Iklan Google Akan Berhenti Mengintip Riwayat Browsing Pengguna
-Tahun lalu Google menyatakan akan meninggalkan metode tracking iklan dengan cookie pihak ketiga di jejaring iklannya dan peramban Chrome. Tracking dengan cookiemenyesuaikan konten promosi dengan kebiasaan pengguna berselancar di internet.
Pekan ini, raksasa internet itu kembali menegaskan komitmen tersebut. Alasan Google untuk tak lagi memakai cookie pihak ketiga disebut berkaitan dengan meningkatnya kekhawatiran soal privasi dan penggunaan data pribadi dari orang-orang di internet.
"Jika periklanan digital tidak berkembang untuk mengatasi kekhawatiran tersebut, maka kami mempertaruhkan masa depan web yang bebas dan terbuka," ujar David Temkin, Director of Product Management, Ads Privacy and Trust Google, dalam blog resmi Google.
Baca juga: Mengenal Apa itu Cookie Browser dan Langkah Mengelolanya
Cookie sendiri adalah kode kecil yang dikirimkan oleh website ke perangkat pengguna untuk memonitor dan mengingat informasi tentang aktivitas pengguna itu di situs yang bersangkutan, misalnya isi keranjang belanja di situs e-commerce dan data login akun.
Nah, pengiklan menggunakan cookie pihak ketiga untuk membangun profil tentang seorang pengguna dengan mengamati riwayatnya berselancar di internet, termasuk situs-situs yang dikunjungi.
Dengan begini, pengiklan bisa mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi ketertarikan orang tersebut dan bisa menyodorkan konten promosi yang tepat sasaran.
Menurut Temkin, di industri iklan digital saat ini, data pengguna saling dibagikan oleh ribuan perusahaan. "Biasanya (data pengguna itu) diperoleh dari cookie pihak ketiga," ujar Temkin.
Baca juga: Facebook dan Google Disebut Terlalu Kuat
Sebagai bagian dari upayanya meninggalkan cookie pihak ketiga, peramban Chrome juga akan mulai memblokir third party cookies mulai 2022 mendatang. Peramban lain seperti Safari dan Firefox sudah lebih dulu melakukan hal ini sejak bertahun-tahun lalu.
Masih melacak pengguna mobile
Kendati berkomitmen menghapus dukungan cookie, bukan berarti Google akan berhenti mengintip aktivitas pengguna di internet sama sekali.
Google masih akan melacak, tapi bukan dengan mengandalkan cookie, melainkan lewat hal lain seperti inisiatif "Privacy Sandbox" yang bertujuan memungkinkan targeting iklan web sambil tetap menjaga privasi pengguna di level individu.
Dari Privacy Sandbox, lahirlah apa yang disebut dengan Federated Learning of Cohorts (FLoC). FLoC merupakan antarmuka pemrograman aplikasi (API) yang berfungsi mengelompokkan pengguna yang memiliki pola penjelajahan serupa.
Baca juga: Google Ungkap Data yang Diambil dari Pengguna iPhone
Jadi, dengan teknologi FLoC, pengiklan akan menargetkan iklan miliknya ke kelompok dengan minat yang sama, bukan ke pengguna individu. "FLoC dapat mencegah pelacakan individu namun tetap memberikan hasil untuk pengiklan dan penerbit," lanjut Temkin.
Google pun masih akan tetap mengumpulkan data yang dikumpulkan secara "first party", yakni dari layanan-layanan Google sendiri seperti YouTube dan Search. Demikian pula tracker Google di aplikasi-aplikasi mobile, yang masih akan tetap melacak pengguna.
Sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Vox, Jumat (5/3/2021), penghentian dukungan cookie pihak ketiga agaknya juga tak bakal berdampak besar ke keuangan Google.
Berdasarkan laporan keuangan terbarunya, sebagian besar pendapatan Google -lebih dari setengahnya- berasal dari Google Search, jauh lebih besar dibandingkan pendapatan dari ad network Google yang mengandalkan cookie pihak ketiga.
Sementara, Google Search tidak terpengaruh dengan rencana penghapusan cookie
Berbeda dari para pengiklan di jejaring iklan yang harus mencari pengganti cookie, misalnya seperti FLoC yang ditawarkan Google tadi.
Baca juga: Google Dituding Bayar Apple Rp 175 Triliun demi iPhone
Dengan FLoC, Google mengklaim bahwa pengiklan bisa mendapat return yang hampir sama dengan tracking berbasis cookie.
Google sendiri belakangan semakin memperhatikan masalah privasi seiring dengan meningkatnya tekanan dari regulator di berbagai belahan dunia terhadap praktik bisnis search dan targeted advertising miliknya.
Di AS saja, Google menghadapi setidaknya tiga gugatan anti-trust, termasuk yang dilayangkan oleh Departemen Kehakiman Amerika Serikat.
Terkini Lainnya
- Perbedaan Chromebook dan Laptop Windows yang Perlu Diketahui
- Oppo Reno 13 Series Meluncur Sebentar Lagi, Ini Tanggal Rilisnya
- Janji Terbaru Apple di Indonesia, Rp 1,5 Triliun untuk Cabut Blokir iPhone 16
- China Pamer Roket yang Bisa Dipakai Ulang, Saingi Roket Elon Musk
- 10 Cara Mengubah Tulisan di WhatsApp Menjadi Unik, Mudah dan Praktis
- Ini Dia, Jadwal Rilis Global dan Daftar HP Xiaomi yang Kebagian HyperOS 2
- 2 Tim Indonesia Lolos Grand Final "Free Fire" FFWS Global 2024 di Brasil
- Hati-hati, Hacker Gunakan File ZIP untuk Menyusup ke Windows
- Dua Perangkat Apple Ini Sekarang Dianggap "Gadget" Jadul
- Valuasi Induk TikTok Tembus Rp 4.755 Triliun
- WhatsApp Siapkan Desain Baru, Ini Bocoran Tampilannya
- Headphone Vs Earphone, Mana yang Lebih Aman Digunakan?
- Apa Itu Rumus COUNT di Microsooft Excel dan Contoh Penggunaannya
- Bagaimana Cara Registrasi Kartu Telkomsel Baru?
- Arti Kata "Angst" Istilah Slang yang Sering Digunakan di Media Sosial
- Kode Redeem Free Fire (FF) Gratis dari Garena, Ini Hadiahnya
- XL Tawarkan Paket Internet Unlimited Murah untuk Pelanggan Pascabayar
- Mengenal Pak Dadang, Pecatur Indonesia di Chess.com yang Kalahkan Gamer Catur Dunia
- Akal-akalan Suami Kelabui Istri, Beli PS5 Bilangnya Router WiFi
- Membandingkan Realme Narzo 30A dan Xiaomi Redmi Note 9