Sanksi Pidana di RUU Perlindungan Data Pribadi Diminta Dihapus

- Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengusulkan agar sanksi pidana pada rancangan undang-undang perlindungan data pribadi (RUU PDP) dihapus, agar tidak tumpang tindih dengan peraturan undang-undang yang sudah ada.
Menurut Marwan O Baasir, Sekjen ATSI, berkaca dari General Data Protection Regulation (GDPR) Uni Eropa, ketentuan pidana belum dicantumkan. GDPR sendiri menjadi salah satu kiblat perumusan UU PDP.
Baca juga: ATSI Minta Ada Pengawas Independen UU PDP di Luar Pemerintah
"Agak dilematis karena aturan di indonesia ada UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), ada aturan pidana korporasi Perma No. 13 Tahun 2016," jelas Marwan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama anggota DPR Komisi I yang disiarkan live di situs DPR, Kamis (9/7/2020).
ATSI juga mengusulkan sanksi denda agar lebih diringankan demi menjaga keberlangsungan industri lokal.
Senada dengan ATSI, koordinator Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi, Wahyudi Djafar juga mengusulkan agar sanksi pidana di UU PDP dihapus karena dinilai tumpang tindih dengan aturan yang sudah ada.
"Jadi, misalnya ketentuan terkait ilegal akses itu sudah ada dalam ketentuan pasal 30 juncto pasal 46 UU ITE, ketentuan terkait mengubah data juga sudah diatur dalam ketentuan pasal 32 UU ITE juncto pasal 48 UU ITE," papar Wahyudi.
Baca juga: RUU PDP, Penyalahgunaan Data Pribadi Diancam Denda Rp 70 Miliar
Begitu pula dengan jual-beli data pribadi, bisa menggunakan ketentuan mengenai penggelapan di dalam KUHP.
"Kalau mengatur ketentaun pidana seperti yang diterapkan di Denmark, (RUU PDP) harus spesifik mengatur cyber-dependent crime yang belum diatur di UU ITE," imbuhnya.
Pengaturan level denda
Sepakat dengan Marwan, Wahyudi mengatakan agar UU PDP hanya mengatur ketentuan sanksi administratif dan denda administratif saja dengan perumusan yang lebih baik, termasuk bagaimana mekanisme penjatuhan denda.
Wahyudi mencontohkan, di GDPR ada dua level denda, yakni dua persen dan empat persen dari keuntungan kotor perusahaan. Besarannya tergantung pada ketentuan mana yang dilanggar.
Namun, model seperti ini, kata Wahyudi agak sulit diterapkan di Indonesia. Pria yang juga menjabat sebagai Deputi Direktur Riset ELSAM ini mengusulkan agar level denda dibagi berdasarkan skala perusahaan, apakah UMKM, perusahaan menengah, atau berskala besar.
Baca juga: RUU PDP, Ancaman Denda Puluhan Miliar Menanti Penjual dan Pemalsu Data Pribadi
"Jadi rujukannya bisa mengacu pada UU UMKM dan juga UU Perseroan Terbatas, di sana ada gradasi perusahaan kecil, menengah, dan besar," jelas Wahyudi.
Sementara untuk sektor publik atau pemerintahan, menurut Shita Laksmi, Direktur Eksekutif Yayasan Tifa bisa diberikan sanksi berupa pemotongan anggaran apabila terbukti melanggar UU PDP. Skema tersebut juga diatur dalam GDPR Uni Eropa.
Kemudian untuk pemberi sanksi, Shita mengusulkan agar ada lembaga khusus yang menentukan sanksi atau merekomendasikan ke pengadilan.
Terkini Lainnya
- Takut Kendala Bahasa saat Nonton Konser di Luar Negeri? Coba Fitur Samsung S25 Ultra Ini
- Cara agar Tidak Menerima Pesan WhatsApp dari Orang Lain Tanpa Blokir, Mudah
- Meta Resmi Setop Program Cek Fakta di AS, Ini Gantinya
- Isi E-mail Lamaran Kerja dan Contoh-contohnya secara Lengkap
- Honor 400 Lite Meluncur, Mirip iPhone Pro dengan Dynamic Island
- Saham-saham Perusahaan Teknologi dan Game Berjatuhan Jelang Pemberlakuan Tarif Trump
- Fitur Baru WhatsApp: Matikan Mikrofon sebelum Angkat Telepon
- Apple Kirim 5 Pesawat Penuh iPhone ke AS untuk Hindari Dampak Tarif Trump
- Cara Bikin Action Figure ChatGPT dari Foto dengan Mudah, Menarik Dicoba
- Spesifikasi dan Harga Poco M7 Pro 5G di Indonesia
- Harga Bitcoin Anjlok gara-gara Tarif Trump
- Gara-gara Satu Twit X, Pasar Saham AS Terguncang dan Picu "Market Swing" Rp 40.000 Triliun
- Kekayaan Apple Turun Rp 10.718 Triliun akibat Tarif Trump
- Samsung Rilis Real Time Visual AI, Fitur AI yang Lebih Interaktif
- Trump Sebut Elon Musk Akan Mundur dari Pemerintahan
- Setengah dari Startup di Indonesia Diprediksi Tumbang Gara-gara Corona
- Asosiasi Telekomunikasi Ingin Ada Pengawas Independen UU PDP di Luar Pemerintah
- Huawei Salip Samsung Jadi Raja Ponsel Dunia Kuartal II-2020?
- Paket Data Telkomsel untuk Relawan Covid-19, Kuota 25 GB Rp 10
- Lenovo Umumkan Tanggal Peluncuran Ponsel Gaming Legion