Di Indonesia, OTT Asing Harus Siap Disadap dan Disensor

— Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sedang melakukan konsultasi publik terhadap Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet.
Naskah uji publik tersebut menunjukkan sejumlah poin yang akan dipakai untuk mengatur eksistensi penyedia layanan over the top (OTT), baik lokal maupun asing.
Baca: Kemenkominfo Rilis Rancangan Aturan untuk Google dkk
Layanan OTT adalah layanan yang berjalan dengan menggunakan koneksi internet milik operator telekomunikasi, yakni Facebook, Netflix, Google, WhatsApp, BlackBerry, Twitter, dan perusahaan teknologi asing lainnya.
Naskah RPM tersebut masih punya kemungkinan berubah, sesuai dengan masukan yang diperoleh dari uji publik. Namun, sementara ini, KompasTekno, Sabtu (30/4/2016), mencatat adanya sejumlah poin yang patut diperhatikan.
Dua di antaranya adalah soal penyadapan dan sensor konten. Soal penyadapan, Facebook dan kawan-kawan mesti siap memberikan data bila ternyata pemerintah membutuhkannya untuk kepentingan penyidikan atau penyelidikan tindak pidana.
Soal sensor, semua konten yang disediakan Facebook dan kawan-kawan wajib disaring sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Tidak boleh ada pornografi, radikalisme, kekerasan, atau ujaran kebencian di dalamnya.
Dengan demikian, layanan aliran film Netflix yang memiliki banyak konten untuk dewasa pun harus kena sensor. Namun, mekanisme tersebut belum diketahui, demikian halnya dengan apakah mode ramah anak yang ditawarkan Netflix sudah cukup disebut sebagai sensor.
Selain kedua poin di atas, KompasTekno juga mencatat poin-poin penting lain dari RPM mengenai layanan OTT.
Harus berbadan hukum tetap (BUT)
Penyedia layanan OTT, baik lokal maupun asing, seperti Facebook, Netflix, dan Google, wajib membuat BUT. Selain itu, perusahaan juga harus mendaftarkan layanannya ke Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
Server di Indonesia
Layanan OTT mesti menggunakan protokol internet Indonesia dan menempatkan sebagian server mereka dalam data center yang berada di dalam negeri. Tidak disebutkan apakah data center harus milik sendiri atau diperbolehkan menyewa.
Sistem pembayaran nasional
Khusus untuk layanan berbayar, pemerintah meminta agar OTT memakai sistem pembayaran nasional yang berbadan hukum Indonesia.
Kerja sama dengan operator
OTT yang menawarkan layanan serupa atau subtitutif dengan layanan telekomunikasi wajib bekerja sama dengan operator. Selain itu, OTT tersebut juga wajib menjadi penyelenggara jasa telekomunikasi. Layanan telekomunikasi yang dimaksud termasuk chatting (misalnya WhatsApp dan BBM) dan panggilan internet (misalnya Skype).
Terkini Lainnya
- Microsoft Rilis Chip Kuantum Majorana 1 untuk Komputasi Skala Besar
- Beda Budaya Bisa Gagalkan Merger
- Cara Blokir SMS Spam yang Mengganggu di HP Xiaomi
- 2 Cara Menghapus Cache di HP Realme dengan Mudah dan Cepat
- Fitur Ini "Sulap" Oppo Find N5 Jadi Remot Laptop Apple Mac
- AMD Rilis 3 CPU Ryzen AI 300 Series
- Kulkas Pintar Samsung Bespoke AI Seri RS70 Resmi, Punya Fitur Penghemat Listrik
- Video: Fitur Samsung S25 Ultra Bikin Rekam Konser Seventeen Bangkok Jadi Anti-mainstream
- Hati-hati, Setting Bawaan di iPhone Bisa Jadi "Pintu" Hacker Menyusup
- Smartwatch OnePlus Watch 3 Resmi Meluncur, Layar Lebih Besar dan Terang
- YouTube Bikin Langganan "Premium Lite", Ini Bedanya dengan Premium Biasa
- Menkomdigi Minta Platform Digital Perketat Perlindungan Anak dari Konten Berbahaya
- 8 Ciri-ciri Chat Penipuan WhatsApp, Jangan Terkecoh
- Harga Laptop Akan Naik, Bos Acer Ungkap Alasannya
- 25 Tablet dan HP Xiaomi yang Kebagian HyperOS dengan AI DeepSeek