Google Mulai Monitor Konten YouTube di Indonesia
JAKARTA, - Google menyetujui permintaan pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), untuk menyaring atau memonitor berbagai konten negatif dan melanggar aturan di Tanah Air. Layanan yang bakal terkena sensor tersebut adalah YouTube.
Hal itu terungkap hari ini, Jumat (4/8/2017), usai Menkominfo Rudiantara, bertemu dengan perwakilan Google dan Twitter Asia Pasifik. Pertemuan itu memang membahas cara penanganan konten-konten negatif yang selama ini berseliweran di media sosial.
Di hadapan awak media, Rudiantara mengatakan bahwa Google telah sepakat menerapkan sistem trusted flagger. Sistem tersebut merupakan salah satu cara untuk melaporkan dan memberantas berbagai konten negatif, radikal, dan terorisme yang muncul di YouTube.
“Kami membahas bagaimana meningkatkan service level dalam penanganan konten negatif di platform milik Google, salah satunya YouTube. Dulu prosesnya masih memakai email laporan, tapi sejak akhir Juli tahun ini sudah mulai memakai sistem trusted flagger,” kata Rudiantara di hadapan awak media.
Metode trusted flagger tersebut rencananya bakal diterapkan di YouTube dan media sosial Google lainnya. Sedangkan layanan Google Search, yang merupakan alat penjelajah internet, belum bisa memakai metode trusted flagger.
Baru tersedia di Indonesia
Ann Lavin mengatakan bahwa metode trusted flagger sebenarnya bakal tersedia secara global. Saat ini baru Indonesia saja yang mendapatkan akses tersebut.
“Setiap flag yang dilakukan setiap konsumen akan dianalisis. Kami kerja bersama kementerian untuk melatih apakah flagger benar dalam memberikan laporan, selain itu ada juga local expertise yang memahami konten,” ujarnya.
“Banyak konten yang menyebarkan ujaran kebencian, dan banyak hal negatif. Karena itu kami mengajak pengguna untuk melaporkannya,” imbuh Ann Lavin.
Selain trusted flagger, pemerintah bersama Google dan Twitter juga bekerja sama untuk mempermudah laporan langsung melalui jalur khusus, seperti e-mail. Metode ini bisa digunakan untuk konten-konten yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan Indonesia, tetapi tidak menyalahi aturan standar komunitas masing-masing platform.
“Contohnya pornografi, kalau di AS dan Indonesia kan beda. di sana mungkin hanya child porn yang dilarang. maka kalau seperti itu akan dilaporkan melalui jalur khusus, bukan trusted flagger,” tutur Dirjen Aplikasi Informatika, Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangarepan.
“Kalau radikalisme atau terorisme berbeda, akan langsung di take down karena memang secara global tidak sesuai dengan standar,” imbuhnya.
Terkini Lainnya
- TikTok Tidak Bisa Diakses Lagi di Amerika Serikat
- Foto "Selfie" Kini Bisa Disulap Langsung Jadi Stiker WhatsApp
- Ponsel Lipat Huawei Mate X6 Segera Masuk Indonesia, Intip Spesifikasinya
- Apa Itu Product Active Failed di Microsoft Word? Begini Penyebab dan Cara Mengatasinya
- Cara Masukkan Tabel di Pesan Gmail dengan Mudah
- 3 Cara Menghapus Cache di iPhone dengan Mudah dan Praktis
- CEO TikTok Ternyata Pernah Magang di Facebook
- Aplikasi TikTok Hilang dari Google Play Store dan Apple App Store AS
- Cara Factory Reset HP Xiaomi dengan Mudah dan Praktis
- Apa Arti “Re” di Gmail dan Mengapa Muncul saat Membalas Pesan?
- TikTok Jawab Putusan AS, Sebut 170 Juta Pengguna Akan Terdampak Penutupan
- Microsoft Hentikan Dukungan Office di Windows 10 Tahun Ini
- TikTok Terancam Ditutup, Medsos RedNote Jadi Aplikasi No. 1 di AS
- Amerika Akan Blokir TikTok, Siapa yang Bakal Diuntungkan?
- Spesifikasi dan Harga Oppo Reno 13 5G di Indonesia