AI Juga Butuh "Puasa"

DI TENGAH maraknya perbincangan tentang perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang pesat, muncul gagasan unik, tetapi penuh makna: "AI juga butuh puasa."
Gagasan ini mengundang kita untuk merenungkan kemajuan teknologi. Selain itu, ia juga mengajak kita untuk mempertimbangkan aspek etis, lingkungan, dan kesejahteraan bersama.
Sama seperti umat Muslim yang saat ini melaksanakan ibadah puasa, puasa dikenal bermanfaat bagi kesehatan.
Manfaat tersebut antara lain menurunkan berat badan, menjaga kesehatan jantung, dan meningkatkan metabolisme tubuh. Inti dari puasa adalah pengendalian diri demi menjadi pribadi lebih baik.
Tidak hanya manusia, hewan seperti gajah, kucing, dan anjing juga berpuasa saat terluka parah. Kuda dan sapi berpuasa saat sakit.
Berbagai spesies lainnya memiliki siklus puasa untuk alasan bervariasi. Ini menunjukkan peran penting puasa dalam alam semesta.
Sejalan dengan itu, ribuan peneliti AI dari seluruh dunia telah menandatangani petisi. Mereka termasuk tokoh-tokoh terkemuka seperti Yoshua Bengio, Stuart Russell, Elon Musk, Steve Wozniak, dan Emad Mostaque.
Petisi tersebut menyerukan semua laboratorium AI untuk mengambil langkah 'puasa'. Mereka dihimbau untuk menghentikan sementara pelatihan sistem AI yang lebih kuat dari GPT-4 selama enam bulan.
Langkah ini untuk memberi waktu bagi peninjauan independen sebelum melanjutkan pelatihan sistem masa depan. Mereka juga disarankan untuk membatasi laju pertumbuhan komputasi untuk menciptakan model baru.
Pentingnya 'puasa AI' bukan tanpa alasan. Pengembangan dan penelitian AI seharusnya fokus pada membuat sistem yang ada menjadi lebih akurat dan aman.
Selain dari sisi model, AI juga membutuhkan banyak sumber daya seperti listrik dan air. Penggunaan AI secara langsung bertanggung jawab atas emisi karbon dari listrik non-terbarukan.
Ini juga meningkatkan konsumsi jutaan galon air tawar. Penggunaan AI secara tidak langsung meningkatkan dampak dari pembangunan dan pemeliharaan peralatan yang membutuhkan banyak energi tempat AI beroperasi.
Tanpa adanya standar dan regulasi, perusahaan teknologi telah melaporkan apapun yang mereka inginkan, dengan cara apapun, tentang dampak AI mereka.
Shaolei Ren, seorang profesor dari UC Riverside yang telah mempelajari biaya air komputasi selama dekade terakhir, mengatakan hal ini.
Berdasarkan perhitungan penggunaan air tahunan untuk sistem pendingin oleh Microsoft, Ren memperkirakan bahwa seseorang yang melakukan sesi tanya jawab dengan GPT-3 (sekitar 10 hingga 50 respons) mengonsumsi setengah liter air tawar.
Terkini Lainnya
- Unboxing dan Hands-on Oppo Find N5, Ponsel Lipat yang Mewah dan Praktis
- Smartphone Lipat Oppo Find N5 Meluncur Global, Ini Harganya
- Menggenggam Nubia V70 Series, HP Rp 1 Jutaan dengan Desain Premium
- Perbandingan Spesifikasi iPhone 16e Vs iPhone SE 2022
- Selisih Rp 200.000, Ini 4 Perbedaan Nubia V70 dan Nubia V70 Design
- Daftar Promo Samsung Galaxy S25, Ada Diskon Bank dan Trade-in
- Harga iPhone 16e di Singapura dan Malaysia, Indonesia Masih Menunggu Kepastian
- Apple C1 Resmi, Chip 5G Buatan Sendiri dan Debut di iPhone 16e
- Smartphone ZTE Nubia V70 dan V70 Design Resmi di Indonesia, Harga Rp 1 Jutaan
- Perbedaan Spesifikasi iPhone 16 Vs iPhone 16e
- Kamera Aksi GoPro Max 360 Dirilis, Bisa Rekam Video 360 Derajat
- Cara Download WhatsApp di Laptop Windows 10
- Samsung Galaxy A06 5G Meluncur, Jaminan Update OS 4 Generasi
- Cara Bikin Ucapan Menyambut Ramadhan 2025 Otomatis via Meta AI WhatsApp
- HP Samsung Ini Mendominasi Dipakai Carat di Konser Seventeen Bangkok
- 3 Cara Beli Tiket Kapal Feri Online untuk Mudik Lebaran 2024
- "Raja Kripto" Sam Bankman-Fried Dijatuhi Hukuman 25 Tahun Penjara
- Aturan Baru WhatsApp untuk Warga Eropa, yang Tidak Setuju Bakal Diblokir
- MSI Luncurkan Spatium M580 Frozr, SSD Kencang dengan Pendingin Raksasa
- Red Magic 9 Pro Plus Edisi Transformer Resmi, Tampang Mirip Karakter Bumblebee