Telegram Ubah Kebijakan Privasi untuk Usik Teroris
- Pamor Telegram yang dianggap sebagai aplikasi "sahabat" para teroris perlahan mulai ditangkal. Paling baru, Telegram memperbarui kebijakan privasinya, termasuk klausa tentang diperbolehkannya alamat IP dan nomor telepon untuk diserahkan ke pihak pengadilan, jika si pengguna teridentifikasi sebagai terduga teroris.
Pendiri Telegram, Pavel Durov mengatakan jika kebijakan privasi ini hanya akan membuat para teroris tidak nyaman menggunakan Telegram untuk mengeksekusi aksi teror, menyebarkan propaganda, atau merekrut calon eksekutor.
Tapi, mempersempit ruang gerak terorisme bukan menjadi alasan satu-satunya. Perubahan ini dibuat untuk mematuhi hukum General Data Protection Regulation (GDPR) oleh komite Uni Eropa, yang memang sempat menjadi momok para perusahaan media sosial untuk beroperasi di benua biru.
Menurut advokat teknologi asal India, Amlan Mohanty, kebijakan privasi ini dipandang sebagai taktik Telegram untuk merespon pengadilan Rusia bulan April lalu.
Salah satu pengadilan Rusia meminta Telegram untuk membuka kunci enkripsi Telegram guna melacak hal-hal berbau terorisme di aplikasi tersebut. Karena menolak permintaan tersebut atas nama menjunjung keamanan privasi data pengguna, akhirnya Telegram diblokir di negaranya sendiri.
Dilansir KompasTekno dari The Next Web, Kamis (30/8/2018), Roskomnadzor atau badan regulator telekomunikasi Rusia mempertimbangkan kemungkinan untuk membuka blokir Telegram hanya jika kunci enkripsi diserahkan ke pemerintah.
Tuntutan tersebut membuat Telegram hanya memiliki dua opsi, berkompromi dengan privasi pengguna yang dijunjung tinggi, atau mengubah susunan sistem privasinya. Jika Telegram memilih opsi pertama, tentu akan menjadi preseden untuk negara dan platform lain.
Selain di Rusia, Telegram sempat dicekal di beberapa negara, termasuk Indonesia karena dianggap mejadi medium komunikasidan koordinasi pelaku terorisme.
Baca juga: Telegram Diblokir di Indonesia, CEO Bilang Itu Aneh
Kendati bertujuan untuk mempersempit ruang terorisme, kebijkan ini tak lepas dari kritik. Terutama soal istilah "terduga teroris", di mana negara, lewat penegak hukum, bisa meminta Telegram untuk membantu memberikan ifnormasi pengguna yang menjadi terduga itu.
Bisa jadi, klausa tersebut akan salah alamat, di mana orang yanga awalnya terduga teroris, setelah dikuak akun Telegramnya ternyata bukan pelaku teror.
Terkini Lainnya
- Blokir TikTok di AS Dibuka, Capcut dan Mobile Legends Masih Belum Bisa Diakses
- Pesawat Airbus A400M Pesanan Indonesia Masuk Perakitan Final, Dikirim Akhir 2025
- Ini Penyebab TikTok Batal Diblokir di AS
- Blokir TikTok di AS Dibuka, Pengguna Gembira dan Sindir Trump
- Berapa Harga TikTok Jika Dijual ke AS Saat Ini Juga?
- Jelang Galaxy S25 Rilis, Ini Harga Samsung S24 Terbaru di Indonesia
- Instagram Ubah Tampilan Grid dari Kotak Jadi Vertikal, Ini Alasannya
- Instagram Tambah Durasi Video Reels Jadi 3 Menit
- Mengapa TikTok dan Capcut Diblokir AS?
- Drama 12 Jam TikTok Diblokir di AS dan Kembali Pulih...
- Trump Beri Waktu 90 Hari untuk TikTok agar Tidak Diblokir Lagi
- Donald Trump Bakal Bikin Inpres Selamatkan TikTok
- Trump Minta 50 Persen Saham TikTok Dimiliki AS
- TikTok Kembali Beroperasi di AS
- TikTok Tidak Bisa Diakses Lagi di Amerika Serikat