cpu-data.info

Sah, AS Perketat Ekspor Chip AI ke Pasar Global

Ilustrasi artificial intelligence
Lihat Foto

- Amerika Serikat (AS) resmi meneken aturan baru untuk memperketat kontrol ekspor chip kecerdasan buatan (AI) dari perusahahaan chip raksasa AS (seperti Nvidia, AMD) ke pasar global.

Aturan yang diumumkan pada Jumat (13/1/2025) ini bertujuan untuk mengontrol distribusi teknologi AI canggih dari AS ke pasar global (terutama di luar negara sekutu dan mitra AS) serta mempertahankan dominasi AS dalam kontestasi AI global.

Aturan ini menyederhanakan proses perizinan ekspor, menutup celah penyelundupan, dan menetapkan standar keamanan baru untuk mencegah teknologi canggih jatuh ke tangan yang salah.

Lebih lanjut, aturan baru ini memperketat ekspor chip AI ke negara-negara yang dianggap dapat mengancam keamanan nasional AS.

Baca juga: Pabrikan Chip AI yang Pendirinya Orang Indonesia Kini Lebih Kaya daripada Intel

Negara-negara seperti China, Rusia, Iran, dan Korea Utara termasuk dalam daftar negara yang secara historis dibatasi aksesnya terhadap teknologi canggih buatan AS karena dianggap berisiko tinggi.

Namun, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh negara-negara tersebut, karena aturan ini juga akan memengaruhi pasar teknologi di negara lain yang bergantung pada pasokan chip AI dari perusahaan Amerika, seperti Nvidia dan AMD.

Pasalnya, berdasarkan lembar fakta resmi dari situs resmi Gedung Putih, aturan ini mencakup pembatasan ekspor terhadap chip AI canggih dan teknologi semikonduktor tertentu yang dapat digunakan untuk membangun atau melatih sistem AI tingkat lanjut.

Peraturan ini menargetkan model chip AI canggih, seperti yang digunakan dalam pelatihan model AI besar, yang dikhawatirkan dapat digunakan untuk kepentingan militer atau pengawasan oleh negara-negara tertentu.

Detail mekanisme kontrol ekspor chip AI

Ilustrasi chip AI.Pixabay Ilustrasi chip AI.
Sebagai tambahan, regulasi ini mengharuskan perusahaan untuk mendapatkan lisensi khusus untuk mengekspor teknologi semikonduktor tertentu ke negara-negara yang masuk dalam daftar pembatasan.

Langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa teknologi strategis tersebut tidak disalahgunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan keamanan nasional AS.

Baca juga: India Produksi Chip AI Buatan Sendiri, Meluncur 2026

Pemerintah Joe Biden menetapkan enam mekanisme kontrol ekspor chip AI, sebagai berikut:

  • Tidak ada pembatasan untuk penjualan chip ke 18 sekutu (tier 1), dan mitra utama AS dengan perlindungan teknologi yang kuat dan ekosistem yang sesuai dengan kepentingan keamanan nasional AS.
  • Pesanan chip dengan daya komputasi kolektif hingga sekitar 1.700 GPU canggih tidak memerlukan lisensi dan tidak dihitung terhadap batas nasional. Kebijakan ini mempercepat pengiriman teknologi AS untuk tujuan rendah risiko seperti universitas dan lembaga medis.
  • Entitas tepercaya di negara sekutu dapat memperoleh status "Universal Verified End User" (UVEU) untuk membeli hingga 7 persen kapasitas komputasi AI global. Status ini berlaku secara global dan memungkinkan fleksibilitas ekspansi.
  • Entitas tepercaya di negara bukan sekutu dapat mengajukan status "National Verified End User" untuk membeli hingga 320.000 GPU canggih selama dua tahun.
  • Entitas di luar sekutu dekat masih dapat membeli hingga 50.000 GPU canggih per negara, melayani pemerintah, penyedia layanan kesehatan, dan bisnis lokal.
  • Perjanjian antar pemerintah menggandakan batas chip hingga 100.000 GPU untuk negara yang menandatangani kerja sama teknologi dengan AS.

Laporan TrendForce merinci lebih lanjut, kontrol ekspor chip AI ini turut dibagi menjadi tiga tingkatan (tier) berdasarkan negara yang memenuhi syarat.

Tier 1: AS beserta negara sekutu utamanya seperti Korea Selatan, Jepang, Jerman, dan Taiwan memiliki akses tak terbatas terhadap teknologi canggih yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan AS.

Perusahaan-perusahaan dari negara-negara ini diizinkan untuk memasang beberapa prosesor mereka di negara-negara Tier 2, tapi dibatasi untuk tidak melebihi 7 persen dari kapasitas mereka di negara Tier 2 mana pun.

Selain itu, perusahaan-perusahaan yang berbasis di AS dilaporkan harus memastikan bahwa setidaknya setengah dari daya komputasi mereka tetap berada di dalam negeri.

Tier 2: Negara lain, termasuk di Eropa Timur, Timur Tengah, dan Amerika Latin, memiliki batasan akses ke chip pengolah grafis (GPU) khusus pemrosesan kecerdasan buatan (AI) hingga 50.000 GPU untuk periode 2025-2027.

Tier 3: Negara-negara seperti China, Rusia, Iran, dan Korea Utara sepenuhnya dilarang mengakses teknologi AI AS.

Selengkapnya, simak tabel berikut untuk detail kontrol ekspor chip AI dari AS ke pasar global.

Ketegori Negara Detail kontrol ekspor chip AI
Tier 1

AS dan 18 negara sekutu
(Australia, Belgia, Kanada, Denmark, Finlandia, Jerman, Prancis, Guyana Perancis, Irlandia, Italia, Jepang, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Korea Selatan, Swedia, Taiwan, Inggris Raya)

  • Akses tak terbatas ke chip Al AS
  • Tidak dapat menggunakan lebih dari 25 persen kapasitas pemrosesan di luar negara-negara Tingkat 1
  • Dapat men-deploy tidak lebih dari 7 persen kapasitas pemrosesan di negara Tier 2
Tier 2 Sebagian besar negara di dunia (Eropa Timur, Timur Tengah, Meksiko, dan Amerika Latin)
  • Batasan daya komputasi 50.000 GPU untuk 2025-2027
  • Daya lebih besar diizinkan dengan VEU
Tier 3 Belarus, China, Iran, Rusia, dan negara-negara lain yang diembargo Larangan penuh impor chip Al dari AS

Peraturan baru soal kontrol ekpor chip AI ke pasar global ini akan mulai berlaku 120 hari sejak diterbitkan. Dengan ini, aturan akan berlaku efektif sekitar bulan April 2025.

Dalam 120 hari ke depan, Presiden terpilih AS yang baru Donald Trump dapat mempertimbangkan aturan baru ini.

Baca juga: Gandeng Broadcom, OpenAI Dikabarkan Bikin Chip AI Sendiri

Kata China soal aturan pembatasan yang baru

China secara khusus mengecam langkah ini sebagai "upaya AS untuk memonopoli teknologi dan mencegah negara lain bersaing secara adil".

Dalam pernyataan resminya, Kementerian Luar Negeri China menyerukan agar AS mencabut kebijakan tersebut, karena dianggap "tidak sejalan dengan prinsip perdagangan bebas".

Sementara itu, Rusia dan Iran belum memberikan tanggapan resmi. Namun para ahli memperkirakan bahwa kedua negara akan mencari alternatif melalui mitra non-Barat atau memulai upaya produksi chip lokal untuk mengurangi ketergantungan pada pasokan AS, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Reuters, Selasa (14/1/2025).

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat