Ambisi Malaysia Jadi Pusat Data Center Asia Terganjal

- Pemerintah Amerika Serikat (AS), di bawah Presiden Joe Biden meresmikan aturan pembatasan ekspor chip kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Hal ini dipertimbangkan demi melindungi keamanan nasional Negeri Paman Sam tersebut.
Berdasarkan aturan tersebut, pemerintah AS mengategorikan negara-negara dalam tiga level. Nantinya, level ini menentukan akses sebuah negara ke ekspor chip AI buatan AS.
Negara yang masuk pada tingkatan pertama, dapat menjalankan bisnis mereka seperti biasa dan dengan memakai chip AI buatan AS.
Baca juga: Sah, AS Perketat Ekspor Chip AI ke Pasar Global
Negara yang masuk tingkatan kedua, akan menghadapi pembatasan hingga maksimum 50.000 graphics processing units (GPU) alias chip AI per negara, antara tahun 2025-2027.
Nah, sebagian besar negara, termasuk Malaysia, diperkirakan masuk dalam tingkat kedua. Hal ini akan membatasi Negeri Jiran tersebut dari impor chip AI yang umumnya dipakai di data center untuk melatih model AI.
Kemudian negara seperti China dan Rusia yang masuk dalam tingkatan ketiga, dilarang mengakses chip maupun model AI, dihimpun KompasTekno dari Coin Geek, Rabu (15/1/2025).
Aturan ini akan efektif berlaku 120 hari setelah diumumkan, atau sekitar April 2025. Belum diketahui apakah pemerintahan baru di bawah Presiden Trump akan melanjutkan aturan ini atau bisa juga membatalkannya.
Menurut para analis, dampak dari pembatasan itu mungkin tidak begitu signifikan bagi Malaysia. Sebab, peran negara ini dalam rantai pasokan AI global sekarang, relatif kecil.
Salah satu negara di Asia Tenggara ini lebih fokus pada perakitan, pengujian, dan manufaktur semikonduktor. Bukan pengembangan teknologi AI tingkat lanjut.
Baca juga: Infineon Bangun Pabrik Semikonduktor di Malaysia, Terbesar di Dunia
Sebelumnya pada November 2024 lalu, Malaysia diproyeksikan menjadi pasar pusat data terbesar ketiga di Asia, setelah Jepang dan India, dilansir W Media.
Pasalnya, sebuah penelitian Hong Leong Investment Bank (HLIB) menunjukkan bahwa industri data center Malaysia mengalami ekspansi yang signifikan, didorong oleh peningkatan permintaan infrastruktur digital global.
Menurut laporan HLIB, Malaysia menyetujui investasi senilai total 114,7 miliar ringgit (sekitar Rp 413 triliun) pada tahun 2021-2023 demi proyek data center.
Proyek itu juga ditunjang dengan sumber daya listrik dan air di Malaysia yang relatif terjangkau.
Terkini Lainnya
- Tablet Huawei MatePad Pro 13.2 Rilis di Indonesia 26 Februari, Ini Spesifikasinya
- Daftar Harga YouTube Premium di Indonesia, Mulai dari Rp 41.500
- Cisco Umumkan AI Defense, Solusi Keamanan AI untuk Perusahaan
- Menggenggam HP Lipat Tiga Huawei Mate XT Ultimate, Smartphone Tipis Rasa Tablet
- Smartphone Vivo Y29 4G Meluncur, Bawa Baterai Jumbo 6.500 mAh
- 3 Cara Mengaktifkan Touchpad Laptop Windows dengan Mudah dan Praktis
- HP Lipat Oppo Find N5 Sangat Tipis, Ini Rahasia di Baliknya
- Fitur Foto Anti-gagal di Samsung Galaxy S25 Ultra Ini Wajib Dipakai Saat Nonton Konser
- Gimbal Smartphone DJI Osmo Mobile 7 Pro Dirilis, Sudah Bisa Dibeli di Indonesia
- 10 Aplikasi untuk Menunjang Ibadah Puasa Ramadhan 2025 di iPhone dan Android
- Merekam Foto dan Video Konser Makin "Seamless" dengan Cincin Pintar Galaxy Ring
- Angin Segar Investasi Apple, Harapan iPhone 16 Masuk Indonesia Kian Terbuka
- Melihat Tampilan iPhone 16e, Serupa tapi Tak Sama dengan iPhone 14
- HP Lipat Oppo Find N5 Segera Rilis di Indonesia, Kapan?
- Lagu "Bayar Bayar Bayar" Band Sukatani Menghilang dari Spotify dkk
- Bukalapak Pastikan PHK Karyawan, Imbas Tutup Lapak Produk Fisik
- Apa Itu Koin Jagat? Challenge Berburu Koin dari Aplikasi Jagat yang Ramai Dilarang
- Smartwatch Redmi Watch 5 Meluncur, Lebih Besar dan Lebih Terang
- 5.448 iPhone 16 Legal Masuk Indonesia Sebulan setelah Peluncuran
- Nintendo Bikin Konsol Game Boy dari Mainan Lego, Bisa Dirakit Sendiri