S.O.S Garuda, S.O.S Indonesia
Good and Reliable Under Dutch Administration. Begitu candaan di kalangan penerbangan untuk kepanjangan dari Garuda, maskapai kebanggaan bangsa Indonesia.
Candaan ini didasarkan pada kenyataan sebenarnya, karena awalnya Garuda adalah maskapai dari Pemerintah Belanda yang beroperasi di Indonesia, yaitu KNILM-IIB yang kemudian diserahkan ke Indonesia pasca-Koferensi Meja Bundar pada Desember 1949. Maskapai seserahan ini kemudian oleh Bung Karno diberi nama Garuda.
Setelah di pelukan Indonesia, Garuda memang berkembang pesat. Maskapai ini pernah mendapat julukan “maskapai terbesar di belahan Bumi bagian selatan” pada era tahun 1970-1980an karena banyaknya armada yang dimiliki. Di era setelah tahun 2000-an Garuda juga sempat masuk dalam jajaran 10 besar maskapai terbaik di dunia versi lembaga survey berpengaruh, Skytrax.
Baca juga: Dilarang Angkut Penumpang Saat Lebaran, Ini Strategi Garuda Indonesia
Namun semua itu bukan berarti Garuda adalah sebuah maskapai yang berhasil dan sehat. Karena pada setiap akhir tahun, hampir selalu laporan keuangannya membukukan kerugian.
Ada beberapa tahun laba, namun jumlahnya masih kalah jauh dibanding kerugiannya.
Bongkar pasang direksi dan pengelolaan karyawan Garuda pun dilakukan dari dulu hingga kini. Dengan isu yang hampir selalu sama, untuk menyehatkan perusahaan Garuda, maskapai kebanggan Indonesia.
Makanya timbul candaan itu, apa sebaiknya Garuda dibalikin saja ke Belanda agar jadi lebih baik?
Bisnis maskapai
Memang tidak mudah mengelola sebuah maskapai penerbangan. Sebagai sebuah perusahaan yang menggunakan teknologi sangat tinggi dan sangat diminati masyarakat, pada kenyataannya hanya mempunyai margin keuntungan di bawah 5 persen. Banyak maskapai di dunia yang hanya berumur di bawah 5 tahun.
Biaya yang ditanggung maskapai penerbangan sangat tinggi, baik biaya operasional maupun yang lain seperti pengadaan dan perawatan pesawat. Seperti misalnya Garuda dan lainnya, sebagian besar biaya dalam bentuk dollar AS. Misalnya untuk pengadaan dan perawatan pesawat (harga 1 pesawat bisa mencapai Rp 1 triliun rupiah).
Bahan bakar (avtur) yang sebagian besar dipasok Pertamina, harganya juga mengacu pada pergerakan harga minyak dunia yang hitungannya dalam dollar AS.
Sementara pemasukannya sebagian besar dalam bentuk rupiah, seperti dari tiket, jasa angkutan kargo, iklan dan lainnya. Jadi jika nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar AS, sudah pasti maskapai nasional tekor.
Pengaruh sosial politik
Pasar Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh iklim sosial politik. Terutama pada Garuda yang merupakan badan usaha milik negara (BUMN) dan tentu saja harus melaksanakan operasionalnya berdasarkan mandat sosial-politik-ekonomi yang diberikan pemerintah.
Mau bukti? Lihat saja di tahun 2018-2019, di mana maskapai beramai-ramai menaikkan harga tiket untuk menambah pendapatan karena sudah tidak kuat menanggung kerugian. Maskapai juga mengurangi rute dan frekuensi penerbangan yang dianggap merugikan. Akibatnya rakyat resah. Pemerintah kalang kabut. Apalagi tahun itu adalah tahun politik.
Pemerintah melalui Menteri Perhubungan dan beberapa kementerian lain sampai membuat skema untuk menurunkan harga tiket pesawat. Yang menjadi kambing hitam, siapa lagi kalau bukan Garuda. Garuda sebagai maskapai full service dan punya nama besar, adalah price leader. Kalau Garuda menaikkan harga tiket, maskapai lain pasti mengikuti. Begitu pula sebaliknya.
Padahal, apa yang dilakukan manajemen Garuda saat itu tidak menyalahi aturan. Harga tiket yang dijual, masih di dalam koridor harga tiket yang ditetapkan Menteri Perhubungan. Namun iklim sosial politik berkata lain. Gejolak di masyarakat harus diredam. Pemerintah pun menekan maskapai yang saat itu posisinya sudah sangat sulit.
Manajemen Garuda memang tidak sepenuhnya mematuhi apa keinginan pemerintah. Di laporan akhir tahun 2019 terlihat bahwa yield atau bisa diartikan harga tiket, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.
Terkini Lainnya
- Cara Pakai Rumus CEILING dan FLOOR di Microsoft Excel
- Cisco Umumkan Perangkat WiFi 7 Access Point Pertama, Kecepatan Tembus 24 Gbps
- Penyebab Nomor Telepon Tidak Bisa Dicek di GetContact
- Ini Sebab Bali Jadi Tempat Peluncuran Global Oppo Find X8
- Telkomsel Dukung Industri Game Nasional lewat Keikutsertaan di MPL ID S14
- Cara Membuat YouTube Music "2024 Recap" yang Mirip Spotify Wrapped
- Oppo Rilis Antarmuka ColorOS 15 Global, Sudah Bisa "Circle-to-Search"
- Tablet Oppo Pad 3 Pro Meluncur Global dari Bali, Dilengkapi AI
- Samsung Galaxy Z Flip 7 FE Meluncur Tahun Depan?
- 3 Cara Blokir Telepon Spam di iPhone dengan Mudah dan Praktis
- Algoritma Instagram Kini Bisa Direset, Rekomendasi Konten Bisa Kembali ke Awal
- YouTube Gaming Recap 2024 Dirilis, Kilas Balik Tontonan Game Sepanjang Tahun
- Oppo Find X8 Resmi di Indonesia, HP Pertama dengan Dimensity 9400
- Oppo Find X8 Pro Resmi dengan Tombol Kamera "Quick Button", Ini Harganya di Indonesia
- Suasana Peluncuran Global Oppo Find X8 Series di Bali, Dihadiri Undangan dari Berbagai Negara
- Harga dan Spesifikasi Lengkap Vivo V21 5G di Indonesia
- Data BPJS Kesehatan Bocor, Cek Apakah Anda Terdampak?
- BPJS Kesehatan Akui Ada Kemungkinan Peretasan Data 279 Juta Warga RI
- Qualcomm Perkenalkan Snapdragon 7c Gen-2 untuk Laptop Entry-level
- 27 Mei, Layanan Internet 5G Mulai Mengudara di Indonesia