Cerita Programer Muda Bikin Prediksi Covid-19, Lebih Akurat dari yang Dipakai Trump
- Perbedaan data terkait Covid-19 selalu memunculkan kontroversi. Tidak hanya di Indonesia, di Amerika Serikat pun perbedaan data terkait kasus positif Covid-19 menjadi perdebatan.
Di awal pandemi Covid-19, perbedaan data terjadi antara dua organisasi besar, yakni Imperial College London dan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), dalam memproyeksikan kasus kematian Covid-19.
Imperial College London pada April 2020 lalu memprediksi angka kasus kematian Covid-19 di AS akan mencapai 2 juta jiwa pada bulan Agustus 2020. Sementara IHME memprediksi, angka kasus kematian Covid-19 akan mencapai 60.000 di periode yang sama.
Baca juga: Kisah Junia Firdaus, Narik Ojek Online Demi Jadi Programmer
Dua proyeksi yang selisihnya sangat jauh. Perbedaan ini lantas menarik perhatian Youyang Gu.
Gu adalah pria imigran asal China yang pernah tinggal di Illionis dan California.
Dia adalah lulusan master teknik dan ilmu komputer di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Gu juga pernah mengambil studi ilmu matematika. Namun, dia tidak pernah mengambil studi yang berkaitan dengan pandemi, kesehatan masyarakat, ataupun epidemiologi.
Tapi dia tetap percaya diri untuk membuat model data untuk memprediksi kasus kematian akibat Covid-19. Pada pertengahan bulan April 2020 lalu, Gu yang tinggal dengan orangtuanya di Santa Clara, California, menghabiskan waktunya untuk merancang mesin prediksi kasus kematian Covid-19.
Dia juga membuat situs web Covid-19-projections.com untuk menampilkan angka prediksi terkait Covid-19. Ternyata, model yang dibuat Gu diklaim beberapa pihak jauh lebih akurat dibanding institusi-institusi besar yang menghabiskan dana ratusan juta dengan peneliti yang berpengalaman bertahun-tahun.
"Model buatanya adalah satu-satunya yang terlihat paling masuk akal," kata Jeremy Howard, ahli data dan ilmuwan kenamaan di Universitas San Francisco.
Baca juga: Link Pendaftaran Vaksinasi Covid-19 untuk Lansia di 34 Kota
"Model-model lain terbukti tidak masuk akal berkali-kali, tapi tidak ada perbaikan dari orang-orang yang menerbitkan proyeksi atau jurnalis yang melaporkannya," imbuh Jeremy.
Mengandalkan machine learning dan algoritma
Cara Gu mengolah data cukup "sederhana". Dia memeriksa hubungan antara tes Covid, rawat inap, dan faktor-faktor lain.
Kendalanya, data-data tersebut dilaporkan secara tidak konsisten oleh negara-negara bagian dan pemerintah federal. Data yang kemungkinan paling bisa diandalkan adalah kasus kematian harian. Data itulah yang digunakan oleh Gu.
"Model lain menggunakan lebih banyak sumber data, tapi saya memutuskan untuk menggunakan data kasus kematian sebelumnya untuk memprediksi kasus kematian di masa depan," kata Gu.
Selanjutnya, untuk mengolah data tersebut, Gu mengandalkan machine learning dan algoritma. Gu cukup berpengalaman dalam membuat algoritma. Sebab, dia pernah bekerja di industri perbankan setelah lulus dari MIT untuk membuat algoritma.
Algoritma itu digunakan untuk sistem transaksi dengan frekuensi tinggi. Oleh perusahaannya kala itu, Gu dituntut untuk membuat prediksi seakurat mungkin dengan algoritma buatannya.
Baca juga: iOS 12.5 Meluncur untuk iPhone Lawas, Ada Fitur Pelacak Covid-19
Kembali ke algoritma Covid, selama pengerjaannya, Gu selalu membandingkan data prediksinya dengan laporan total kematian kasus Covid-19 sembari menyesuaikan software machine learning yang ia gunakan agar hasil prediksi lebih akurat.
Walaupun tidak sempurna, model data yang dibuat Gu bekerja sangat baik sejak awal. Pada akhir April 2020, dia memprediksi bahwa kasus kematian akibat Covid-19 di AS akan menyentuh angka 80.000 pada tangngal 9 Mei 2020.
Kenyataannya, angka kematian yang tercatat 79,926 di tanggal tersebut. Dia juga memprediksi pada 18 Mei, angka kasus kematian akan menyentuh 90.000 kasus dan naik 100.000 kasus pada 27 Mei.
Dan sekali lagi, prediksinya tepat. Di sisni lain, IHME memprediksi bahwa angka kematian Covid di AS tidak akan melewati angka 80.000 sepanjang 2020.
Kini, kasus kematian Covid-19 di AS menyentuh angka hampir 500.000 kasus. IHME juga memprediksi penularan virus akan mereda dengan jaga jarak dan kebijakan lain.
Terkini Lainnya
- Spotify mulai Gaji Kreator Video Podcast
- Berapa Lama WhatsApp Diblokir karena Spam? Ini Dia Penjelasannya
- Sejarah Silicon Valley, Tempat Bersarangnya Para Raksasa Teknologi
- YouTube Rilis Fitur Saweran "Jewels", Mirip Coin di TikTok
- Cara Buat Daftar Isi yang Bisa Diklik Otomatis di Google Docs
- Twilio Ungkap Rahasia Cara Memberi Layanan Pelanggan secara Maksimal
- Fungsi Rumus AVERAGE dan Contoh Penggunaannya
- 2 Cara Menyembunyikan Nomor saat Telepon di HP dengan Mudah dan Praktis
- Kata POV Sering Keliru di Medsos, Begini Arti yang Benar
- Cara Langganan GetContact biar Bisa Cek Tag Nomor Lain
- Samsung Bikin Galaxy S25 Versi Tipis demi Saingi iPhone 17 Air?
- Mana Lebih Baik, Laptop Windows atau Chromebook? Begini Pertimbangannya
- AI Baru Buatan Induk ChatGPT Bisa Ambil Alih Komputer Pengguna
- Kenapa Fitur Find My Device Tidak Berfungsi? Begini Penjelasannya
- Hati-hati, Ini Dia Risiko Pakai Password Sama di Banyak Akun Media Sosial
- Oppo Reno5 F Resmi Meluncur, Harga Rp 4 Jutaan
- Membandingkan Spesifikasi Xiaomi Redmi 9T vs Poco M3
- Apple Jadi Pabrikan Smartphone Terbesar di Dunia
- Tersangka UU ITE Bisa Tak Ditahan Jika Minta Maaf
- Huawei Mate X2 Resmi Meluncur, Ponsel Lipat Berbanderol Rp 41 Juta