Tren WFH Selama Pandemi Bikin Ancaman Keamanan Siber Meningkat
- Tepat setelah Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan pandemi covid-19, banyak negara di seluruh dunia meminta seluruh warganya untuk beraktivitas dari rumah.
Hal itu membuat banyak perusahaan dipaksa menerapkan sistem bekerja dari rumah atau work from home (WFH) secara mendadak, termasuk di Indonesia. Menurut laporan Cisco, 52 persen perusahaan di Indonesia memberlakukan WFH selama pandemi.
Namun, sistem WFH memunculkan masalah baru dari sisi keamanan siber. Cisco mencatat 78 persen perusahaan yang menjadi respondennya melaporkan adanya peningkatan ancaman keamanan siber lebih dari 25 persen sejak awal pandemi, atau sekitar bulan Maret 2020.
Bahkan, lima persen perusahaan tidak menyadari ada peningkatan ancaman keamanan siber.
"Ini berisiko, khususnya bagi operasional perusahaan," jelas Marina Kacaribu, Managing Director Cisco System Indonesia, Kamis (25/2/2021).
Baca juga: Tren Teknologi 2021, dari Hybrid Cloud, AI, hingga Keamanan Siber
Ada dua hal yang menjadi ancaman keamanan siber terbesar yang dihadapi perusahaan.
Pertama adalah secure access atau akses ke jaringan atau aplikasi yang digunakan perusahaan. Kedua adalah data pribadi, seperti data penting perusahaan atau data pelanggan.
Cisco mencatat sebanyak 70 persen perusahaan menghadapi dua tantangan tersebut. Tantangan lainnya adalah proteksi terhadap malware yang dihadapi oleh 63 persen perusahaan.
Selain itu, Cisco juga mencatat adanya tantangan untuk melindungi beberapa endpoint yang cukup rentan mendapat serangan siber selama WFH, yakni laptop atau desktop kantor, aplikasi cloud, informasi pelanggan, dan perangkat pribadi.
"Sekarang dengan bekerja dari luar, semakin banyak karyawan menggunakan perangkat pribadi yang tidak diprogram perusahaan dan bukan menjadi aset perusahaan, seperti laptop atau ponsel pribadi. Hal itu meningkatkan juga risiko keamanan siber," jelas Marina.
Ada beberapa penyebab yang membuat ancaman keamanan meningkat. Menurut Cisco, salah satunya adalah kurangnya pemahaman akan keamanan siber oleh karyawan. Dengan demikian perusahaan harus memberikan edukasi yang cukup.
Baca juga: Dilema Pekerja Keamanan Siber, Banyak Dicari tapi Syarat Berlebihan
Masalah berikutnya adalah inconsistent interface. Marina menjelaskan, perusahaan sering reaktif jika terjadi masalah, namun solusi keamanan yang digunakan tidak konsisten. Terakhir adalah kurangnya kemampuan perusahaan melihat ancaman keamanan siber.
Berkaca dari ancaman keamanan siber selama pandemi, Cisco mencatat 63 persen perusahaan di Indonesia berencana meningkatkan investasi keamanan siber setelah pandemi. Sebab, 32 persen responden mengatakan akan melanjutkan sistem WFH kendati pandemi berakhir.
Terkini Lainnya
- Cara Pakai Rumus CEILING dan FLOOR di Microsoft Excel
- Cisco Umumkan Perangkat WiFi 7 Access Point Pertama, Kecepatan Tembus 24 Gbps
- Penyebab Nomor Telepon Tidak Bisa Dicek di GetContact
- Ini Sebab Bali Jadi Tempat Peluncuran Global Oppo Find X8
- Telkomsel Dukung Industri Game Nasional lewat Keikutsertaan di MPL ID S14
- Cara Membuat YouTube Music "2024 Recap" yang Mirip Spotify Wrapped
- Oppo Rilis Antarmuka ColorOS 15 Global, Sudah Bisa "Circle-to-Search"
- Tablet Oppo Pad 3 Pro Meluncur Global dari Bali, Dilengkapi AI
- Samsung Galaxy Z Flip 7 FE Meluncur Tahun Depan?
- 3 Cara Blokir Telepon Spam di iPhone dengan Mudah dan Praktis
- Algoritma Instagram Kini Bisa Direset, Rekomendasi Konten Bisa Kembali ke Awal
- YouTube Gaming Recap 2024 Dirilis, Kilas Balik Tontonan Game Sepanjang Tahun
- Oppo Find X8 Resmi di Indonesia, HP Pertama dengan Dimensity 9400
- Oppo Find X8 Pro Resmi dengan Tombol Kamera "Quick Button", Ini Harganya di Indonesia
- Suasana Peluncuran Global Oppo Find X8 Series di Bali, Dihadiri Undangan dari Berbagai Negara
- Google Ungkap Tingkat Kerumunan Masyarakat Indonesia Selama Pandemi
- Tingkatkan 4G, Telkomsel Andalkan VoLTE dan Open RAN
- Facebook dan Instagram Blokir Akun Milik Militer Myanmar
- 7 Hal yang Dicari Netizen Indonesia di Google Terkait Virus Corona
- Tingkat Kesopanan Orang Indonesia di Internet Paling Buruk Se-Asia Tenggara