cpu-data.info

Apakah AI Akan Mengancam Karier Kita? (Bagian II-Habis)

Ilustrasi kecerdasan buatan.
Lihat Foto

PERTANYAAN soal kesadaran AI akan kembali merujuk data riset telematika. Survei terbaru yang dilakukan Casper Wilstrup, peneliti AI, menunjukkan, 68 persen responden percaya sistem AI sudah sadar atau akan segera mencapai kesadaran.

Hal ini, antara lain, didasari tesis bahwa perkembangan AI itu mengikuti teori evolusi, atau kompleksitas pengelolaan big data-nya akan menyebabkan kesadaran.

Baca juga: Apakah AI Akan Mengancam Karier Kita? (Bagian I)

Lantas, jika benar kesadaran AI muncul, maka lahirlah potensi ancaman sekaligus meningkatkan kekhawatiran etika. Misal, siapa yang bertanggungjawab jika AI malah menjadi otak tindak kriminal?

Namun di sisi lain, ada pula pendapat menyangkal merujuk aksioma ex nihilo nihil fit, yakni dari ketiadaan maka tidak ada yang muncul.

Hal ini selaras pendapat ilmuwan matematik Austria, Kurt Godel, yang pada 1931 mendemonstrasikan bahwa teori apa pun yang mampu membuktikan aritmatika dasar, pasti-lah tidak konsisten atau tidak lengkap.

Karenanya, seluruh AI yang saat ini didasarkan algoritma matematis, betapapun kompleksnya tetap ada dalam lingkup teorema Godel, dengan inti teori bahwa kesadaran lengkap dan konsisten pada dirinya sendiri.

Dengan demikian, AI, betapa pun kompleksnya, tidak akan memiliki kesadaran sebagaimana manusia memiliki kesadaran.

Pendapat lebih netral soal ini disampaikan Demis Hassabis, CEO DeepMind, yang mengklasifikan AI sebagai, “Computer system that turn information and data into Knowledge” (Sistem komputer yang mengubah informasi dan data menjadi pengetahuan).

Sementara jurnal ternama, Harvard Business Review per Juli 2023 juga mengategorikan AI sebagai, “Turning information and data into content. It can augment Human Creativity” (Pengubah informasi dan data menjadi konten, sehingga bisa meningkatkan kreativitas masyarakat).

Lantas, kembali ke pertanyaan awal: Apakah AI akan mengancam karier kita dengan data dan teorema tersebut? Pertanyaan ini kemudian coba dijawab konkret seorang fotografer Miles Astray asal Jerman.

Dia mengikuti foto asli bidikannya ke dalam kategori AI pada Awards Color Photography Contest untuk membuktikan bahwa konten buatan manusia tidak kehilangan relevansinya.

Berjudul Flamingone, foto seekor burung Flamingo berpose sangat menarik, ternyata berhasil meraih vote terbanyak menjadi juara!

Ketika kemudian diketahui karya tersebut merupakan foto asli, bukan kreasi AI, gelar juaranya dicabut.

Namun Mile dengan lantang berpendapat, “Bahwa alam dan penerjemah manusia masih bisa mengalahkan mesin, dan bahwa kreativitas serta emosi lebih dari sekadar deretan angka.“

Lain Miles Astray, lain lagi cerita dengan sejumlah perusahaan ternama dunia. Google telah mengumumkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ratusan karyawan di berbagai divisi seperti hardware, voice assistant, dan tim teknik sebagai bagian pememangkasan biaya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat