cpu-data.info

Pembuat Gmail: Google Sudah Tertinggal dalam Perlombaan AI

Ilustrasi pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI).
Lihat Foto

- Perusahaan-perusahaan teknologi dunia berlomba-lomba menawarkan layanan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). OpenAI punya ChatGPT, Microsoft dengan Copilot-nya, dan Google dengan Gemini AI.

Dibandingkan dengan perusahaan-perusaaan teknbologi dunia itu, Google dianggap tertinggal dalam perlombaan AI. Hal ini diungkap oleh mantan petinggi Google, yaitu Paul Buccheit.

Buccheit yuang merupakan kreator layanan e-mail Gmail dan AdSense di Google, mengatakan dalam sebuah podcast bahwa Google sudah salah arah setelah berada di bawah naungan perusahaan induk baru, Alphabet sejak 2015 lalu.

Baca juga: Chatbot AI Google Gemini Di-upgrade, Jadi Lebih Cepat dan Pintar

Seiring dengan perombakan itu, fokus Google pun menurut Buccheit beralih dengan lebih fokus untuk memonopoli mesin pencarian di internet, alih-alih berinvestasi dan berinovasi di bidang AI.

Padahal, pendiri Google, Sergey Brin dan Larry Page memiliki pandangan masa depan akan AI sejak mendirikan Google pada 1998 lalu.

"Para pendiri mundur, CEO Sundar Pichai mengambil alih. Saat itulah fokusnya bergeser menjadi mempertahankan monopoli pencarian," ujar Buccheit dikutip KompasTekno dari Business Insider, Selasa (13/8/202).

Padahal, Google menurut Buccheit memiliki "tambang emas", yaitu teknologi pencarian internet yang sangat berharga, dan data-data yang ada di dalamnya.

AI bertentangan dengan mesin pencarian

Buccheit juga mengungkapkan bahwa teknologi AI yang disruptif ini bertentangan dengan konsep yang diusung Google Search selama ini, yang bertujuan memberikan hasil pencarian seakurat mungkin, serta mengambil untung darinya.

Baca juga: Segini Modal Google, Apple, Induk Facebook, dkk untuk Kembangkan AI

Dijelaskannya, ketika mesin pencari menjawab pertanyaan dari pengguna secara langsung dan akurat, - seperti halnya chatbot ChatGPT dari OpenAI - maka pengguna layanan tidak akan berlama-lama lagi, mengurangi kemungkinan terpapar oleh iklan atau mengekliknya.

"Perusahaan pencarian internet selalu tarik-ulur antara memberikan jawaban yang tepat, dengan mencari profit. Sebab, jika layanan selalu memberikan hasil pencarian yang tepat, maka pengguna tak lagi melihat atau mengeklik iklan lagi," ujar Buccheit.

Google sendiri berinvestasi cukup besar untuk mengembangkan AI. Konon, Google sudah menghabiskan 3 miliar dollar AS (sekitar Rp 48 triliun) untuk membangun dan memperluas pusat data (data center).

Di samping itu, perusahaan ini juga disebut menggelontorkan 60 juta dollar AS (sekitar Rp 968 miliar) untuk melatih AI.

Namun angka itu tergolong kecil jika dibandingkan dengan Apple dan Meta. Apple menurut laporan keuangan terakhir menghabiskan sekitar 100 miliar dollar AS (sekitar Rp 1.619 triliun) selama lima tahun terakhir untuk penelitian dan pengembangan AI.

Sedangkan Meta yang menaungi Facebook, Instagram, dan WhatsApp, raksasa media sosial itu bisa menghabiskan sekitar 18 miliar dollar AS (sekitar Rp 290 triliun) untuk AI.

Sementara pemilik ChatGPT, OpenAI menurut The Information, memiliki biaya operasional 8,5 miliar dollar AS (sekitar Rp 137 triliun) pada tahun ini.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat