Kebocoran Data Terjadi Lagi, Sampai Mana RUU Perlindungan Data Pribadi?
- Kasus dugaan kebocoran data pribadi lagi-lagi terjadi di Indonesia. Paling hangat adalah dugaan bocornya data aplikasi Electronic Health Alert Card (E-HAC) yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Diperkirakan ada 1,3 juta pengguna aplikasi E-HAC Kemenkes yang terdampak kebocoran data. Baru-baru ini, Kemenkes mengklaim bahwa data di aplikasi E-HAC tidak bocor.
Meskipun ini menjadi kasus kebocoran data kesekian kalinya, payung hukum perlindungan data pribadi tak kunjung disahkan.
Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang sebelumnya ditargetkan rampung setelah lebaran atau sekitar bulan Mei 2021, masih belum diundangkan.
Pada Juni lalu, pembahasan RUU PDP kembali diperpanjang untuk yang kedua kali.
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Sukamta mengatakan pembahasan RUU PDP masih terhambat karena Menteri Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Johnny G Plate belum mau bergerak.
"Masih macet, belum kemana-mana. Menkominfo masih belum mau bergerak," kata Sukamta kepada , Rabu (1/9/2021).
Baca juga: Internet Sudah 5G, Apa Kabar RUU Perlindungan Data Pribadi?
Menurut Sukamta, salah satu poin yang masih dibahas adalah mengenai otoritas pengawas dari lembaga pengawas data pribadi. Hal senada diungkapkan Ketua Panitia (Panja) RUU PDP DPR Abdul Kharis Almasyahri.
Politisi Partai PKS itu mengatakan, pemerintah tidak konsisten dengan kesepakatan awal yang dibuat dengan DPR.
Saat awal pembahasan dalam rapat yang dilakukan pada Juli lalu, Komisi I DPR dan pemerintah sejatinya sepakat untuk membentuk lembaga pengawas yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Panja Komisi I DPR ingin lembaga pengawas tersebut bertanggung jawab langsung kepada presiden agar lebih independen.
Akan tetapi, ketika masuk tahap pembahasan, Panja Pemerintah justru tidak konsisten dengan mengajukan konsep lembaga yang berada di bawah Kemenkominfo.
"Ini dibuktikan dengan paparan yang disampaikan oleh Panja Pemerintah tentang kelembagaan, yang mana sangat berbeda dengan yang sebelumnya dipahami bersama," kata Kharis, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (1/7/2021), dikutip dari Tribunnews.com.
KompasTekno pun telah menghubungi Kominfo terkait UU PDP ini. Namun, hingga berita ini ditayangkan Kominfo belum memberikan jawaban.
Kebutuhan UU PDP mendesak
Pakar keamanan siber dari lembaga riset nonprofit CISSReC, Pratama Persadha mendesak agar RUU PDP segera disahkan menjadi undang-undang. Apalagi, menurut Pratama, data kesehatan seperti yang ada di aplikasi E-HAC semakin seksi di tyengah pandemi.
Terkini Lainnya
- HP Oppo Reno 13F 4G dan Reno 13F 5G Resmi di Indonesia, Desain Kembar Beda "Otak"
- Oppo Reno 13 5G Resmi di Indonesia, Smartphone Kuat dengan Fitur AI
- 2 Cara agar Notifikasi WhatsApp Tidak Muncul di Layar Kunci, Mudah dan Praktis
- Dampak HP Direset Pabrik yang Perlu Diketahui
- TikTok Terancam Tutup di AS, Pengguna Pindah ke Aplikasi Saudaranya
- Lupa Password IG setelah Deactive? Begini Cara Mengatasinya
- Video: Challenge Koin Jagat yang Viral di Media Sosial, Rusak Fasilitas Publik hingga Dilarang
- 5 Merek Ponsel Terlaris di Dunia 2024 Versi IDC
- HP Tecno Spark 30 Pro Rilis di Indonesia Minggu Depan, Ini Bocoran Spesifikasinya
- Dipanggil Komdigi, Pendiri Jagat Janji Ubah Permainan Berburu Koin
- Mantan Bos Google Bikin "Hooglee", Medsos Video Berbasis AI
- Sinyal Mahkamah Agung AS Enggan Selamatkan TikTok
- Oppo Reno 13 Siap Masuk Indonesia Hari Ini, Intip Bocoran Spesifikasinya
- Riset Cisco: Hanya 19 Persen Perusahaan di Indonesia Siap Adopsi AI
- Xiaomi Ungkap Tanggal Peluncuran Redmi Note 14 Series di Indonesia
- MediaTek Kembali Ungguli Qualcomm di Pasar Chip Dunia
- Samsung Umumkan Isocell HP1, Sensor Kamera 200 MP untuk Ponsel
- Pendiri Shopee Jadi Orang Terkaya di Singapura, Ini Jumlah Hartanya
- Fitur Transfer Chat WhatsApp iPhone ke Android Resmi, Samsung Kebagian Pertama
- Induk TikTok Beli Perusahaan Headset VR Terbesar Ketiga di Dunia