BTS Langit, Antisipasi Perang dan Bencana
SAYA kesal sama anak saya yang baru selesai co-ass, yang menanggapi uraian saya tentang BTS (base transceiver station) Langit yang sedang seru diperbincangkan para ahli telko.
Padahal BTS ini tidak sama dengan milik operator berupa menara setinggi 32 meter atau pole lima meteran, untuk melayani 360 juta lebih pelanggan telekomunikasi seluler.
Berbusa-busa saya bilang ke calon dokter itu, kita harus siap mengantisipasi masa depan yang bisa jadi lebih berantakan dari sekarang.
Ada ancaman terjadinya perang dunia ketiga, yang walau kita tidak ikutan tetapi dampaknya akan terasa. Atau bencana alam yang suatu kali bisa saja tiba-tiba menyambangi, atau kerusuhan rasial, amit-amit.
Saat tadi terjadi, fasilitas komunikasi bisa saja tiba-tiba hilang, hancur, bertumbangan menaranya, sentralnya rata dengan tanah.
BTS langit sangat bisa jadi tidak terdampak, karena secara fisik BTS-nya ada di langit, di puluhan ribu satelit yang beredar di langit kita.
Setiap kali saya mengambil napas untuk menyambung informasi tadi, komentar anak saya hanya, “Oowh …., owh, ….owh”, lalu melanjutkan kesibukannya ke layar ponselnya.
Owh, konon kini menjadi kata sakti yang ngetren dan mempersatukan persahabatan anak muda saat ini. Katanya “owh ..” menggantikan kata “oooh”, yang sudah dianggap kuno.
Namun saya tidak peduli, saya tetap bicara, anak saya tetap menatap ponselnya sambil mendengarkan dan memperdengarkan “owh”-nya.
Saya katakan, sudah ada beberapa kelompok satelit yang akan mewujudkan teknologi BTS Langit, mengamankan jalur komunikasi manusia sedunia, di mana pun berada.
Ada Lynx, ATS, AT&T dan Starlink, yang semuanya menggunakan satelit orbit rendah, LEO (low orbit satellite).
LEO lebih murah
Ketinggian edarnya antara 400 km hingga 2.000 km, dengan dimensi yang jauh lebih kecil dibanding satelit GEO atau MEO, (geostationer earth orbit – medium earth orbit).
Beda dengan BTS darat yang dimiliki operator seluler, BTS langit bergerak melintasi bumi dengan kecepatan 27.400 km/jam, melintasi di atas satu titik bumi yang sama setiap 1 – 1,5 jam.
Kecepatannya tinggi karena satelit MEO harus melawan gravitasi bumi, ribuan satelit berestafet dalam melayani pelanggan di bumi.
Melawan gravitasi selain kecepatan juga ada roket-roket kecil yang mengoreksi posisinya agar tidak jatuh, karenanya usia satelit LEO sekitar 5 tahun, habis bersamaan ludesnya bahan bakar roket.
Terkini Lainnya
- 1 Juta Android TV Box Terinfeksi Malware "Vo1d", Indonesia Terdampak
- AWS Cloud Percepat Inovasi Perbankan Digital di Indonesia
- 2 Cara Ganti Password Gmail dengan Nomor HP yang Tidak Aktif, Mudah dan Praktis
- Cara Bikin Absen lewat Google Form dengan Mudah dan Praktis
- Game Legendaris Flappy Bird Akan Kembali Setelah 10 Tahun Menghilang
- Jenis-jenis Aplikasi yang Harus Dihapus di HP Android biar Memori Tidak Cepat Penuh
- Xiaomi Redmi 14R Meluncur dengan Snapdragon 4 Gen 2, mulai Rp 2 Jutaan
- ZTE Nubia V60 Design Resmi di Indonesia, HP "Boba" Harga Rp 1 Jutaan
- Tablet Infinix Xpad Versi 4G Resmi di Indonesia, Ini Harganya
- Terungkap, Hacker Pembobol Indodax dari Korea Utara
- Realme P2 Pro Meluncur, Spesifikasi Serba "Naik Kelas"
- Cara Jadwalkan Kirim Pesan Gmail di PC dan HP
- Kode Cek Nomor Telkomsel dan Cara Menghubunginya
- Cara Buat Menu Ceklis di Google Docs untuk Keperluan Dokumen
- Jawa Barat Sabet Medali Emas PON XXI Cabor E-sports Nomor Free Fire
- Samsung Hadirkan AC WindFree Ultra dengan Teknologi Pembersih Udara, Harga mulai Rp 8 Jutaan
- Warganet Ramai Beralih Pakai Truth Social karena Baca Twitter Dibatasi, Apa Itu?
- Ketika Twitter Bertubi-tubi Menerapkan Pembatasan ke Pengguna…
- Chatbot AI Buatan Google Sebut iOS Lebih Baik dari Android
- Media Sosial Bluesky Setop Pendaftaran Pengguna Baru, gara-gara Twitter?