WhatsApp dan Telegram Kompak Salahkan Apple serta Google soal Pegasus
- Isu ancaman spyware Pegasus kembali ramai diperbincangkan akhir-akhir ini. Beberapa waktu lalu, Amnesty International mengeluarkan laporan siapa saja yang menjadi target sasaran Pegasus.
Menurut laporan tersebut ada 50.000 nomor ponsel yang menjadi target perangkat lunak jahat itu. Targetnya adalah para petinggi negara, akivis, politisi, hingga jurnalis.
WhatsApp dan Telegram kompak menyebut Pegasus adalah ancaman nyata dan serius saat ini.
Penilaian itu muncul karena kedua platform pesan instan itu pernah memiliki pengalaman tidak menyenangkan dengan Pegasus.
Head of WhatsApp, Will Catchcart, lantas menyalahkan Apple dan mengatakan iPhone buatan mereka rentan disusupi Pegasus. Salah satu contohnya adalah kasus peretasan iPhone milik bos Amazon, Jeff Bezos tahun 2020 lalu.
iPhone milik Bezos dikabarkan terinfeksi spyware Pegasus setelah mendapat kiriman file media yang diduga berasal dari Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman.
Catchcart mengatakan, Apple seharusnya angkat bicara terkait ancaman Pegasus sebagaimana yang dilakukan Microsoft.
Baca juga: Ada Spyware Pegasus, Presiden Jokowi Diminta Tak Pakai WhatsApp
"Tidak cukup hanya mengatakan kepada pengguna mereka untuk tidak kahwatir dengan hal ini. Tidak cukup sekadar mengatakan bahwa 'oh ini cuma ribuan atau puluhan ribu korban'," kata Catchcart.
"Jika ini (Pegasus) 'menginfeksi' jurnalis di seluruh dunia, ini juga akan berdampak pada pembela hak asasi manusia di seluruh dunia, hal itu akan mempengaruhi kita semua. Dan jika ponsel seseorang tidak aman, artinya ponsel semua orang juga tidak aman," imbuhnya.
Hal senada dilontarkan pendiri Telegram, Pavel Durov. Tidak cuma Apple, Durov juga menuding Google ikut acuh tak acuh dengan skandal Pegasus.
"Alat ini (Pegasus) bisa meretas perangkat iOS dan Android apapun dan tidak ada cara untuk melindungi perangkatmu dari ancaman ini. Tak peduli aplikasi apa yang Anda pakai, karena sistem dibobol di level yang paling dalam," jelas Durov.
Durov kemudian menghubungkan dengan informasi yang diungkap Edward Snowden pada 2013 lalu, yang mengatakan bahwa Apple dan Google adalah bagian dari program pengintaian global, yang artinya perusahaan-perusahaan ini harus memasang backdoor di sistem operasi mobile mereka.
"Backdoor ini biasanya menyamar sebagai bug keamanan, memungkinkan agen Amerika Serikat untuk mengakses informasi di smartphone manapun di dunia," kata Durov, menjelaskan pernyataan Snowden beberapa tahun silam.
NSO Group sebelumnya berkelit, mengatakan bahwa mereka hanya menjual software Pegasus ke pemerintah atau lembaga kemanan yang sah. Tapi menurut Durov, hal itu bukanlah jaminan.
"Semua orang bisa mengeksploitasinya," kata Durov.
Baca juga: Spyware Pegasus Serang Pejabat di Negara Sekutu AS
Terkini Lainnya
- Sony Aplha 1 II Diumumkan, Kamera Mirrorless dengan AI dan Layar Fleksibel
- Pengguna Threads Instagram Kini Bisa Buat Tab Feed Khusus Sendiri
- Waspada, Ini Bahayanya Menyimpan Password Otomatis di Browser Internet
- Tabel Spesifikasi Oppo Find X8 di Indonesia, Harga Rp 13 Jutaan
- Facebook Messenger Kedatangan Update Besar, Video Call Makin Jernih
- Apakah Aman Main HP Sambil BAB di Toilet? Begini Penjelasannya
- WhatsApp Rilis Fitur Voice Message Transcripts, Ubah Pesan Suara Jadi Teks
- Cara Mencari Akun Facebook yang Lupa E-mail dan Password, Mudah
- ZTE Nubia Z70 Ultra Meluncur, HP Bezel Tipis dengan Tombol Kamera Khusus
- Spesifikasi dan Harga Oppo Find X8 Pro di Indonesia
- Smartphone Vivo Y300 Meluncur, HP dengan "Ring Light" Harga Rp 4 Jutaan
- Oppo Find X8 Pro Punya Dua Kamera "Periskop", Bukan Cuma untuk Fotografi
- Ini Komponen Apple yang Akan Diproduksi di Bandung
- Inikah Bocoran Desain Samsung Galaxy S25 Ultra "Paling Dekat"?
- Jadwal M6 Mobile Legends, Fase Wild Card Hari Kedua
- Kominfo: XL Axiata Gelar Uji Kelayakan 5G 3 Agustus
- Spesifikasi dan Harga Samsung Galaxy M32 di Indonesia
- Update Mobile Legends Bawa Karakter Natan, Ini Kemampuannya
- Nokia 6310 Dirilis Ulang, Layar Lebih Besar Bisa Main "Snake"
- YouTube Kini Lebih dari Manusia Sejagat