Siapa yang Lebih Percaya YouTube Ketimbang Buku? Ternyata Bukan Milenial
— Era teknologi mengubah kebiasaan masyarakat modern di berbagai aspek, mulai dari sosial, budaya, hingga edukasi.
Hal ini dijabarkan melalui hasil studi lembaga publikasi dan standardisasi, Pearson Education.
Menurut studi tersebut, generasi Z yang saat ini berada pada rentang usia 14 hingga 23 tahun lebih bertumpu pada YouTube dalam proses belajar ketimbang buku teks konvensional.
Hal ini menunjukkan generasi Z lebih mudah mencerna materi pembelajaran melalui pendekatan yang berbau visual ketimbang teks. Selain YouTube, platform virtual lainnya pun mulai berkontribusi pada sektor pendidikan, sebut saja layanan Virtual Reality dan Augmented Reality.
Hasil studi yang ditelurkan Pearson Education berbasis survei terhadap 2.500 orang di Amerika Serikat, berusia 14 hingga 40 tahun. Berdasarkan rentang itu, subyek penelitian di sini merupakan generasi Z dan milenial.
Pearson Education menemukan 59 persen generasi Z memilih belajar via YouTube ketimbang buku teks. Sementara itu, ada 47 persen yang masih setia belajar via buku teks.
Sebaliknya, ada 55 persen milenial yang lebih memilih menyerap materi belajar dari YouTube. Kendati begitu, masih lebih banyak yang cenderung nyaman dengan buku teks, yakni 60 persen.
Hal ini dinilai wajar, pasalnya YouTube pertama kali diperkenalkan pada 2005. Artinya, hampir semua generasi Z tumbuh dan berkembang di era kemunculan YouTube.
Secara keseluruhan, YouTube memegang peranan penting bagi kehidupan remaja ketimbang platform media sosial lain. Data dari firma analis Pew Research menyebut 85 persen remaja mengakses YouTube lebih sering ketimbang platform sosial lainnya.
Melihat hal ini, institusi pendidikan pun mulai menyesuaikan diri. Sudah banyak channel edukasi, baik dari sekolah maupun pendidik secara individu, memiliki akun YouTube di Amerika Serikat, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Rabu (25/9/2018), dari Axios.
Baca juga: Cara Download Video YouTube Tanpa Aplikasi Tambahan
YouTube bisa dibilang sebagai jendela ilmu pengetahuan karena pengguna bisa mengakses berbagai informasi. Ada yang sifatnya dokumenter, tutorial, gaya hidup, dan sebagainya.
Perlu diingat pula bahwa YouTube adalah platform berbagi konten karena kualitasnya tergantung pengguna. Karenanya, selain banyak manfaat, tak sedikit pula kontennya yang mengandung mudarat.
Hal ini menjadi perhatian khusus di berbagai negara, termasuk Indonesia. YouTube pun berupaya mereduksi konten negatif dalam berbagai cara, meski belum bisa menghapusnya sama sekali.
Dengan kata lain, hal paling maksimal yang bisa dilakukan saat ini adalah peran orang tua dan guru dalam membimbing anak ketika berselancar di YouTube maupun platform internet lainnya.
Baca juga: Aplikasi YouTube Kids Akhirnya Tersedia untuk Indonesia
Terkini Lainnya
- TikTok Tidak Bisa Diakses Lagi di Amerika Serikat
- Foto "Selfie" Kini Bisa Disulap Langsung Jadi Stiker WhatsApp
- Ponsel Lipat Huawei Mate X6 Segera Masuk Indonesia, Intip Spesifikasinya
- Apa Itu Product Active Failed di Microsoft Word? Begini Penyebab dan Cara Mengatasinya
- Cara Masukkan Tabel di Pesan Gmail dengan Mudah
- 3 Cara Menghapus Cache di iPhone dengan Mudah dan Praktis
- CEO TikTok Ternyata Pernah Magang di Facebook
- Aplikasi TikTok Hilang dari Google Play Store dan Apple App Store AS
- Cara Factory Reset HP Xiaomi dengan Mudah dan Praktis
- Apa Arti “Re” di Gmail dan Mengapa Muncul saat Membalas Pesan?
- TikTok Jawab Putusan AS, Sebut 170 Juta Pengguna Akan Terdampak Penutupan
- Microsoft Hentikan Dukungan Office di Windows 10 Tahun Ini
- TikTok Terancam Ditutup, Medsos RedNote Jadi Aplikasi No. 1 di AS
- Amerika Akan Blokir TikTok, Siapa yang Bakal Diuntungkan?
- Spesifikasi dan Harga Oppo Reno 13 5G di Indonesia