm, Fogel.
Terkini Lainnya
- Netflix Buka Restoran, Bawa Konsep Serial dan Film Populer
- 2 Cara Menghentikan SMS Spam Iklan Pinjol yang Mengganggu
- Cara Blokir SMS Spam dan Promosi di HP Samsung
- MSI "Pede" Jual Konsol PC Handheld Lebih Mahal dari Asus dan Lenovo
- 4 Cara Bikin Kartu Ucapan Lebaran 2025 untuk Hampers, Cepat dan Bisa Cetak Sendiri
- Unboxing Moto G45 5G, HP Pertama Motorola "Comeback" ke RI
- Tablet "Flagship" Huawei MatePad Pro13.2 Meluncur, Bawa Fitur Olah Dokumen Level PC
- Motorola Resmi Kembali ke Indonesia, Bawa HP Moto G45 5G
- Ponsel Lipat Huawei Mate X6 Meluncur, Harga Rp 31 Jutaan
- Huawei Mate XT Ultimate Resmi Rilis Global, Smartphone Lipat Tiga Harga Rp 60 Juta
- Cara Menghapus Cache di HP Xiaomi dengan Mudah dan Praktis
- iPhone SE Tidak Ada Lagi, Ini Gantinya?
- Begini Kemampuan AI di PC Gaming Handheld MSI Claw 8 AI Plus
- Bocoran 4 Saudara Kembar Oppo Find X9
- 2 Cara Beli Tiket Kapal Feri Online untuk Mudik Lebaran 2025, Mudah dan Praktis
- Telkomsel Perluas Cakupan Layanan VoLTE ke Bogor dan Sidoarjo
- Bayar Langganan Tinder Plus Kini Bisa Pakai Pulsa Telkomsel
- Baru Empat Bulan, Layanan Cetak Foto Google Photos Sudah Dihentikan
- Harga Saham Nintendo Cetak Rekor Tertinggi Sejak 12 Tahun Terakhir
- "The Last of Us Part II" Resmi Meluncur di PS4, Ini Harganya