cpu-data.info

Petinggi TikTok Mundur di Tengah Ancaman Pemblokiran AS

Ilustrasi TikTok. UMKM keluhkan Shadowban TikTok.
Lihat Foto

- Salah satu eksekutif TikTok, Vanessa Pappas alias V Pappas, mengundurkan diri dari perusahaan, di tengah isu pemblokiran aplikasi video pendek ini di Amerika Serikat (AS). V Pappas menjabat sebagai Chief Operating Officer (COO) dan mengumumkan kepada karyawan bahwa dirinya tak lagi menjadi COO TikTok.

"Mengingat semua kesuksesan yang diraih TikTok, saya akhirnya merasa (ini) waktu yang tepat untuk melanjutkan dan fokus kembali pada minat kewirausahaan saya," kata Pappas dalam memo kepada karyawan dan diunggah di Twitter Pappas dengan handle @v-ness.

Peran Pappas selanjutnya akan dijalankan oleh Adam Presser yang saat ini menjabat sebagai Chief of Staff TikTok.

Meskipun mundur dari jabatannya, Pappas masih akan tetap memiliki peran di TikTok, yakni sebagai penasihat perusahaan.

Baca juga: Daftar Negara yang Blokir TikTok Makin Panjang, Tambah Australia dan Belgia, Jepang Ancang-ancang

Di industri teknologi, terutama di AS, Pappas sebenarnya bukan orang baru. Dia sebelumnya menjabat sebagai kepala kreatif global dan pengembangan audiens di Youtube. Pappas kemudian bergabung dengan induk TikTok, ByteDance per November 2018.

Pappas juga pernah menjadi CEO sementara TikTok pada tahun 2020, hingga menjadi COO TikTok sejak Mei 2021, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari LinkedIn V Pappas.

"Ini merupakan perjalanan yang menggembirakan dengan begitu banyak tonggak pencapaian, momen, dan pengalaman pertama industri," ujarnya.

Pada saat yang sama dengan resign-nya Pappas, TikTok merekrut ex Disney, Zenia Mucha sebagai Chief Brand and Communications Officer, dihimpun KompasTekno dari TechCrunch, Jumat (23/6/2023).

TikTok terus ditekan AS

TikTok sendiri hingga kini masih dalam pengawasan pemerintah Amerika Serikat (AS). Pasalnya, aplikasi itu diduga bisa menjadi alat mata-mata, mengingat kedekatan induk TikTok, ByteDance dengan pemerintah China. Adapun TikTok berkali-kali membantah tuduhan tersebut.

Pada akhir Maret lalu, CEO TikTok, Shou Zi Chew menghadiri sidang dengar pendapat dengan sejumlah anggota parlemen Komisi Energi dan Perdagangan AS di gedung DPR AS.

Saat itu, untuk meyakinkan para anggota parlemen atau kongres, Chew mengatakan bahwa TikTok saat ini tengah menjalankan sebuah rencana besar yang dijuluki "Project Texas".

Sederhananya, rencana bernilai 1,5 miliar dolar AS (sekitar Rp 22,7 triliun) ini bakal membuat data pengguna TikTok yang berasal dari AS disimpan di dalam sebuah server yang berlokasi di AS juga.

Baca juga: CEO TikTok Dicecar DPR AS Selama 5 Jam

Sehingga, ketika Project Texas rampung, data pengguna AS ini akan tetap terlindungi dari akses pihak-pihak, karyawan, atau server yang berasal dari luar AS.

Namun, Project Texas, yang konon telah berjalan selama sekitar satu tahun, tampaknya belum bisa meyakinkan anggota parlemen AS. Pasalnya, beberapa dari mereka menyebut bahwa proyek ini belum mampu cukup meyakinkan DPR AS bahwa TikTok tidak memata-matai pengguna AS.

Selain itu, anggota parlemen lain juga menyebut bahwa proyek ini hanyalah gimmick marketing TikTok supaya tidak terlihat buruk di publik, terutama di mata pemerintah AS.

Pemerintah AS juga tampaknya sangat ingin memblokir aplikasi TikTok secara total di negaranya. Pemblokiran sudah dilakukan secara bertahap, mulai dari HP milik atau yang disediakan untuk staff pemerintahan.

AS juga tengah menggodok aturan baru yang lebih kuat, agar pemerintah AS bisa memblokir produsen elektronik atau perangkat lunak asing yang dianggap Departemen Perdagangan sebagai risiko keamanan nasional. TikTok menjadi salah satu targetnya. Selengkapnya bisa disimak di artikel "Ketika Pemblokiran TikTok di AS di Depan Mata...".

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat