cpu-data.info

Melindungi Data Pribadi di Era Digital, Tanggung Jawab yang Sering Terabaikan

Ilustrasi keamanan data.
Lihat Foto

Oleh Ardhi Atmaja Karo Karo

Asisten Penelitian Swiss German University (SGU)

PADA era digital yang semakin berkembang pesat, masih banyak individu dan organisasi di Indonesia yang mengabaikan pentingnya perlindungan data pribadi. Serangan siber dan pencurian identitas bukan lagi hal yang jarang terjadi, tetapi kesadaran terhadap risiko ini masih belum merata.

Berdasarkan data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serangan siber terhadap Indonesia terjadi sebanyak 320,02 juta pada 2022. jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 38,72 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 266,74 juta.

Walaupun demikian, masih banyak orang ceroboh. Mereka tetap menggunakan kata sandi lemah, berbagi informasi pribadi secara sembarangan di jaringan publik, dan tidak memprioritaskan keamanan digital dalam aktivitas sehari-hari.

Sebaliknya, langkah-langkah seperti penggunaan kata sandi yang kuat, enkripsi data, dan pembaruan perangkat lunak sering kali dipandang sebagai tambahan opsional, bukan kewajiban. Hal ini memperlihatkan adanya kelalaian yang besar, terutama mengingat ancaman dunia maya yang semakin canggih. Pelaku kejahatan siber selalu mencari celah dalam sistem keamanan, dan begitu data berhasil dicuri, dampaknya bisa sangat merugikan, baik bagi individu maupun perusahaan.

Baca juga: Membekali Generasi Z untuk Menjadi Profesional Unggul

Sebagai salah satu negara dengan tingkat adopsi teknologi yang tinggi, Indonesia seharusnya memiliki kesadaran yang lebih kuat mengenai pentingnya melindungi data pribadi.

Berdasarkan peringkat adopsi teknologi digital oleh World Digital Competitiveness Ranking, Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu 11 peringkat. Jika langkah-langkah perlindungan data terus diabaikan, akan semakin banyak individu dan perusahaan yang menjadi korban serangan siber.

Jenis-jenis serangan siber yang mengancam data pribadi

Serangan siber hadir dalam berbagai bentuk. Memahami beberapa jenisnya yang paling umum dapat membantu meningkatkan kesadaran akan ancaman yang ada. Berikut adalah beberapa jenis serangan siber yang sering digunakan untuk mencuri data pribadi.

  1. Phishing. Serangan phishing merupakan metode penipuan di mana penyerang mencoba untuk mendapatkan informasi sensitif seperti kata sandi atau informasi kartu kredit dengan menyamar sebagai entitas terpercaya. Phishing biasanya dilakukan melalui email palsu yang meminta pengguna untuk memasukkan informasi pribadi mereka. Di Indonesia, serangan phishing sering kali terjadi dengan berpura-pura menjadi bank atau layanan pemerintah.
  2. Ransomware. Ransomware adalah jenis serangan di mana data korban dienkripsi oleh penyerang, dan korban diminta untuk membayar tebusan agar data tersebut dikembalikan. Serangan ini bisa sangat merusak, terutama jika menyerang bisnis yang memiliki data penting. Kasus ransomware global yang terkenal adalah serangan WannaCry, yang memengaruhi banyak negara termasuk Indonesia.
  3. Man-in-the-Middle (MITM) Attacks. Serangan ini terjadi ketika penyerang mencegat komunikasi antara dua pihak, baik di jaringan Wi-Fi publik atau koneksi yang tidak aman. Informasi seperti kata sandi, data bank, atau informasi pribadi lainnya dapat disadap selama serangan berlangsung.
  4. Serangan password.: Banyak orang yang masih menggunakan kata sandi yang mudah ditebak, seperti tanggal lahir atau nama hewan peliharaan. Ini membuat mereka rentan terhadap serangan brute-force, di mana penyerang menggunakan program untuk menebak ribuan kombinasi kata sandi hingga berhasil masuk ke akun korban.

Setiap jenis serangan siber tersebut menunjukkan bahwa tidak ada data yang sepenuhnya aman jika pengguna tidak mengambil langkah-langkah perlindungan yang memadai.

Serangan-serangan ini dapat terjadi kapan saja dan pada siapa saja, dari individu hingga perusahaan besar.

Mengubah paradigma keamanan data

Tak hanya sekedar upaya teknis, perlindungan data adalah tentang mengubah cara berpikir. Individu dan organisasi perlu menyadari bahwa keamanan informasi harus diprioritaskan, bukan dianggap sebagai tanggung jawab pihak ketiga saja, seperti penyedia layanan internet atau platform media sosial.

Tantangan seperti itu memerlukan pendekatan yang lebih proaktif, di mana edukasi dan pelatihan dalam keamanan siber menjadi hal yang esensial.

Baca juga: Menggerakkan Generasi Hijau: Kontribusi Mahasiswa dalam Praktik Keberlanjutan

Banyak kejadian menunjukkan bahwa kebocoran data sering terjadi karena kurangnya pemahaman tentang cara menjaga keamanan informasi pribadi. Misalnya, penggunaan Wi-Fi publik tanpa perlindungan tambahan atau berbagi informasi sensitif di platform yang tidak terenkripsi adalah beberapa contoh dari praktik yang sering diabaikan. Padahal, konsekuensinya bisa sangat besar, seperti pencurian identitas, penyalahgunaan informasi finansial, atau bahkan sabotase bisnis.

Salah satu langkah yang dapat diambil adalah menerapkan praktik-praktik keamanan yang sederhana, tetapi efektif, seperti berikut.

  1. Penggunaan kata sandi yang kuat. Hindari menggunakan kata sandi yang mudah ditebak, dan buat kombinasi yang rumit menggunakan huruf besar, kecil, angka, dan simbol. Kata sandi juga harus diubah secara berkala untuk menjaga keamanannya.
  2. Enkripsi data. Data sensitif yang disimpan, baik di komputer atau di cloud, sebaiknya dienkripsi. Ini akan melindungi data tersebut dari pencurian atau penyadapan.
  3. Otentikasi Dua Faktor (2FA). Banyak layanan online sekarang menawarkan otentikasi dua faktor, yang menambah lapisan keamanan ekstra dengan meminta kode tambahan selain kata sandi.
  4. Menggunakan jaringan virtual pribadi (VPN). Saat menggunakan Wi-Fi publik, Anda disarankan untuk menggunakan VPN yang dapat menyembunyikan aktivitas internet dari pihak ketiga yang mungkin berusaha memata-matai.

Kebijakan dan regulasi perlindungan data di Indonesia

Indonesia sudah mulai bergerak maju dalam hal perlindungan data pribadi dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang baru disahkan. UU ini bertujuan melindungi hak privasi individu atas data pribadinya, serta menetapkan sanksi bagi pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan data.

Baca juga: Ada Apa dengan Akuntansi dan Gen Z?

Namun, meskipun sudah ada regulasi yang lebih jelas, penerapan dan kepatuhan terhadap undang-undang ini masih menjadi tantangan besar. Banyak perusahaan yang masih belum siap dengan mekanisme perlindungan data yang memadai, sementara masyarakat luas masih belum sepenuhnya memahami pentingnya menjaga data pribadi mereka dengan aman.

Mempersiapkan diri untuk masa depan digital

Dalam menghadapi ancaman yang terus berkembang, penting untuk membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan yang tepat. Teknologi keamanan terus berubah, dan tanpa pemahaman yang mendalam tentang perkembangan terbaru, individu maupun organisasi akan selalu berada satu langkah di belakang para penyerang.

Untuk mereka yang ingin berkontribusi dalam melindungi data dan mengatasi tantangan keamanan informasi, program Master of Information Technology (MIT) di Swiss German University (SGU) menawarkan solusi.

Dengan peminatan Data Science Cyber Security, program ini memberikan kesempatan untuk mempelajari teknik terbaru dalam menganalisis serangan siber, melindungi data, dan mengembangkan solusi keamanan yang inovatif.

Dengan kurikulum yang dirancang sesuai dengan kebutuhan industri, peminatan ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang keamanan informasi, serta keterampilan praktis yang diperlukan untuk menghadapi tantangan di era digital. Ini adalah kesempatan untuk menjadi bagian dari generasi profesional yang siap mengatasi ancaman keamanan siber yang semakin kompleks.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat