Kominfo Awasi "Spyware" Pegasus Pembobol WhatsApp di Indonesia

JAKARTA, - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate mengatakan sejauh ini belum ada dampak spyware Pegasus di Indonesia. Kendati demikian, Kominfo masih akan melakukan monitoring lebih lanjut terkait serangan spyware Pegasus.
"Sebentar lagi saya akan mengadakan pertemuan dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)," ujar Johnny ketika ditemui awak media di Gedung Kominfo di Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Pegasus merupakan spyware buatan perusahaan asal Israel bernama NSO Group. Spyware itu disebut bisa meretas ponsel melalui WhatsApp dan telah menyerang 1.400 pengguna WhatsApp secara global. Spyware ini antara lain menyasar para aktivis, politisi, dan jurnalis.
Baca juga: Ditemukan, Malware Android Tercanggih
Dalam kesempatan yang sama, Johnny mengimbau masyarakat untuk rutin memperbarui aplikasi yang digunakan untuk mencegah spyware dan sejenisnya. Hal senada juga diungkap Clair Deevy, Direktur Kebijakan APAC, WhatsApp.
Ia mengtakan bahwa menggunakan aplikasi versi terbaru adalah langkah penting untuk mencegah spyware. Sayangnya, Clair irit bicara soal dampak serangan Pegasus di Indonesia. "Kami belum bisa berbicara lebih detail karena sedang dalam masa gugatan," jelasnya.
Akhir bulan Oktober lalu, WhatsApp melayangkan gugatan terhadap NSO Group di pengadilan Amerika Serikat. Proses hukum tersebut saat ini masih berlangsung.
Baca juga: Voice Call Bisa Dibajak, WhatsApp Tuntut Perusahaan Israel
Dalam gugatannya, WhatsApp mengatakan bahwa NSO Group membangun malware mereka untuk mengakses pesan dan komunikasi lain setelah dienkripsi.
NSO Group disebut membuat banyak akun WhatsApp dan menyebabkan kode berbahaya tertransmisi ke server WhatsApp. Kejadian itu dikatakan terjadi pada April dan Mei.
Claire hanya kembali menegaskan komitmen WhatsApp tentang menjaga privasi dan enkripsi percakapan penggunanya.
"Kejadian semacam ini (memata-matai pengguna) bukanlah yang kami inginkan, itulah mengapa kami mengajukan gugatan ke NSO di Amerika Serikat," ujarnya.
Terkini Lainnya
- Mencoba MSI Claw 8 AI Plus, Konsol Gaming Windows 11 dengan Joystick RGB
- Cara Pakai WhatsApp Bisnis buat Promosi UMKM
- Cara Buat Kartu Ucapan Ramadan 2025 untuk Hampers lewat Canva
- Databricks Ekspansi ke Indonesia: Buka Potensi AI dan Pengelolaan Data
- GPU Nvidia RTX 5070 Ti Mulai Dijual di Indonesia, Ini Harganya
- Oppo Rilis Case dan Wallet Edisi Timnas Indonesia untuk Reno 13 F 5G
- 5 Aplikasi Al Quran untuk Mengaji Selama Puasa Ramadhan 2025
- Akamai Rilis Laporan "Defender Guide 2025" untuk Mitigasi Ancaman Siber
- Layanan Indosat HiFi Dikeluhkan Gangguan, Ada yang Sampai 9 Hari
- Cara Melihat Password WiFi di Laptop Windows 11 dengan Mudah dan Praktis
- Tabel Spesifikasi Nubia V70 Design di Indonesia, Harga Rp 1 Jutaan
- Google Bawa Fitur ala Circle to Search ke iPhone
- Microsoft Umumkan Muse, AI untuk Bikin Visual Video Game
- Chatbot AI Grok Jadi Aplikasi Terpisah, Bisa Diunduh di HP dan Desktop
- Perbedaan Spesifikasi iPhone 16 Vs iPhone 16e
- Ponsel Kamera Putar Asus Zenfone 6 Masuk Indonesia 15 November
- Lolos TKDN, Xiaomi Mi Note 10 Segera Masuk Indonesia?
- Xiaomi Mi Note 10 Resmi Meluncur dengan Kamera 108 Megapiksel
- Twitter Rilis Fitur Topik agar Pengguna Tetap "Update"
- Akhirnya Pengguna WhatsApp Bisa Tolak atau Terima Masuk Grup, Begini Caranya