Kotak Hitam Pesawat Kok Belum Di-Streaming?

Ditambah lagi dengan kasus menghilangnya pesawat Boeing 777-300 ER Malaysia Airlines penerbangan MH370, serta kasus AirAsia QZ8501 yang pencarian kotak hitamnya juga memakan waktu cukup lama.
Banyak pengamat penerbangan yang berpikir, mengapa di zaman yang serba terhubung ini, butuh waktu lama untuk mencari kotak hitam, padahal teknologi yang ada sat ini sudah memungkinkan untuk melakukan streaming data kotak hitam jika dalam kondisi darurat.
Kotak hitam pesawat yang terdiri atas Cockpit Voice Recorder (CVR) dan Flight Data Recorder (FDR) merekam data-data penting yang biasanya menjadi petunjuk penting dalam penyelidikan kasus kecelakaan pesawat terbang.
Namun, karena didesain tahan banting dan bertahan lama di dalam air, maka kotak hitam juga menjadi susah dicari jika tenggelam di dasar laut.
Sebagai contoh adalah Air France 447 yang butuh waktu dua tahun utnuk menemukan dan mengangkat kotak hitam dari dasar samudera Atlantik.
Walau masing-masing dilengkapi dengan pemancar sinyal darurat, namun baterai pemancar tersebut hanya bertahan selama beberapa hari saja.
Teknologi usang?
Kotak hitam pesawat adalah produk teknologi di tahun 1950-an. Hingga kini, sudah ada beberapa perubahan desain seperti materi penyimpanan data, namun secara keseluruhan, tak banyak desain yang diubah.
Menghilangnya Malaysia Airlines MH370 juga membuat para pakar dan pengamat meragukan kegunaannya.
Pierre Jeanniot, seorang insinyur Kanada yang membantu menyempurnakan teknologi kotak hitam saat masih bekerja di maskapai Air Canada 40 tahun lalu merasa perangkat kotak hitam memang sudah usang.
Jeanniot mulai mempertanyakan keefektifan kotak hitam sudah sejak sepuluh tahun yang lalu, setelah dirinya melihat kondisi pesawat yang digunakan untuk menyerang menara kembar World Trade Center di New York tahun 2001 lalu.
"Kotak hitamnya hancur berkeping-keping," ujar Jeanniot seperti dikutip KompasTekno dari CBC News. Ia berpikir saat itu, akan lebih efisien untuk mentransmisikan data penerbangan ke stasiun di darat.
"Saya yakin kalau kita bisa mengalirkan informasi melalui satelit, alih-alih harus mencari-cari sebuah kotak di antara puing reruntuhan," ujar Jeanniot yang kini menjadi anggota badan penasihat Star Navigation Systems Group, firma yang membuat sistem kotak hitam yang bisa di-live streaming-kan.
Selain Star Navigation, FLYHT Aerospace Solutions juga menawarkan solusi yang sama, yang disebut dengan Automated Flight Information Reporting System (AFIRS).
Terkini Lainnya
- Video: Fitur Samsung S25 Ultra Bikin Rekam Konser Seventeen Bangkok Jadi Anti-mainstream
- Hati-hati, Setting Bawaan di iPhone Bisa Jadi "Pintu" Hacker Menyusup
- Smartwatch OnePlus Watch 3 Resmi Meluncur, Layar Lebih Besar dan Terang
- YouTube Bikin Langganan "Premium Lite", Ini Bedanya dengan Premium Biasa
- Menkomdigi Minta Platform Digital Perketat Perlindungan Anak dari Konten Berbahaya
- 8 Ciri-ciri Chat Penipuan WhatsApp, Jangan Terkecoh
- Harga Laptop Akan Naik, Bos Acer Ungkap Alasannya
- 25 Tablet dan HP Xiaomi yang Kebagian HyperOS dengan AI DeepSeek
- Mencoba MSI Claw 8 AI Plus, Konsol Gaming Windows 11 dengan Joystick RGB
- Cara Pakai WhatsApp Bisnis buat Promosi UMKM
- Cara Buat Kartu Ucapan Ramadan 2025 untuk Hampers lewat Canva
- Databricks Ekspansi ke Indonesia: Buka Potensi AI dan Pengelolaan Data
- GPU Nvidia RTX 5070 Ti Mulai Dijual di Indonesia, Ini Harganya
- Oppo Rilis Case dan Wallet Edisi Timnas Indonesia untuk Reno 13 F 5G
- 5 Aplikasi Al Quran untuk Mengaji Selama Puasa Ramadhan 2025