Dianggap Monopoli, Google Bayar Denda Rp 104 Miliar

- Google sepakat untuk mematuhi aturan anti-monopoli yang diberlakukan pemerintah Rusia. Pabrikan Mountain View itu bakal membayar denda senilai 7,8 juta dollar AS atau setara Rp 104 miliar atas praktik monopoli yang dilakukan sebelumnya.
Monopoli yang dimaksud adalah Google mewajibkan pabrikan smartphone Android untuk menyematkan Google Search sebagai aplikasi mesin pencari bawaan. Ke depan, Google akan membebaskan para vendor untuk memilih sendiri mesin pencari yang cocok untuk perangkat mereka.
Diketahui, Android merupakan sistem operasi milik Google yang saat ini mendominasi pasar. Pada tiap ponsel Android, ada beberapa layanan bawaan yang langsung tercantum tanpa dipilih penggunanya, misalnya saja toko aplikasi Play Store yang memuat jutaan aplikasi untuk Android.
Baca: Begini Cara Google dan Facebook Perangi Hoax
Selain itu, ada layanan-layanan buatan Google seperti mesin pencari Search, Gmail, Google Drive, dan Google Photos. Penyematan aplikasi tersebut seakan sudah menjadi aturan main Android atau kerap diistilahkan taken for granted.
Praktik ini kemudian diprotes oleh Yandex yang tak lain adalah perusahaan mesin pencari dominan asal Rusia. Yandex meminta Google membebaskan para vendor ponsel Android untuk memilih menggunakan mesin pencari Google Search atau milik Yandex.
Permintaan Yandex diteruskan ke lembaga resmi anti-monopoli yang dibentuk Rusia. Lembaga bernama Russia Federal Antimonopolyy Service itu kemudian menyelidiki laporan ini selama dua tahun.
Alhasil, Google dinyatakan bersalah dan harus membayar denda, sebagaimana dilaporkan TheVerge dan dihimpun KompasTekno, Rabu (19/4/2017).
Langkah berikutnya, jika Google masih mau Android beroperasi di Rusia, pabrikan itu harus mematuhi aturan untuk tak melakukan praktik monopoli yang dimaksud.
"Ini adalah tugas kami untuk berpartisipasi memberikan yang terbaik bagi masyarakat, di mana mereka bisa memilih layanan mana untuk digunakan," kata perwakilan Yandex.
Google pun memberikan pernyataan positif atas kesepakatan yang dibuat dengan pemerintah Rusia.
"Kami senang telah mendapat jalan tengah soal persetujuan komersial dengan Yandex dan juga pemerintah Rusia. Ini memecahkan masalah kompetisi atas distribusi aplikasi Google di Android," kata juru bicara Google.
Baca: Fitur Lacak Perjalanan Teman di Google Maps Bisa Dicoba di Indonesia
Terkini Lainnya
- Xiaomi Suntik DeepSeek AI ke HyperOS, Ini HP yang Kebagian
- Nugroho Sulistyo Budi Resmi Dilantik Jadi Kepala BSSN
- Bocoran Desain iPhone 17 Pro, Jadi Mirip Ponsel Poco?
- HP Xiaomi Ini Dapat Update 6 Tahun, Dijual di Indonesia
- Foto: 100 Meter dari Panggung Seventeen Bangkok Tetap "Gokil" Pakai Samsung S25 Ultra
- Cara Buat Twibbon Ramadan 2025 di Canva lewat HP dan Desktop
- Garmin Instinct 3 Series Rilis di Indonesia, Kini Pakai Layar AMOLED
- Cara Bikin Kata-kata Kartu Ucapan Lebaran untuk Hampers Lebaran via ChatGPT
- 5 Negara Larang DeepSeek, Terbaru Korea Selatan
- Ini Dia Fitur xAI Grok 3, AI Terbaru Buatan Elon Musk
- Melihat HP Lipat Huawei Mate X6 Lebih Dekat, Layar Besar Bodi Ramping
- Google Didenda Rp 202 Miliar, Pakar Dorong Regulasi Digital yang Lebih Adil
- HP Realme P3 Pro dan P3x 5G Meluncur, Bawa Baterai Besar dan Chipset Baru
- Cara Cari Ide Menu Sahur dan Buka Puasa Otomatis via AI serta Contoh Prompt
- xAI Luncurkan Grok 3, Chatbot AI Pesaing ChatGPT dan DeepSeek