cpu-data.info

AI dan Jurnalistik: Pemusnah Profesi atau Partner Kolaborasi?

Ilustrasi pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI).
Lihat Foto

Oleh: Kathleen Alicia Bong*, Ingki Rinaldi**, & Palupi Annisa Auliani

TEKNOLOGI kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) dalam praktik jurnalistik bukanlah hal baru. Setidaknya sejak sekitar satu dekade silam, Associated Press (AP) sudah menggunakannya.

Dikutip dari laman ap.org, upaya penggunaan AI dimulai AP pada 2014 tatkala desk “Business News” mulai mengotomasi produksi konten berita-berita yang berhubungan dengan pendapatan berbagai perusahaan.

Sekitar empat tahun kemudian, Xinhua, kantor berita di China, mulai menggunakan news anchor buatan yang dihasilkan AI.

Penggunaan teknologi AI dalam bidang itu merupakan yang pertama di dunia. Penampilannya disebut sebagai pembaca berita artifisial yang tanpa capek menyimulasikan suara, gerakan wajah, dan gestur dari penyiar manusia. (Kuo, 2018).

Lalu, setelah teknologi AI generatif-komunikatif ChatGPT (Generative Pre-trained Transformer) yang dikembangkan OpenAI dibuka kepada publik pada akhir 2022, terjadi perluasan pengadopsian AI di berbagai bidang.

Baca juga: Babak Baru Perang Kecerdasan Buatan: Bard Menjawab Tantangan ChatGPT

Perluasan itu termasuk ke bidang visual kreatif, pemrograman komputer, penulisan kreatif, dan pendidikan. Perkembangan signifikan adopsi AI terjadi juga dalam praktik jurnalistik.

Salah satu yang relatif revolusioner dalam perluasan penggunaan AI dalam praktik jurnalistik adalah peluncuran NewsGPT (newsgpt.ai) pada Maret 2023. Ini adalah platform pemberitaan yang sepenuhnya mengandalkan teknologi AI untuk menghasilkan konten.

Platform NewsGPT bahkan dengan berani mengusung tagline “The Unhuman Truth – By AI”. NewsGPT mengklaim pula kemampuan menghasilkan berita yang tidak bias dan tanpa agenda tersembunyi.

Di Indonesia, Beritagar.id yang pada 2019 berubah nama menjadi Lokadata.id, juga pernah melakukan eksperimen dengan menggunakan teknologi AI untuk menghasilkan berita hasil pertandingan sepak bola.

Produk yang diperkenalkan pada 2018 tersebut dikenal dengan nama Robotorial. Namun, Amran & Irwansyah (2018) menyebutkan bahwa Robotorial tidak sepenuhnya melakukan praktik elemen jurnalisme menyusul belum adanya kesadaran etika sebagaimana dimiliki manusia.

Riset Amran & Irwansyah juga menemukan bahwa peran jurnalis manusia masih dibutuhkan saat menulis berita selain hasil pertandingan.

Baca juga: Teknologi Digital dan Kecerdasan Buatan Hanya Ancaman buat Pekerjaan Manusia?

Belakangan, seiring semakin maraknya platform dan aplikasi penghasil gambar bergerak dari teks berteknologi AI yang tersedia secara terbuka di jejaring internet, stasiun televisi TV One juga mula menghadirkan presenter AI pada 21 April 2023.

Meskipun, stasiun televisi itu tetap mempertahankan presenter manusia sebagai host utama.

Praktik jurnalistik berbasis AI telah dan terus pula dijajal dan dijalankan di , salah satu media online yang berupaya untuk tak pernah berhenti berinovasi.

Secara garis besar, eksplorasi AI di mencakup ranah machine learning berbasis algoritma otomatisasi dan penggunaan AI generative dalam produksi konten.

Di antara proyek AI yang sudah dan masih dijalankan di media ini mulai dari rekomendasi video dan artikel otomatis, virtual host, perluasan cara memilih dan memilah angle artikel, hingga modifikasi teks menjadi video.

Redaktur Pelaksana , Amir Sodikin, menyatakan penggunaan AI di media ini punya sejumlah sasaran peluang.

Tercakup dalam sasaran itu antara lain upaya mendongkrak efisiensi dan produktivitas, memperbanyak sumber daya untuk pewujudan jurnalisme berkualitas, serta membidik pengguna baru berdasarkan preferensinya.

“Sejumlah aturan kami lekatkan dalam semua eksperimen berbasis AI,” ujar Amir dalam perbincangan dengan penulis, pekan lalu.

Di antara aturan tersebut, sebut Amir, adalah kehadiran disclaimer atas setiap konten hasil produksi AI, kepastian ada pendampingan manusia, AI tidak dipakai untuk konten sensitif, serta AI tidak digunakan dalam pembuatan berita tentang isu aktual yang masih berlanjut (running).

Kolaborasi teknologi dan manusia

Daugherty & Wilson (2018) dalam karya berjudul “Human + Machine: Reimagining Work in the Age of AI” menuliskan tentang teknologi AI yang saat ini memungkinkan mesin dan manusia bekerja kolaboratif dengan cara-cara terbaru.

Kerja kolaboratif tersebut mengubah kebiasaan kerja dan menuntut kita untuk mengelola para pegawai dan aspek operasional dalam cara-cara yang secara dramatis berbeda dengan sebelumnya.

Baca juga: Begini Bunyi Virus Corona saat Jadi Musik...

Kolaborasi antara manusia dan mesin itu pula yang menjadi pemahaman sejumlah praktisi dan atau pakar jurnalistik atas kehadiran AI. Salah satunya diungkapkan Mattia Peretti, saat menjadi Manajer JournalismAI pada 2022.

Paretti mengatakan, bukannya menggantikan atau bahkan merampas pekerjaan jurnalis, AI hanya sebatas alat yang dapat digunakan untuk mendukung jurnalis dalam melaksanakan tugas mereka.

Journalism AI adalah proyek riset dan pelatihan yang diselenggarakan Polis, sebuah lembaga think tank jurnalisme internasional di London School of Economics and Political Science.

Pada dasarnya, AI tidak mempunyai akuntabilitas atas pekerjaannya. Tidak ada sosok yang konkret di balik hasil pekerjaan AI.

Selain itu, AI juga tidak mempunyai kemampuan analisis dan berintuisi seperti yang dimiliki manusia, kemampuan untuk bersimpati dengan moral dan etika yang ada, serta rasa tanggung jawab.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat