cpu-data.info

Data PDNS Kena Ransomware dan Tak Ada "Backup", DPR: Ini Kebodohan

Menkominfo Budi Arie dan Kepala BSSN rapat bersama Komisi I DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2024).
Lihat Foto

- Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengkritik pemerintah soal Pusat Data Nasional Sementara 2 (PDNS 2) yang kena serangan ransomware dan tidak memiliki data cadangan (backup).

Kritikan keras itu dilontarkan Meutya dalam rapat antara Komisi I DPR, Kementerian Kominfo, serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), di gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2024).

"Ini kebodohan aja sih, Pak," kata Meutya dalam rapat antara Komisi I DPR, Kominfo, dan BSSN di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, yang disirakan langsung di saluran YouTube Komisi I DPR RI, Kamis (27/6/2024).

Dalam rapat yang berlangsung selama hampir 4 jam itu, Kominfo dan BSSN dituntut penjelasan mengenai serangan PDN yang membuat layanan publik lumpuh selama berhari-hari.

Salah satu yang dicecar adalah Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen (Purn) Hinsa Siburian.

Dalam keterangannya, Hinsa mengatakan bahwa data PDN Semetara di Surabaya yang diserang ransomware hanya memiliki backup sekitar 2 persen. Padahal ekosistem PDNS ada tiga, PDNS 1 di Serpong, PDNS 2 di Surabaya, dan Cold site di Batam.

Permasalahan utama, kata Hinsa, adalah tata kelola dan tidak adanya backup data.

"Seharusnya, data yang ada di PDNS Surabaya seharusnya dicadangkan semua dan persis di Batam. Analoginya, ketika PDNS Surabaya mati listrik, tinggal hidupkan genset di Batam," kata Hinsa.

Baca juga: Data di Pusat Data Nasional yang Diserang Ransomware Tidak Bisa Dipulihkan

Data backup menjadi penting di kala kondisi krisis seperti adanya serangan siber. Dengan memiliki cadangan sistem dan data elektronik yang terbaru, pemilik data dapat dengan cepat memulihkan sistem dan data elekronik yang terkena serangan siber, seperti kasus serangan siber ke PDNS 2 Surabaya ini.

Namun, kenyataannya, menurut Hinsa, hanya ada 2 persen data yang ter-backup di cold site Batam dari seluruh data yang ada di PDNS Surabaya.

Masalah inilah yang diyakini membuat pemerintah tak bisa memulihkan data yang diretas dan berdampak pada layanan publik, terutama layanan keimigrasian.

"Kita ada kekurangan di tata kelola. Kita memang akui itu. Dan itu yang kita laporkan juga, karena kita diminta apa saja masalah kok bisa terjadi, itu salah satu yang kita laporkan," ujar Hinsa.

Meutya membantah pernyataan Hinsa. Menurut politisi sekaligus ketua DPP Partai Golkar itu, persoalan peretasan PDN bukanlah masalah tata kelola, melainkan kebodohan semata.

"Kalau enggak ada backup, itu bukan tata kelola sih, Pak. Kalau alasannya ini.. kan kita enggak hitung Batam backup kan, karena cuma dua persen. Berarti itu bukan tata kelola, itu kebodohan saja sih, Pak," tukas Meutya.

"Iya," ucap Hinsa.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat