Ketimbang "Chatting", Gen Z di Indonesia Lebih Suka Tatap Muka
JAKARTA, - Ada yang menarik dari hasil studi Generasi Z (Gen Z) bertajuk Gen Z: Masa Depan Telah Tiba, yang dipaparkan oleh perusahaan teknologi Dell EMC Indonesia, dalam sebuah acara di Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Penelitian yang baru dirilis Dell itu antara lain mengungkap bahwa anak muda dari Gen Z di Indonesia -yakni mereka yang lahir setelah tahun 1996- ternyata lebih memilih untuk bertemu langsung dengan rekan kerja mereka daripada berkomunikasi jarak jauh lewat perantara.
Berdasarkan hasil riset, sebanyak 57 persen Gen Z Indonesia condong memilih komunikasi tatap muka (face-to-face) dibandingkan dengan komunikasi via chatting (17 persen), telepon (15 persen), e-mail (7 persen), dan SMS (3 persen).
Baca juga: Makin Banyak Gen Z di Indonesia yang Gemar Melancong Sambil Berfoto
Proporsi tersebut lebih tinggi daripada Gen Z di negara-negara Asia Tenggara secara umum. Gen Z Asia Tenggara lebih memilih berkomunikasi tatap muka (43 persen), komunikasi via chatting (13 persen), telepon (29 persen), e-mail (10 persen), dan SMS (5 persen).
Dengan kata lain, Gen Z Indonesia bisa dikatakan memang lebih memilih berbicara secara langsung dengan rekan kerja mereka. Lalu, mengapa mereka lebih memilih bertatap muka daripada komunikasi jarak jauh?
Karena tinggal dengan orang tua
Menurut Managing Director Dell EMC Indonesia, Catherine Lian,Gen Z Indonesia lebih memilih untuk komunikasi dengan bertatap muka lantaran ada dua faktor pemicu, yakni faktor budaya dan faktor kecemasan internal di dalam diri mereka.
Menurut Catherine, budaya tinggal bersama orang tua -yang menurut dia merupakan ciri tipikal orang Asia- berkontribusi terhadap kencenderungan Gen Z untuk bertemu langsung dengan rekan kerjanya.
Kebiasaan Gen Z di Indonesia dalam berkomunikasi ini secara tidak sadar diawali lewat komunikasi dengan orang tua dan kerabat lain secara tatap muka.
Baca juga: Siapa yang Lebih Percaya YouTube Ketimbang Buku? Ternyata Bukan Millenial
Di sisi lain, Catherine juga menambahkan, di negara selain Indonesia dan di luar Asia, misalnya Amerika Serikat, anak muda yang beranjak dewasa cenderung tidak tinggal dengan orang tua mereka.
"Jika dibandingkan dengan budaya negara AS dan Eropa, ketika seseorang sudah berumur 17-18 tahun, mereka harus hidup mandiri atau tidak tinggal dengan orang tua," jelas Catherine.
Dengan demikian, kewajiban bertemu muka itu pun tak muncul di sebagian benak Gen Z di negara Paman Sam.
Lebih dari sekadar chatting
Faktor kedua berasal dari kecemasan Gen Z dalam menghadapi masalah internal.
Menurut Catherine, meski Gen Z bisa dikatakan sudah "melek teknologi", namun kecemasan mereka akan soft skill dan pengalaman kerja yang kurang memicu Gen Z Indonesia ingin melakukan komunikasi tatap muka.
Terkini Lainnya
- Ambisi Malaysia Jadi Pusat Data Center Asia Terganjal
- Apakah Mode Pesawat Bisa Menghemat Baterai HP? Begini Penjelasannya
- Ada Tonjolan Kecil di Tombol F dan J Keyboard, Apa Fungsinya?
- Cara Kerja VPN untuk Membuat Jaringan Privat yang Perlu Diketahui
- Konsol Handheld Windows 11 Acer Nitro Blaze 8 dan Nitro Blaze 11 Resmi, Ini Harganya
- X/Twitter Akan Labeli Akun Parodi
- Deretan Laptop Baru Asus di CES 2025, dari Seri Zenbook hingga ROG Strix
- 5 Penyebab Tidak Bisa Lihat Profil Kontak WA Orang Lain
- Cara Logout Akun Google Photos dari Perangkat Lain
- Reaksi TikTok soal Rumor Bakal Dijual ke Elon Musk
- RedNote, Medsos China Mirip TikTok Jadi Aplikasi No. 1 di AS
- Pasar Ponsel Dunia Akhirnya Membaik, Naik 4 Persen Tahun Lalu
- 10 Jenis Cookies di Internet dan Fungsinya
- Fitur Baru ChatGPT Bisa Ngobrol ala Gen Z
- Sah, AS Perketat Ekspor Chip AI ke Pasar Global