Dampak Tragedi Germanwings, Tak Boleh Sendirian di Kokpit
Semenjak tragedi World Trade Center New York, 11 September 2001, industri penerbangan dan regulator mewajibkan setiap maskapai untuk memperkuat keamanan.
Pintu kokpit diperkuat, bahkan ada yang sampai melapisinya dengan bahan kevlar anti peluru. Bagaimana cara membuka dan menutup pintu yang terkunci juga diperketat, sehingga meminimalisir ancaman dari luar.
Walau demikian, teknologi dan metode baru yang digunakan itu juga membuat kru penerbangan terkunci di luar kokpit, seperti yang terjadi pada Germanwings penerbangan 9525.
Pada Kamis (26/3/2015), Jaksa Marseille, Brice Robin, mengutip informasi dari kotak hitam pesawat, mengatakan bahwa kopilot duduk sendirian di dalam ruang kendali itu. Dia disebutkan secara sengaja mulai menurunkan pesawat ketika kapten pilot terkunci di luar kokpit.
Di beberapa negara, maskapai-maskapai penerbangan telah menerapkan aturan bahwa pilot atau kopilot tidak boleh berada sendirian di dalam kokpit.
Walau penyelidikan Germanwings 4U9525 yang mengarah kepada dugaan bunuh diri kopilotnya masih dugaan awal, namun peristiwa tersebut mengingatkan kita akan tragedi serupa yang pernah terjadi sebelumnya.
Kejadian yang paling serius adalah kejadian yang dialami oleh maskapai SilkAir penerbangan 185 pada tahun 1997 lalu yang menewaskan seluruh 104 orang penumpang dan kru di dalamnya.
Boeing 737-300 yang terbang rute Jakarta - Singapura itu jatuh ke Sungai Musi saat dalam ketinggian jelajah.
Selain itu, ada juga tragedi Egyptair penerbangan MS990, Boeing 767-300ER yang jatuh di Samudera Atlantis pada tahun 1999 yang merenggut korban jiwa sebanyak 217 orang.
Masih ada kejadian LAM Airlines penerbangan 470, dimana pesawat Embraer 190 jatuh di Namibia pada tahun 2013 dan menewaskan 33 penumpang dan awak pesawat.
Semua kecelakan tersebut memiliki kesamaan, di mana pesawat mulai jatuh (dijatuhkan) saat baru saja mencapai ketinggian jelajah, ketinggian itu banyak dipercaya sebagai fase paling aman dalam penerbangan.
Kesamaan lain, salah satu pilot keluar dari kokpit, untuk ke kamar kecil atau melihat galley, sementara pilot lainnya memanipulasi kontrol pesawat, dengan mencegah agar pilot lain tidak bisa masuk kembali, atau secara sengaja mengontrol agar hidung pesawat turun dan membuat pesawat jatuh menghantam tanah atau permukaan laut.
Dalam kebanyakan kasus, hasil investigasi yang dikeluarkan tidak memiliki cukup bukti-bukti yang kuat untuk disimpulkan bahwa pilot sengaja menjatuhkan pesawat atau bunuh diri.
Penyelidik kasus Germanwings 4U9525 kini fokus kepada kondisi psikologi kopilot dan awak kabin, yang biasanya sudah melewati serangkaian pemeriksaan baik saat melamar bekerja di maskapai atau selama bekerja di maskapai tersebut.
Terkini Lainnya
- Pengguna iPhone 16 Kini Bisa Servis Mandiri
- Tol Cipularang Km 92 Ditandai sebagai "Lokasi Rawan Kecelakaan" di Google Maps
- Bangun Tidur Jangan Langsung Membuka HP, Begini Dampaknya
- Rekor Lagi, Harga Bitcoin "To The Moon" Tembus Rp 1,4 Miliar Per Keping
- Oppo Rajai Pasar Ponsel Indonesia Kuartal III-2024, Ini Daftar 5 Besarnya
- APK Bukan Singkatan dari “Aplikasi”, Begini Arti Sebenarnya
- Oppo Find X8 Series Meluncur Global 21 November di Bali
- Beda Smart TV, Android TV, dan Google TV, Kenali sebelum Beli
- Daftar 10 Smartphone Terlaris 2024, iPhone 15 Juaranya
- 15 Rumus Dasar Microsoft Excel yang Paling Sering Dipakai
- 5 Manfaat Cloud Computing yang Perlu Diketahui
- 60 Link Download Twibbon Hari Kesehatan Nasional 2024 dan Cara Buatnya Sendiri
- Game NBA 2K25: MyTeam Android dan iOS Diumumkan, Meluncur Bulan Ini
- Monitor Samsung ViewFinity S9 Rilis di Indonesia, Ini Harganya
- Ketagihan Scrolling TikTok? Ini Dia Dampaknya pada Kesehatan