Sejak 2016, Netflix Belum Pernah Bayar Pajak di Indonesia
JAKARTA, - Sejak beroperasi di Indonesia tahun 2016, sampai saat ini Netflix masih belum membayar pajak.
Hal itu lantaran belum ada payung hukum untuk menarik pajak dari perusahaan over the top (OTT) yang beroperasi di luar negeri, seperti Netflix atau Spotify.
"Iya belum (bayar pajak). Pada dasarnya, secara regulasi kita belum memungkinkan untuk menarik pajak mereka di indonesia," jelas Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak.
Yoga menjelaskan, produk yang dijual perusahaan OTT memang belum dapat dikenai pajak di Indonesia.
Baca juga: Netflix Tak Pernah Bayar Pajak, Berapa Kerugian Negara?
Sebab, biasanya penarikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dilakukan untuk barang berwujud melalui bea cukai.
Sementara barang yang dijual perusahaan OTT adalah konten yang berjalan melalui jaringan internet. Secara Pajak Penghasilan (PPH) pun mereka tidak bisa dikenakan karena belum memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Oleh karena itulah, pemerintah saat ini sedang gencar memburu pajak perusahaan OTT ini melalui Omnibus Law.
Melalui Omnibus Law ini, pemerintah akan memasukkan aturan pungutan PPN untuk perusahaan, barang, dan jasa dari luar negeri yang menjalankan usahanya di Indonesia.
"Kami akan minta mereka sebagai pemungut PPN sama seperti PKP (Pengusaha Kena Pajak) di dalam negeri," jelas Yoga ketika dihubungi KompasTekno, Rabu (15/1/2020).
Apabila mereka tidak memiliki kantor di Indonesia, Yoga melanjutkan, mereka harus menunjuk perwakilannya untuk memungut PPN atas jasa yang mereka jual di Indonesia.
Perwakilan tersebut bisa saja pihak eksternal, seperti agensi.
Selain PPN, PPH dalam Omnibus Law juga akan mengalami perubahan untuk Badan Usaha Tetap (BUT).
Baca juga: Diminta Menkominfo Perbanyak Film Lokal, Ini Kata Netflix
Dalam aturan PPH saat ini, BUT harus memiliki physical presence atau kehadiran kantor fisik di Indonesia. Nah, karena tidak ada kantor fisik, perusahaan OTT tidak bisa ditarik pajak PPH.
"Makanya di Omnibus Law nanti, kita atur bahwa tidak harus ada physical presence, tapi ada substansial atau significant economic presence. Nah, itu nanti yang kita definisikan," ujar Yoga.
Namun, bagaimana standar signifikansi ekonomi yang dimaksud belum dijabarkan secara detail.
Hingga saat ini, Omnibus Law baru akan diserahkan kepada DPR dan telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas 2020) prioritas.
Di lain kesempatan, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan, Netflix dkk harus memenuhi kewajiban pajak apabila aturannya sudah ada.
"Kalau enggak bayar pajak, itu melanggar undang-undang, baik dalam negeri maupun luar negeri, pasti ada sanksinya," jelas Johnny.
Ia berharap Omnibus Law akan segera rampung pada kuartal pertama tahun 2020.
Terkini Lainnya
- Ponsel Lipat Huawei Mate X6 Segera Masuk Indonesia, Intip Spesifikasinya
- Apa Itu Product Active Failed di Microsoft Word? Begini Penyebab dan Cara Mengatasinya
- TikTok Tidak Bisa Diakses Lagi di Amerika Serikat
- Cara Masukkan Tabel di Pesan Gmail dengan Mudah
- 3 Cara Menghapus Cache di iPhone dengan Mudah dan Praktis
- CEO TikTok Ternyata Pernah Magang di Facebook
- Aplikasi TikTok Hilang dari Google Play Store dan Apple App Store AS
- Cara Factory Reset HP Xiaomi dengan Mudah dan Praktis
- Apa Arti “Re” di Gmail dan Mengapa Muncul saat Membalas Pesan?
- TikTok Jawab Putusan AS, Sebut 170 Juta Pengguna Akan Terdampak Penutupan
- Microsoft Hentikan Dukungan Office di Windows 10 Tahun Ini
- TikTok Terancam Ditutup, Medsos RedNote Jadi Aplikasi No. 1 di AS
- Amerika Akan Blokir TikTok, Siapa yang Bakal Diuntungkan?
- Spesifikasi dan Harga Oppo Reno 13 5G di Indonesia
- Langkah Pertama yang Harus Dilakukan saat HP Hilang