Kejar Pajak Netflix, Pemerintah Diminta Tiru Singapura
JAKARTA, - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih mengutak-atik aturan untuk mengejar pajak perusahaan over the top (OTT) yang beroperasi di Indonesia, seperti Netflix dan Spotify.
Sebab, perusahan-perusahaan itu belum pernah membayar pajaknya di Indonesia. Namun hal itu juga dikarenakan belum adanya regulasi yang mengatur pajak perusahaan OTT.
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar, Bobby Rizaldi pun menyarankan agar Kemenkeu meniru Singapura dalam menarik pajak perusahaan OTT seperti Netflix.
"Gak usah susah-susah, daripada Kemenkeu studi banding, contoh saja Singapura, jadi mereka bayar pajak dari subscription" kata Bobby, dalam acara diskusi tentang polemik Netflix di Indonesia pada Kamis (16/1/2020) di Jakarta.
Baca juga: Netflix Tak Pernah Bayar Pajak, Berapa Kerugian Negara?
Diketahui, pemerintah Singapura menarik pajak kepada penjualan layanan perusahaan digital seperti Netflix atau Spotify. Penyedia layanan digital luar negeri akan dikenakan pajak apabila meraup omset global tahunan lebih dari 1 juta dollar AS.
Dengan cara seperti di atas, pemerintah Indonesia tidak perlu mewajibkan perusahaan-perusahaan tersebut untuk memiliki badan usaha tetap (BUT).
"Enggak apa-apa lah Facebook, Netflix, segala macem gak perlu punya tempat (kantor fisik) di sini, selama dia bayar pajaknya," jelasnya.
Nantinya, Netflix yang akan menentukan dari mana pajak itu dibebankan. Apakah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau pajak sudah termasuk dalam harga layanan.
Baca juga: Sejak 2016, Netflix Belum Pernah Bayar Pajak di Indonesia
"Tinggal Netflix-nya mau membebankan ke pengguna, apa dia (Netflix) yang nanggung," jelasnya.
Selama ini, pemerintah kesulitan menarik pajak baik PPN maupun Pajak Penghasilan (PPH) dari perusahaan OTT.
Sebab, mereka tidak memiliki perwakilan fisik di Indonesia, sebagaimana diatur Undang-Undang PPH Pasal 2 Ayat 5. Karena itulah pemerintah sedang merancang Omnibus Law yang di dalamnya juga mengatur penarikan pajak perusahaan OTT.
Baca juga: Pemerintah Kejar Pajak Google, Facebook, dan Netflix dengan Omnibus Law
"Makanya di Omnibus Law nanti, kita atur bahwa tidak harus ada physical presence, tapi ada substansial atau significant economic presence. Nah, itu nanti yang kita definisikan," jelas Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak saat dihubungi di lain kesempatan.
Namun, bagaimana standar signifikansi ekonomi yang dimaksud belum dijabarkan secara detail. Hingga saat ini, Omnibus Law baru akan diserahkan kepada DPR dan telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas 2020) prioritas.
Terkini Lainnya
- Sony Aplha 1 II Diumumkan, Kamera Mirrorless dengan AI dan Layar Fleksibel
- Pengguna Threads Instagram Kini Bisa Buat Tab Feed Khusus Sendiri
- Waspada, Ini Bahayanya Menyimpan Password Otomatis di Browser Internet
- Tabel Spesifikasi Oppo Find X8 di Indonesia, Harga Rp 13 Jutaan
- Facebook Messenger Kedatangan Update Besar, Video Call Makin Jernih
- Apakah Aman Main HP Sambil BAB di Toilet? Begini Penjelasannya
- WhatsApp Rilis Fitur Voice Message Transcripts, Ubah Pesan Suara Jadi Teks
- Cara Mencari Akun Facebook yang Lupa E-mail dan Password, Mudah
- ZTE Nubia Z70 Ultra Meluncur, HP Bezel Tipis dengan Tombol Kamera Khusus
- Spesifikasi dan Harga Oppo Find X8 Pro di Indonesia
- Smartphone Vivo Y300 Meluncur, HP dengan "Ring Light" Harga Rp 4 Jutaan
- Oppo Find X8 Pro Punya Dua Kamera "Periskop", Bukan Cuma untuk Fotografi
- Ini Komponen Apple yang Akan Diproduksi di Bandung
- Inikah Bocoran Desain Samsung Galaxy S25 Ultra "Paling Dekat"?
- Jadwal M6 Mobile Legends, Fase Wild Card Hari Kedua